TEMPO.CO, Jakarta - Pelaksana tugas Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Indriyanto Seno Adji mengatakan KPK memerlukan kewenangan menyadap. Penyadapan, menurut dia, adalah kunci keberhasilan dalam melakukan operasi tangkap tangan.
“Penyadapan kunci terjadinya OTT (operasi tangkap tangan). Maka dari itu, eksistensi penyadapan merupakan bumper terdepan pemberantasan korupsi,” kata Indriyanto kepada Tempo, Kamis, 18 Juni 2015.
Kewenangan menyadap ini berhasil membongkar beberapa praktek korupsi dengan nilai fantastis. Salah satunya penangkapan jaksa Urip Tri Gunawan yang menerima duit Rp 6 miliar dari Artalyta Suryani. Pemberian itu terkait dengan diterbitkannya surat perintah penghentian penyelidikan kasus bantuan likuiditas Bank Indonesia atas nama Sjamsul Nursalim. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan vonis 20 tahun penjara kepada Urip. Sedangkan Artalyta diganjar 5 tahun penjara.
Saking pentingnya penyadapan, bekas penasihat KPK, Abdullah Hehamahua, menuturkan penyadapan perlu masuk Undang-Undang KPK. “Tapi bukan dihapuskan, justru untuk memperkuat,” ucapnya.
Menurut Abdullah, pada awalnya, KPK tak punya regulasi untuk mengatur penyadapan. Namun, pada 2004, KPK, yang ikut forum lembaga penegak hukum internasional, lantas membuat prosedur operasi standar soal penyadapan. “KPK belajar penyadapan dari forum itu, bagaimana cara menyadap supaya tak melanggar hak asasi manusia,” ujarnya.
Komisi antirasuah kemudian meminta surat edaran ke Menteri Komunikasi dan Informatika ihwal penyadapan. “Intinya, mengharuskan KPK melakukan prosedur superketat untuk menyadap,” katanya.
Prosedur itu, misalnya, penyidik harus membuat memo tertulis untuk melakukan penyadapan. Memo itu bakal diteruskan ke Direktur Penyidikan. Jika disetujui, memo diteruskan lagi ke Deputi Penindakan. Penyadapan baru dilakukan jika minimal dua komisioner KPK menyetujuinya.
“KPK hanya boleh mentranskrip hal-hal yang berkaitan dengan perkara korupsi,” tutur Abdullah. Hasil transkrip itu menjadi rahasia yang sangat dijaga oleh tim penyidik.
Karena itu, ketika sadapan dibuka di pengadilan, rekaman yang diperdengarkan hanya yang berkaitan dengan perkara korupsi. “Dengarkan saja rekaman sadapan di persidangan, pasti terputus-putus, karena bagian yang berkaitan dengan privasi harus dipotong,” ucap Abdullah.
MUHAMAD RIZKI | JULI