TEMPO.CO, Pekanbaru - Pelaksana tugas Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Taufiequrachman Ruki, tidak mempersoalkan seorang tersangka ikut mencalonkan diri menjadi bupati atau gubernur sepanjang putusan pengadilan tidak mencabut hak politiknya. Ruki mengatakan pilihan berada pada masyarakat untuk memilih calon pemimpin bersih.
"Selama hak politiknya tidak dicabut, boleh jadi kepala daerah," kata Ruki, seusai memberikan pelatihan Bersama Peningkatan Kapasitas Penegak Hukum dalam Penanganan Tindak Pidana Korupsi, Selasa, 25 Agustus, di Pekanbaru.
Komisi Pemilihan Umum Riau resmi menetapkan calon kepala daerah sebagai peserta pemilihan kepala daerah serentak 9 Desember 2015. Satu di antara calon kepala daerah yang saat ini menjadi tersangka korupsi berada di Riau. Pada 10 Juli lalu, Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI menetapkan Bupati Bengkalis Herlyan Saleh sebagai tersangka kasus korupsi Bansos 2012 yang diperkirakan merugikan negara Rp 29 miliar.
Ruki menantang warga Riau di sembilan kabupaten/kota yang akan mengikuti pilkada serentak 9 Desember 2015 mendatang untuk memilih kepala daerah yang bersih dari korupsi. Ruki mewanti-wanti masyarakat Riau untuk tidak memilih calon kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi. Warga Riau diminta berpikir jernih dalam memilih calon pemimpin agar daerah ini terbebas dari pemimpin kemaruk.
Pernyataan Ruki sangat beralasan. Sebab, tiga pemimpin Negeri Lancang Kuning ini tiga kali berturut-turut berakhir di jeruji besi KPK. Sebut saja Saleh Djasit (Gubernur Riau periode 1998-2004), Rusli Zainal (Gubernur Riau 2008-2013), dan Annas Maamun sebagai terpidana dalam kasus korupsi.
"Apa perlu lagi gubernurnya diambil KPK. Mari kita bantu pemilih untuk berpikir agar Riau bersih dari korupsi," kata Ruki.
Ruki mengajak seluruh masyarakat untuk berpikir jernih sesuai hati nurani dalam memilih pemimpin daerah di masa depan agar Riau bersih dari korupsi. "Mari kita bantu pemilih ini untuk berpikir jernih sesuai hati nurani," ujarnya.
RIYAN NOFITRA