Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Intelligence Quotient atau IQ merupakan taraf kecerdasan seseorang secara kognitif dan sering kali berkaitan dengan kemampuan menalar, memecahkan masalah, hingga belajar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pada 2022, menurut Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional alias BKKBN Hasto Wardoyo, rata-rata IQ anak Indonesia adalah sebesar 78,49. Nilai ini menjadikan Indonesia di peringkat ke-130 dari 199 negara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Keprihatinan tentu terasa, ketika kita lihat world population review menyampaikan bahwa IQ bangsa kita cukup rendah dibandingkan dengan beberapa negara yang lain,” kata Hasto saat mengisi acara daring pada Rabu, 14 Desember 2022.
Peringkat IQ di Dunia versi World Population Review
Merujuk situs World Population Review, rata-rata IQ anak Indonesia tergolong rendah apabila dibandingkan negara tetangga lain. Misalnya, rata-rata IQ di Laos adalah 80,99, Filipina sebesar 81,64, Brunei Darussalam dan Malaysia senilai 87,58, Thailand 88,87, Vietnam 89,53, dan Myanmar sebesar 91,18.
Dari sejumlah negara di Asia Tenggara, Singapura termasuk negara dengan jajaran rata-rata IQ tertinggi sebesar 105,8. Nilai ini menjadikan Indonesia duduk di peringkat ke-3 sebagai negara dengan rata-rata IQ tertinggi.
Adapun 5 negara dengan rata-rata IQ terendah adalah Nepal, Liberia, Sierra Leone, Guatemala, dan Cape Verde. Kelima negara ini memiliki rata-rata IQ tidak lebih dari 52,5.
Indeks Modal Manusia Indonesia
Selain IQ, Indeks Modal Manusia atau IMM juga sering kali digunakan sebagai indikator kualitas pembangunan manusia pada sebuah negara.
Dikutip dari Antara, laporan Bank Dunia 2020 menempatkan IMM Indonesia di peringkat ke-6 di kawasan Asia Tenggara. Angka ini menunjukkan peningkatan sebesar 0,1 pada 2018 dan hanya lebih unggul dari Filipina, Kamboja, Myanmar, Laos, dan Timor Leste.
Menurut Kepala BKKBN Hasto Wardoyo, rendahnya kualitas SDM di Indonesia disebabkan oleh siklus buruk yang berulang, mulai dari perkawinan anak akibat putus sekolah, bayi terlahir stunting, rendahnya kemampuan literasi, hingga buruknya kualitas pendidikan.
“Literasi kita juga rendah. Kualitas kita untuk high skill atau kemampuan-kemampuan yang tinggi dalam hal teknologi juga kita masih bisa dikatakan tertinggal,” ujar Hasto seperti dikutip dari Antara.
Hasto menegaskan untuk membangun sumber daya manusia berkualitas di Indonesia, pemerintah perlu tidak hanya memperhatikan kemampuan secara teknis, tetapi juga penanganan permasalahan ekonomi dan kesehatan secara komprehensif. Hal ini ditujukan untuk mencetak generasi atau anak yang dapat tumbuh dengan optimal.
ACHMAD HANIF IMADUDDIN