Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Arsip

Eddy Hiariej Jadi Wakil Menteri Lagi, Begini Jawaban KPK soal Status Tersangkanya

Wakil Menteri Hukum Eddy Hiariej pernah berstatus tersangka dugaan gratifikasi dan suap di periode pemerintahan Presiden Jokowi

21 Oktober 2024 | 11.48 WIB

KPK menetapkan Wakil Menteri Hukum dan HAM Eddy Hiariej menjadi tersangka gratifikasi. Dia diduga menerima gratifikasi senilai Rp 8 miliar dari Direktur PT Citra Lampia Mandiri Helmut Hermawan. KPK menduga suap tersebut diberikan agar Eddy membantu Helmut dalam perebutan kepemilikan PT CLM. Selain itu, gratifikasi diduga diberikan agar Eddy membantu Helmut dalam kasus pidana yang menjeratnya di Badan Reserse Kriminal Polri. Namun, hingga kini Eddy masih belum ditahan. TEMPO/Imam Sukamto
Perbesar
KPK menetapkan Wakil Menteri Hukum dan HAM Eddy Hiariej menjadi tersangka gratifikasi. Dia diduga menerima gratifikasi senilai Rp 8 miliar dari Direktur PT Citra Lampia Mandiri Helmut Hermawan. KPK menduga suap tersebut diberikan agar Eddy membantu Helmut dalam perebutan kepemilikan PT CLM. Selain itu, gratifikasi diduga diberikan agar Eddy membantu Helmut dalam kasus pidana yang menjeratnya di Badan Reserse Kriminal Polri. Namun, hingga kini Eddy masih belum ditahan. TEMPO/Imam Sukamto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto sudah mengumumkan susunan kabinet yang bakal menjabat sebagai menteri dan wakil menteri. Kabinet itu dinamai Kabinet merah Putih. Salah satu nama yang ia tunjuk adalah Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej sebagai wakil menteri hukum.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Eddy Hiariej merupakan wakil menteri hukum dan HAM (Wamenkumham) di era Presiden Joko Widodo. Tapi jabatan itu dicopot usai dirinya ditersangkakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas tuduhan penerimaan suap dan gratifikasi pada 24 November 2023. 
 
Eddy kemudian mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 4 Desember 2023, atas penetapan tersangka itu. Gugatan sempat dicabut dan diajukan kembali pada 3 Januari 2024. Hakim tunggal praperadilan mengabulkan gugatan Eddy hingga ia bebas dari status tersangka.
 
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, sejak putusan praperadilan keluar hingga hari ini, belum ada surat perintah penyidikan atau sprindik baru untuk melanjutkan penyidikan kasus dugaan korupsi Eddy Hiariej. “Iya belum, pasca putusan praperadilan,” kata Alex dikonfirmasi Tempo, Senin, 21 Oktober 2024.
 
Alex enggan menyebutkan alasan mengapa pimpinan KPK tak kunjung mengeluarkan sprindik baru terkait kasus Eddy Hiariej tersebut. Padahal, lembaga antirasuah itu meyakini telah memiliki bukti kuat untuk menjerat Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada tersebut.
 
Menyitir laporan Koran Tempo edisi 6 April 2024, seorang aparat penegak hukum bercerita penyidik sebenarnya sudah meminta agar surat perintah penyidikan (sprindik) baru itu diterbitkan sejak 15 Maret 2024. Namun, surat itu mandek di meja Deputi Penindakan KPK Brigadir Jenderal Rudi Setiawan. 
 
Masih dalam laporan Koran Tempo, Alexander Marwata kala itu membenarkan kalau KPK akan mengeluarkan sprindik baru dalam kasus yang melibatkan Eddy Hiariej. Namun, surat itu memerlukan persetujuan pimpinan KPK yang kala itu sedang banyak dinas luar kota sehingga pembahasan tertunda. 
 
“Setelah Idul Fitri kami bahas kembali. Sering pimpinan tidak lengkap di kantor. Ada yang dinas ke luar kota, sehingga pembahasan tertunda,” kata Alex saat dihubungi 5 April 2024 seperti dikutip Koran Tempo edisi 6 April 2024.
 
Kasus yang melibatkan Eddy Hiariej ini bermula dari laporan Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso ke KPK pada 14 Maret 2023. Eddy diduga memperdagangkan kewenangannya sebagai wakil menteri hukum dan HAM dalam sengketa kepemilikan saham perusahaan tambang nikel di Luwu Timur, Sulawesi Selatan, PT Citra Lampia Mandiri (CLM) antara Helmut Hermawan dan Zainal Abidin.
 
Dalam pengurusan sengketa itu, Eddy menyuruh bawahannya menerima permohonan pendaftaran perubahan akta perusahaan PT CLM menjadi milik Helmut Hermawan melalui Sistem Administrasi Hukum Umum (AHU). Selain itu, Eddy juga disebut-sebut melobi Badan Reserse Kriminal Polri agar menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) atas perkara Helmut terkait jual-beli 85 persen sahan PT CLM yang dilaporkan Zainal Abidin. 
 
Atas praktik lancung itu, Eddy diduga menerima suap senilai Rp 8 miliar yang diberikan Helmut Hermawan melalui dua asisten Eddy yakni Yosi Andika Mulyadi dan Yogi Ari Rukmana.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

 

Ade Ridwan Yandwiputra

Lulusan sarjana Ilmu Komunikasi di Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, Institut Bisnis dan Informatika Kosgoro 1957. Memulai karier jurnalistik di Tempo sejak 2018 sebagai kontributor. Kini menulis untuk desk hukum dan kriminal

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus