TEMPO.CO, Jakarta - PT Jakarta Utilitas Propertindo (JUP) memastikan Pluit Culinary Park tetap mempertahankan area hijau di ruang terbuka hijau atau RTH Muara Karang. Kepala Departemen Pengelolaan Aset dan Properti PT Jakarta Utilitas Propertindo, Hafidh Fathoni, menuturkan dari seluruh luas lahan RTH di Jalan Pluit Karang Indah Timur, Pluit, Jakarta Utara ini pembangunan pusat bisnis hanya akan memakan lahan sebanyak 11 persen.
Sisanya, 89 persen akan tetap dipertahankan sebagai area hijau. Adapun total lahan di sana sekitar 2,3 hektar.
PT Jakarta Utilitas Propertindo merupakan anak perusahaan PT Jakarta Propertindo. PT JUP dipercaya mengelola lahan hijau di RTH Muara Karang. Lahan yang berbatasan langsung dengan Kali Karang ini sudah mengantongi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dari Dinas PMPTSP sejak 2018. Izin tersebut juga terpampang di tengah area.
"Pembatasan pembangunan 11 persen itu sudah dipertimbangkan oleh Dinas PMPTSP, makanya kami dapat izin," kata Hafidh saat dikonfirmasi. Pembangunan di lokasi sudah dimulai sejak dua tahun lalu, tapi terhenti untuk melengkapi administrasi.
Menurut Hafidh, selain membangun pusat
kuliner, pengelola juga akan membangun area parkir, taman, area bermain dan jogging track sebagai area interaksi masyarakat.
Berdasarkan pengamatan Tempo, lahan tersebut dikelilingi pagar seng. Di lokasi terlihat spanduk gambaran rencana pembangunan yang mulai usang dan papan izin IMB dari PTSP. Mobil dan motor juga berjajar terparkir di sepanjang sisi pagar seng. Di area dalam ada beberapa eskavator. Di sekitarnya, batu kapur tertata di atas tanah yang sudah diuruk.
Fasilitas parkir yang akan dibangun di lahan ini, kata Hafidh, mampu menampung 170-200 unit mobil dan 350 sepeda motor. Sehingga bisa mengatasi parkir liar yang ada di sekitar. "Jadi pembangunan ini sebetulnya untuk menata supaya RTH lebih bermanfaat bagi masyarakat," katanya.
Terkait lokasi yang berada di bawah Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT), Hafidh menyatakan telah berkoordinasi dengan PLN. Koordinasi dilakukan untuk berkonsultasi soal keamanan dan kenyamanan saat beraktivitas di bawah SUTT.
Ketua Fraksi PDI Perjuangan, Gembong Warsono, meminta agar pembangunan pusat kuliner di RTH Muara Karang dihentikan dan IMB atas pemanfaatan lahan dicabut. Pasalnya, menurut Gembong, area tersebut merupakan area hijau dan di bawah Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT). "Sehingga IMB tidak bisa dikeluarkan," ujar Gembong. Apalagi, kata dia, DKI kini masih kekurangan ruang terbuka hijau.
Sebelumnya, pada pertengahan 2018, Gembong juga sempat mempermasalahkan rencana pembangunan pusat kuliner di Pluit ini. Pada selebaran yang beredar, harga termurah untuk kios tersebut yakni Rp 50 juta per meter persegi. Untuk kios seluas 12 meter persegi, harganya Rp 660 juta termasuk pajak pertambahan nilai. Tanda jadi untuk kios tersebut Rp 30 juta dengan uang muka Rp 198 juta.
Harga kios di Pluit Culinary Park dibagi berdasarkan zona. Dengan luas yang sama, yaitu 12 meter persegi. Jenis harga yang ditawarkan Rp 50 juta, Rp 55 juta, dan Rp 60 juta per meter persegi. Sedangkan harga termahal Rp 70 juta per meter persegi untuk kios seluas 18 meter persegi. “Katanya untuk PKL, PKL mana yang sanggup bayar Rp 50 juta?” kata dia, Agustus 2018.
Menanggapi hal tersebut, Hafidh mengaku belum mendapat instruksi atau informasi soal penghentian proyek atau perubahan desain. "Kalau ada instruksi kami siap menggantinya," kata Hafidh lagi. Ia pun siap menjelaskan jika dewan memanggilnya. Kendati demikian, dia memastikan konsep yang akan dibangun tidak akan betonisasi. Bahkan area PKL juga akan dibuat semi permanen.
Selain anggota dewan fraksi PDIP, warga sekitar juga mengaku tak setuju dengan rencana pembangunan pusat kuliner. Ketua RW 12 Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, Hari Hartono, menuturkan warga sekitar tak pernah disosialisasikan soal pembangunan ini. Bahkan sejak 2018 saat rencana ini baru dibuat.
Apalagi di
RTH Muara Karang juga terdapat rumah pompa yang dibangun swadaya oleh warga untuk mengantisipasi banjir. Sebab, wilayah tersebut, kata Hari berada dua meter lebih rendah dari laut dan kali. "Ada tujuh rukun tetangga bergantung pada rumah pompa itu," ucap Hari.
TAUFIQ SIDDIQ | INGE KLARA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini