Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Arsip

Berita Tempo Plus

Silat Terakhir Bosowa-Kalla

Kelompok usaha Bosowa berusaha mempertahankan kendali Bank Bukopin yang selangkah lagi beralih ke tangan Kookmin Bank. Penambahan modal makin mendesak dilakukan setelah likuiditas Bukopin memburuk. Membuka luka menahun akibat kredit bermasalah ke perusahaan terafiliasi grup Kalla dan Bosowa.

20 Juni 2020 | 00.00 WIB

Suasana Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Bank Bukopin Tbk. di Jakarta, 
18 Juni lalu./ Tempo/Tony Hartawan
Perbesar
Suasana Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Bank Bukopin Tbk. di Jakarta, 18 Juni lalu./ Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Ringkasan Berita

  • Tarik-ulur keputusan pemegang saham baru Bank Bukopin sempat menuai polemik.

  • Gerilya Bosowa gencar di detik-detik akhir, melobi sejumlah petinggi pemerintah.

  • Permasalahan kredit macet perusahaan terafiliasi yang terungkap dalam audit Badan Pemeriksa Keuangan kini terbuka.

RIBUT-RIBUT rencana akuisisi PT Bank Bukopin Tbk oleh grup usaha keuangan terbesar Korea Selatan, Kookmin Bank, menjadi bahasan utama rapat kerja Komisi Keuangan dan Perbankan Dewan Perwakilan Rakyat dengan Otoritas Jasa Keuangan. Digelar mendadak dan tertutup, Rabu, 17 Juni lalu, rapat itu banjir pertanyaan seputar keputusan OJK menjadikan Kookmin sebagai pemegang saham pengendali baru di Bukopin, yang selama ini dipegang PT Bosowa Corporindo, kelompok usaha milik keluarga Muhammad Aksa Mahmud, ipar mantan wakil presiden Jusuf Kalla.

Kamrussamad salah satu yang melayangkan kritik. Politikus Partai Gerindra ini menilai OJK tidak melindungi kepentingan nasional dengan menyerahkan eks bank umum koperasi tersebut ke tangan asing. “Apakah Kookmin memiliki keberpihakan terhadap small-medium enterprise nanti?” kata Kamrussamad mengulangi pernyataannya dalam rapat tersebut ketika dihubungi Tempo, Jumat, 19 Juni lalu.

Ia membenarkan kabar kedekatannya dengan putra sulung Aksa Mahmud, Erwin Aksa, yang juga Presiden Komisaris Bosowa. Mereka sesama pengusaha yang pernah bergabung di Himpunan Pengusaha Muda Indonesia. Tapi Kamrussamad menolak jika kritik yang disampaikannya dalam rapat tertutup, 17 Juni lalu, dianggap hanya untuk membela kepentingan Bosowa. “Kami minta prioritaskan pengalihan kepemilikan Bukopin ke bank negara, seperti BRI. Supaya Bukopin tetap menjadi aset nasional,” ujarnya. “Ini sistem keuangan. Enggak ada gunanya kita bela orang per orang.”

Sebaliknya, politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Andreas Eddy Susetyo, mendukung OJK. Menurut dia, penyelamatan bank sekarat seperti Bukopin, yang sudah kekurangan modal bertahun-tahun dan mengalami penarikan dana simpanan besar-besaran (rush money) beberapa bulan terakhir, cukup mengikuti mekanisme pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan yang disusun oleh Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).

Andreas juga mewanti-wanti agar bank milik negara tidak dibebani tugas menyelamatkan bank bermasalah. “Beban menjaga stabilitas sistem keuangan itu kewenangan KSSK,” tutur Andreas dalam rapat yang sama. Kesimpulan dalam pertemuan tertutup ini akhirnya menampung semua kepentingan. Intinya, penanganan bank bermasalah dilakukan secara profesional dengan tetap menjaga stabilitas sistem keuangan nasional dan mengedepankan kepentingan nasional.

Kepastian masuknya Kookmin sebagai pemegang saham pengendali baru Bukopin memang sempat kabur dalam dua pekan terakhir. Di sela-sela itu beredar juga kabar bahwa bank pemerintah akan diberi mandat menyelamatkan Bukopin. Semuanya bercampur dengan video nasabah gagal menarik dana yang viral sejak awal Juni.

Kejelasan baru datang pada Kamis, 11 Juni lalu. OJK mengumumkan Kookmin, pemegang 21,99 persen saham Bukopin, siap menjadi pemegang saham pengendali mayoritas dengan mengambil alih sekurang-kurangnya 51 persen saham. Namun persoalan kembali muncul pada akhir pekan itu juga. Pada Ahad malam, 14 Juni, beredar surat rahasia OJK tertanggal 10 Juni 2020 yang menyatakan Kookmin telah gagal memenuhi tenggat setoran modal ke rekening penampungan (escrow account) di Bukopin.

Ditemui Tempo di kantornya di Menara Karya, Jakarta Selatan, Erwin Aksa berulang kali menyinggung sikap OJK yang berbeda hanya dalam selang waktu sehari tersebut. “Surat-surat OJK ini bertentangan. Surat OJK ini produk hukum bukan, nih?” tutur Erwin, Kamis, 18 Juni lalu.

Lewat siaran pers, Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik OJK Anto Prabowo menegaskan surat tertanggal 10 Juni 2020 itu tidak hanya ditujukan kepada Kookmin, tapi juga kepada pemegang saham lain agar melaksanakan komitmen memenuhi kebutuhan likuiditas dan permodalan Bukopin. Jika tidak, pemegang saham tak dapat menghalangi investor baru yang akan memperbaiki kondisi perseroan. “Atas surat yang dimaksud, Kookmin Bank merespons dengan cepat dan menempatkan dana sebesar US$ 200 juta,” ucap Anto. “OJK mendukung Kookmin sebagai investor yang akan menjadi pemegang saham pengendali mayoritas Bukopin.”

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Khairul anam

Redaktur ekonomi Majalah Tempo. Meliput isu ekonomi dan bisnis sejak 2013. Mengikuti program “Money Trail Training” yang diselenggarakan Finance Uncovered, Free Press Unlimited, Journalismfund.eu di Jakarta pada 2019. Alumni Universitas Negeri Yogyakarta.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus