TEMPO.CO , Jakarta -- Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar mengatakan Indonesia dan Australia selama ini mempunyai hubungan spesial. Kini hubungan dekat itu terancam renggang akibat rencana eksekusi mati terhadap dua warga negara Australia dalam kasus Bali Nine.
"Saat ini ada 30 ribu mahasiswa Indonesia yang belajar di Australia," kata Haris dalam diskusi di kantornya, Minggu, 1 Maret 2015.
Tak hanya di bidang pendidikan, hubungan bilateral ini terbangun di segala lini, termasuk bisnis, migrasi, hingga pertahanan dan keamanan. Menurut Haris, 200 perusahaan asal Australia telah berekspansi ke wilayah Indonesia timur. Begitu pula dengan wisatawan di Bali yang sebagian besar berasal dari Australia.
Bidang pertahanan dan keamanan Indonesia juga banyak didukung oleh Australia. Haris mengatakan pasukan antiteror Detasemen Khusus 88 awalnya diinisiasi oleh pemerintah Australia. Penangkapan teroris besar-besaran di Jawa Timur pun mendapat dukungan penuh dari Australia.
Rencana eksekusi mati dua warga negara Australia yang tergabung dalam komplotan Bali Nine, dikatakan Haris, akan berdampak pada kemunduran dalam hubungan diplomatik Indonesia dan Australia. "Ini kabar buruk untuk kita semua," kata dia.
Permohonan grasi Myuran Sukumaran dan Andrew Chan asal Australia telah ditolak Presiden Joko Widodo. Mereka rencananya dieksekusi dalam waktu dekat di LP Nusakambangan. Rencana ini memicu reaksi keras dari pemerintah Australia.
Peneliti senior Asia Institute dari Universitas Melbourne, Dave McRae, menyatakan isu eksekusi mati adalah isu penting yang dapat mengganggu hubungan kedua negara. "Australia tidak berupaya mendikte, namun kami berharap advokasi ini didengar," ujarnya.
MOYANG KASIH DEWIMERDEKA