KETIKA singgah di Banjarmasin akhir Maret lalu, Dirjen
Perhubungan Darat, Sumpono Bayuaji memberi peringatan agar Kodya
Banjarmasin mulai pasang kuda-kuda terhadap jumlah becak yang
menurut sang Dirjen "sudah mencapai 5.000 buah". Akibat DBB di
Jakarta bukan tidak mungkin Banjarmasin menjadi daerah
"infiltrasi" bagi abang-abang becak yang di paksa menyingkir
dari kawasan Ali Sadikin. Maka didasari pikiran seperti itu,
Bayuaji berpendapat bahwa "jumlah sedemikian itu sudah maksimum
buat kota Banjarmasin, dan kelak jika dibiarkan terus meningkat
akan menimbulkan problema baru yang merumitkan Pemda Kodya
Banjarmasin saja".
Serbuan mini. Sementara itu, pembantu TEMPO disana yang
menghubungi Kepala Humas Kodya Banjarmasin, M. Zakaria Saberan,
telah mendayat keterangan yang sedikit banyak menopang pendapat
Bayuaji. "Jumlah becak yang punya izin terdaftar di Balai Kota
hanyalah 1.750 buah", begitu kata Sabcran. Meskipun ia mengakui
bahwa jumlah yang sebenarnya di kota berada sekitar 3.000 sampai
4.000 buah. Sabe an tidak menjelaskan mengapa begitu sulit untuk
menghitung dan mengkontrol jumlah becak yang hanya 4.000 buah
kendati menurut dia, "sudah berkali-kali dilancarkan razzia".
Adapun tentang rencana men-DBB-kan Kodya Banjarmasin, menurut
Kepala Humas itu, bukannya tidak masuk dalam rencana. "Itulah
sebabnya tempo hari kami masukkan Datsun dan bemo", katanya.
Maksudnya tentu buat perlahan-lahan menggeser ruang gerak
abang-abang becak yang akhirnya toh mengalah di desak ke sudut.
Digantikan dan diperankan oleh kendaraan bermotor yang jenis
Datsun dan Bemo saja sudah mencapai sekitar 70 buah. Apa pula
dengan tarif bayaran yang lumrah dan servis yang baik. Tapi
mengenai Datsun-Datsun kecil yang telah dimasukkan Pemda
Kotamadya ini, agaknya pak Wali masih belum puas. Menurut Kabag
Humas tersebut Datsun ini kemudian banyak berperan sebagai
pengangkut barang yang tetek bengek, sehingga mengganggu
penumpang umum lainnya. Sedangkan Wali Kota berhasrat memberikan
servis yang baik bagi warga kotanya yang sekarang untuk kotanya
baru mencapai 100 ribu (dari jumlah seluruh wilayah Kodya
menurut statistik 1971: 279.909 jiwa).
Topi omega. Demikianlah Riduan lman yang Walikota baru-baru ini
memasukkan 10 buah. Kemudian lima buah lagi bus mini merk Dodge
dari rencana seluruhnya 40 buah bus serupa itu untuk trip-trip
dalam kota. Ini merupakan sebagian usaha dari Yayasan Dana
Pembangunan Kotamadya Banjarmasin yang ikhwal keuangannya dahulu
banyak dihebohkan Pers kota. Diberitakan, itu adalah dalam
bentuk investasi dari Bank Bumi Daya, dengan harga sebuahnya
menurut sdr M. Zakaria Saberan jika dibulatkan berharga Rp. 2
juta. Inilah bus-bus yang diharapkan menuju ke DBB kelak. Syukur
masih menjadi beban pemikiran Kotamadya periuk-periuk nasi abang
becak. "Bila becak dihapuskan, timbul masalah yang lain pula
dari warga kota ini: pengangguran sejumlah abang becak", ujar
Saberan yang Humas. Benar saja. Becak-becak ini menghidupi pula
ribuan keluarga warga kota.
Sempitnya ruang kerja baru menambah jumlah pencari nafkah
penggenjot kendaraan beroda tiga yang lebih mengandalkan
otot-otot kaki. Suasana memang sedikit sepi kalau tiba musim
tuai di desa. Tapi itu pun agaknya segera saja digantikan oleh
penggenjot-penggenjot dengan wajah baru. Tak perduli mahasiswa
atau pegawai negeri yang beromega malam hari dengan topi purun
menyungkup jauh ke pangkal dahi, menyamar wajahnya dari
pengenalan majikan dan teman sekantor atau sekuliahnya. Biasa.
Romantika hidup di kota. Lalu lorong-lorong kota yang sempit dan
becek tampaknya masih memerlukan jasa-jasa becak yang setia
menyelusurinya sampai ke liku-liku ujung, lebih akrab dari bus
mini dan Datsun atau pun bemo yang kerap mogok-mogok saja.
Sementara abang-abang beca sudah tampak ge!isah melihat
banyaknya bus mini yang datang: "Ah, bakalan terdesak juga kami
akhirnya," keluh seorang abang becak. "Mudah-mudahan saja ada
kerjaan lain". Namun agaknya beberapa buah bus mini Dodge yang
seharusnya bertrayek dalam kota, akhir-akhir ini sering
nyelonong ke luar kota: ke Banjar Baru atau Martapura yang
memang dari sudut penghasilan lebih menguntungkan. Ini memberi
kesempatan abang-abang becak untuk tetap menggenjot si roda
tiga, seraya menunggu datangnya perintah DBB yang entah kapan.