RUMAH Marto Sudarso melompong tanpa genting. Bukan lantaran diterbangkan angin ribut. Marto, penduduk Dukuh Gendon, Girimarto, Wonogiri, Jawa Tengah, akhir Oktober lalu membongkar atap rumahnya dengan sukarela. Itu atas perintah petugas kecamatan. Alasannya, genting yang ia pasang itu ternyata bergambar palu arit, itu simbol PKI, partai terlarang. Menurut Marto, 54 tahun, genting itu dipasang tanpa maksud tertentu. Sebab, ia membelinya dari seorang perajin tak jauh dari dusunnya, pada 1963. "Lha, wong saya ini sejak dulu Banteng, kok," katanya. Maksudnya, ia orang PNI. Yang bikin Marto heran, kenapa baru sekarang atap rumahnya itu ditertibkan. "Mungkin ada yang tidak senang, lalu melapor ke kecamatan," ujarnya kepada Heddy Lukito dari TEMPO. Marto tak mau ribut. Dibantu lima tetangganya, ia membongkar 2.200 genting itu. Dengan geram ia menghancurkannya. "Sebenarnya, ada yang mau beli pecahan itu, tapi saya tolak. Nanti malah jadi perkara lagi," tutur pensiunan kepala dukuh Gandon itu. Dua hari rumah itu bolong dari atas. "Saya nggak punya uang beli genting pengganti," kata ayah sembilan anak ini. Karena itu, ia pinjam sini pinjam sana, dan terkumpul Rp 71 ribu. Ia lalu membeli 3.000 genting baru. Selama rumahnya "telanjang" Marto dan keluarganya, syukur, tidak masuk angin. Yusroni Henridewanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini