Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Arsip

Begini Rancangan Observatorium Bosscha di Kupang  

Observatorium Bosscha yang kini berusia 91 tahun, memerlukan tambahan dan modernisasi alat.

5 Mei 2015 | 22.26 WIB

Ilustrasi rancangan observatorium antariksa Bosscha di Kupang. Dok. Tim ITB dari Dir.Obs Bosscha Mahasena Putra.
Perbesar
Ilustrasi rancangan observatorium antariksa Bosscha di Kupang. Dok. Tim ITB dari Dir.Obs Bosscha Mahasena Putra.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Bandung -Tim Institut Teknologi Bandung telah merancang observatorium baru di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Wahana pengamatan benda langit tersebut dirancang menempati area seluas 30 hektare. Berskala kelas menengah, peralatannya melampaui perangkat di observatorium induknya di Lembang, Bandung.

Direktur Observatorium Bosscha, Mahasena Putra mengatakan, Observatorium Bosscha yang kini berusia 91 tahun, memerlukan tambahan dan modernisasi alat. Selain itu, Lembang telah tumbuh menjadi sebuah kota dan memunculkan banyak masalah lingkungan.

“Observatorium Bosscha karena peran historisnya, akan tetap sebagai 'homebase' dari astronomi Indonesia,” katanya, Selasa, 5 Mei 2015.

Tim ITB yang terdiri dari sejumlah sekolah dan fakultas, seperti Arsitektur, telah merancang observatorium baru dengan fasilitas. Fasilitas utama, kata Mahasena, yakni teleskop reflektor berdiameter lensa 3,5 meter yang tertutup dalam bangunan kubah. Tujuan umumnya untuk pengamatan astrofisika. Ada lagi teleskop reflektro berukuran 1,2 meter di dalam kubah tersendiri.

Teleskop dalam bangunan beratap geser berjumlah 4 buah ukuran 50 sentimeter, dan 4 teleskop pengamatan survei ukuran 30 sentimeter untuk mencari planet di luar tata surya. Kemudian teleskop surya untuk pengamatan matahari dan cuaca.

“Dengan begitu akan lebih banyak yang bisa dilihat daripada di Lembang,” katanya.

Peralatan lainnya untuk jenis teleskop radio, berupa antena parabola tunggal berdiameter 20 meter yang akan menangkap gelombang frekuensi antara 5 hingga 45 Gigahertz, antena kecil untuk pengamatan astrofisika umum, pengamatan matahari, dan cuaca. Lalu antena untuk menangkap gelombang frekuensi rendah 15-350 Megahertz. Sarana pendukung lainnya yakni bangunan asrama, kantor, perpustakaan, kantin, tempat lokakarya, serta gudang.

“Pada 2018 diharapkan sudah ada yang bisa berfungsi,” katanya.

ANWAR SISWADI

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hadriani Pudjiarti

Hadriani Pudjiarti

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus