Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Arsip

Amburadul, Menteri Ferry Ancam Stop Pembangunan Jabodetabek

Kementerian Agraria akan membentuk badan untuk menangani tata ruang Jabodetabekjur sehingga tata kelolanya terpadu.

17 Maret 2015 | 16.56 WIB

Pemudik terjebak macet di pintu tol Cikampek, Purwakarta, Jawa Barat, pada Jum'at 25 Juli 2014. Hari Jum'at merupakan puncak arus mudik, karena masyarakat yang bekerja mulai libur pada hari Sabtu. ANTARA/Wahyu Putro A
material-symbols:fullscreenPerbesar
Pemudik terjebak macet di pintu tol Cikampek, Purwakarta, Jawa Barat, pada Jum'at 25 Juli 2014. Hari Jum'at merupakan puncak arus mudik, karena masyarakat yang bekerja mulai libur pada hari Sabtu. ANTARA/Wahyu Putro A

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Bogor - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Republik Indonesia, Ferry Mursyidan Baldan, mengatakan, jika dalam kurun waktu lima tahun ke depan penanganan dan penataan kawasan Jakarta dan sekitarnya masih tidak bisa berhasil, lebih baik dihentikan. "Lebih mendingan dihentikan keberadaanya," kata Ferry saat membuka Seminar The 5th Internasional Confrence of Jabodetabek Study Forum di IPB Internasional Convention Center Bogor, Selasa, 17 Maret 2015.

Selama ini, kata dia, pengelolaan Tata Ruang untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya berdasarkan Undang-Undang nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, dan Peraturan Pemerintah nomor 26 Tahun 2008. Khusus untuk wilayah DKI Jakarta dan kawasan Depok, Tangerang, Bekasi, Bogor, Puncak, telah diterbitkan Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur.

Namun, hingga kini aturan tersebut masih sulit dilaksanakan karena pemerintah daerah mempunyai kebijakan dan cita-cita masing-masing. Padahal, kata Ferry, untuk penanganan penataan tata ruang kawasan Jakarta dan sekitarnya, tidak dapat dipisahkan dan hanya dilakukan oleh masing-masing pemerintah daerah di Jabodetabek. "Kalau dilihat dalam peta Jabodetabek saja, warnanya sudah berbeda-beda padahal seharusnya penanganannya harus satu kesatuan yang utuh," kata dia.

Dalam perjalanannya, semua daerah di Jabodetabek hanya melakukan penanganan Tata Ruang tanpa dibarengi pengendalian kawasan. Padahal untuk permasalahan Tata Ruang Jabodetabek semuanya harus terintegrasi, mulai dari pembangunan hingga transportasi. Menurut Ferry, hingga saat ini baik pemerintah daerah maupun masyarakat masih memiliki pola pikir dan memandang Jabodetabek hanya daerah hilir dan kawasan hulu saja sehingga menimbulkan sentimen sosial.

"Yang muncul dalam pikiran masyarakat masih sebuah sentimen sosial, di antaranya wilayah hulu (kawasan puncak Bogor) menjadi penyebab banjir Jakarta," kata Ferry. Untuk itu, Kementerian Agraria akan membentuk badan yang menangani tata ruang Jabodetabekjur sehingga tata kelolanya terpadu. "Badan khusus bersifat limitatif yang mempunyai kewenangan penuh untuk tata kelola di daerah yang berada di Jabodetabek," kata dia.

Ferry menambahkaan, badna khusus itu bisa saja dalam pembentukannya mengefektifkan badan yang sudah ada, yang sebelumnya menjadi kewenangan penuh dari Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional. "Badan ini bukan hanya kumpulan Kepala Bapeda masing-masing pemerintah kabupaten, akan tetapi bisa juga di dalamnya merupakan forum kepala daerah di Jabodetabek," kata Ferry.


M. SIDDIK PERMANA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ali Anwar

Ali Anwar

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus