Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Abdul Sobur tak mau merunduk. Krisis ekonomi boleh menggedor jagat, dua tahun ini. Pasar utama produk kerajinan di Timur Tengah lunglai lesu. Tapi Sobur tak hendak mengencangkan ikat pinggang. Dia justru makin giat melebarkan sayap, berpromosi dan mengikuti pameran di sana-sini.
Awal November lalu, Kriya Nusantara, perusahaan Sobur, memberangkatkan tim mengikuti pameran Index 2010 di World Trade Center Dubai, Uni Emirat Arab. Inilah ajang terbesar pameran produk kerajinan dan interior di Timur Tengah. Februari nanti, Kriya akan menjejakkan kaki di pasar Eropa lewat pameran Ambiente 2010 di Frankfurt, Jerman.
Memajang barang di pameran kelas wahid menuntut ongkos mahal. Biaya transportasi saja berkisar Rp 50 juta. Ditambah pengadaan barang, "Sekali pameran minimal habis Rp 300 juta," kata Sobur, 42 tahun.
Kriya pun terus melaju. Omzetnya Rp 10 miliar setahun. Jumlah karyawannya 100-an orang. Bengkel kerjanya, gedung seluas satu hektare, di Cibiru, Kabupaten Bandung, selalu riuh.
Dua tahun terakhir, krisis memang sedikit meredam keriuhan di Cibiru. Tapi Sobur memilih menyalakan lilin ketimbang mengutuk kegelapan. Ketika perusahaan lain sibuk memangkas anggaran promosi, Kriya agresif menjemput pasar baru dengan rajin mengikuti pameran. "Habis-habisan promosi saja belum tentu berhasil, apalagi kalau hanya berpangku tangan," kata bapak dua anak ini.
Target Kriya lumayan ambisius. Lima tahun lagi Sobur berharap omzet perusahaannya menggelembung minimal lima kali lipat. Jumlah desain produk yang kini 200-an akan digenjot hingga 500-an produk.
Sobur juga bertekad membuat label Kriya Nusantara dikenal sebagai produk kerajinan kelas premium di dunia. Jelas sebuah pertarungan berat. Pasar di level ini menuntut kualitas tanpa cacat. Biasanya pengusaha lokal lebih memilih bermain di level produk massal, murah-meriah. "Tapi Sobur punya nyali bermain di kelas fine art," begitu pujian dari Nining I. Susilo, Direktur Pusat Usaha Kecil Menengah Universitas Indonesia.
Timur Tengah menjadi pasar andalan Kriya. Diperkuat selusin perancang, Kriya meluncurkan beragam produk, mulai gantungan kunci, tempat Al-Quran, mimbar, poci, sampai kemasan barang elektronik.
Harga produk, yang tercantum di http://kriyanusantara.com, bervariasi dari puluhan ribu sampai belasan juta rupiah. Bahkan produk rancangan interior dilengkapi mural dipatok seharga lebih dari Rp 1 miliar.
Peluang menuju pasar yang lebih besar pun datang. Februari 2008, Sobur diundang Rachmat Gobel, Presiden Komisaris PT Panasonic Gobel Indonesia, untuk merancang kemasan radio produk Panasonic.
Radio Panasonic dibungkus kotak artistik, motifnya antara lain songket Minang, dijual Rp 1,2 juta. "Saya menyebutnya art electronic. Kategorinya lebih sebagai barang seni ketimbang sebagai radio," kata Sobur. Radio ini akan dipasarkan ke seluruh dunia dengan label Cawang, merek lama Panasonic. Targetnya 200 ribu radio diproduksi tiap tahun.
Awalnya, Sobur terperangah mendengar target Panasonic. Namun, bukan Sobur jika tak menguatkan tekad untuk mewujudkan proyek ini. Jika proyek radio ini mulus, Kriya akan melompat lebih jauh ke pasar dunia.
Sobur lulus kuliah dari Jurusan Seni Rupa Institut Teknologi Bandung pada 1993. Dia ingin jadi pelukis. Tapi, "Waktu itu pelukis yang kaya belum banyak seperti sekarang," kata Sobur. Menjadi pegawai pun tak gampang. Sobur memilih menjadi juragan kriya.
Pada 1995, Sobur merintis PT Kriya Nusantara. Ilmu selama kuliah digabung dengan pengalaman kerja sebagai instruktur di program kerja sama Friedrich Naumann Stiftung dengan Perkumpulan untuk Peningkatan Usaha Kecil.
Ada satu peluang strategis yang dibidik Sobur. "Banyak yang menekuni kerajinan kayu, tapi belum banyak yang menggabungkannya dengan unsur logam," katanya.
Sobur menetapkan jalan. Ragam hias logam, lukisan di atas kuningan atau tembaga, dikawinkan dengan kayu. Corak islami, terutama kaligrafi, dipilih sebagai fokus. "Jarang yang menggarap ini," katanya.
Roda mulai bergerak. Tapi, apa daya, krisis ekonomi 1997 merontokkan Kriya yang baru merangkak dua tahun. Padahal, ketika itu dia baru saja mendapatkan kredit tanpa agunan Rp 50 juta dari Sarana Jabar Ventura. "Kami bawa produk ke Pekan Raya Jakarta tapi tidak ada yang beli," kata Sobur mengenang pengalaman pahit itu.
Sobur memilih kembali ke Kampus Ganesha. Kuliah lagi. Sembari menggali harta karun seni ornamen tradisional Nusantara, Sobur membenahi usaha. Pasar ekspor dilirik. Kredit Rp 100 juta kembali didapat dari Yani Yuhani Rodyat Panigoro, bos Jabar Ventura.
Kali ini Sobur mengembangkan aneka kotak kayu dengan ornamen logam, poin kekuatan produk Kriya. Motif tradisional yang diusung amat kaya, dari keris, kain batik, ulos, pahatan di candi, sampai artefak kuno. Untuk pasar Timur Tengah, ornamen Nusantara dipadu motif Islam. Untuk tatakan lilin pesanan dari Carrefour, raksasa retail Prancis, Kriya memberi sentuhan medieval Eropa.
Resep itu terbukti mujarab. Produk Kriya menembus pasar dunia, 70 persen ekspor dan 30 persen lokal. Produk Kriya bisa ditemui di Masjid Daar at-Taubah di kawasan "lampu merah" Saritem, Bandung, hingga menembus rumah Wali Kota Bandung, kantor Departemen Agama, dan gedung parlemen.
Lima tahun lalu, podium buatan Kriya dipesan Istana Kepresidenan. Tahun ini, podium untuk presiden kembali dipesan. Kriya melenggang ke Istana, juga dunia.
"Dia memulai usahanya benar-benar dari nol, tapi konsisten dan sangat percaya diri. Dengan teknik yang sebenarnya sederhana, Abdul Sobur bisa membuat produk dengan nilai tambah tinggi."
Fatchurohman, pemilik Kriya Kertas, Bandung
"Sebenarnya banyak pengusaha yang bermain dengan material kayu dan logam seperti Abdul Sobur. Keunggulan Sobur ada di desain ornamen yang unik. Dia juga jeli membaca selera pasar Timur Tengah."
Ambar Tjahjono, Ketua Umum Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia
Prestasi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo