Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Arsip

Beda Tabrakan Beruntun Cipularang dan Luar Negeri, Ini Kata Pakar

Pakar menilai kecelakaan beruntun di Tol Cipularang menyebabkan lebih banyak korban daripada insiden serupa di luar negeri, karena kita tidak disiplin

3 September 2019 | 11.46 WIB

Petugas mengevakuasi salah satu kendaraan yang terlibat pada kecelakaan beruntun di Tol Cipularang di Purwakarta, Jawa Barat, Senin, 2 September 2019. Kecelakaan beruntun yang terjadi di KM 91 itu melibatkan 21 kendaraan. ANTARA/M Ibnu Chazar
Perbesar
Petugas mengevakuasi salah satu kendaraan yang terlibat pada kecelakaan beruntun di Tol Cipularang di Purwakarta, Jawa Barat, Senin, 2 September 2019. Kecelakaan beruntun yang terjadi di KM 91 itu melibatkan 21 kendaraan. ANTARA/M Ibnu Chazar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Kecelakaan beruntun terjadi di Tol Cipularang, Senin, 2 September 2019, melibatkan 21 kendaraan dan menyebabkan delapan korban meninggal. Namun, di belahan dunia lain, banyak kecelakaan beruntun yang lebih buruk, bahkan melibatkan ratusan kendaraan, dengan korban jiwa sangat minim.

Pakar transportasi Djoko Setijowarno menjelaskan alasan kenapa meskipun kecelakaan maut di luar negeri melibatkan ratusan kendaraan, tapi korbannya sedikit. "Kita ini beda disiplin berlalu lintas, (mereka di luar negeri) mematuhi batas kecepatan dan atur jarak antar kendaraan," ujar Djoko, Selasa, 3 September 2019.

Contoh kecelakaan maut di luar negeri misalnya di Vysocina, Republik Ceko, 20 Maret 2008. Badai salju sering terjadi di Republik Ceko jadi pemicu kecelakaan di Jalan Raya di dataran tinggi Vysocina, menuju ke Praha dari Brno. Sebanyak 231 kendaraan terlibat kecelakaan beruntun yang menyebabkan enam orang terluka parah.

Sedangkan di Braunschweig, Jerman, 19 Juli 2009, hujan deras jadi penyebab kecelakaan di Jalan Raya A2 di Braunschweig, yang melibatkan 259 kendaraan. Sekitar 10 orang terluka parah dalam kecelakaan jalan raya ini.

Menurut Djoko yang juga akademisi Teknik Sipil di Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang, batas kecepatan sudah diatur dalam PM 111 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penetapan Batas Kecepatan. "Ini yang harus segera dilakukan, selain memang disiplin berlalu lintas kita masih rendah, tidak patuhi rambu yang ada," kata Djoko.

Kecelakaan yang paling banyak melibatkan kendaraan pernah terjadi di Sao Paulo, Brasil, 15 September 2011. Kecelakaan jalan raya terburuk dalam sejarah ini terjadi karena kabut tebal. Tepatnya di jalan raya Rodovia dos Imigrantes, melibatkan lebih dari 300 kendaraan menyebabkan 1 tewas dan 30 orang luka-luka.

Djoko menambahkan, di jalan tol kecepatan maksimal hanya dibolehkan 100 km per jam dan minimal 60 km per jam. Selain itu, Djoko berujar, tata cara pengambilan Surat Izin Mengemudi atau SIM jangan dipermudah.

"SIM harus dipersulit, SIM merupakan keahlian bukan seperti KTP, setiap orang dewasa pasti punya KTP," tutur Djoko yang juga Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat. "Dan harus lebih masif lagi melakukan sosialisasi jarak aman dan pengetatan batas kecepatan, juga over dimensi dan over load (ODOL) dilarang di jalan termasuk jalan tol."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Berita lain terkait kecelakaan beruntun termasuk di Tol Cipularang, bisa Anda simak di Tempo.co.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

M. Khory Alfarizi

M. Khory Alfarizi

Alumnus Universitas Swadaya Gunung Jati, Cirebon, Jawa Barat. Bergabung di Tempo pada 2018 setelah mengikuti Kursus Jurnalis Intensif di Tempo Institute. Meliput berbagai isu, mulai dari teknologi, sains, olahraga, politik hingga ekonomi. Kini fokus pada isu hukum dan kriminalitas.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus