Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Kritik soal penamaan JIS atau Jakarta International Stadium yang menggunakan Bahasa Inggris mendapat tanggapan dari anggota DPRD Fraksi Partai Gerindra Syarif.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Nama JIS dianggap melanggar peraturan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2019 yang mewajibkan setiap bangunan yang dibangun negara menggunakan Bahasa Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Nama Jakarta International Stadium atau JIS itu mendapatkan kritik dari mantan anggota Ombudsman, Alivin Lie. Dia menyinggung UU tersebut yang memang mengharuskan penamaan bangunan di Indonesia menggunakan Bahasa Indonesia.
Syarif menyarankan agar Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menggunakan nama berbahasa Indonesia, sehingga ada dua bahasa. “Kalau Bahasa Indonesia ya Stadion Internasional Jakarta,” ujar dia saat ditemui di Gedung DPRD, Jakarta Pusat, Selasa, 10 Mei 2022.
Menurut Syarif, UU Nomor 39 Tahun 2019 itu bunyinya memang ‘wajib’, artinya kepala daerah harus menjalankan aturan yang berlaku. Dia mengaku sependapat dengan Ombudsman, bisa menggunakan dua bahasa, misalnya JIS tetap ada tapi di bawahnya ada nama dalam Bahasa Indonesia.
Politikus Partai Gerindra itu menjelaskan bahwa memang padanan kata JIS itu bertujuan untuk mengikat memori publik, dan menggunakan Bahasa Indonesia agak sulit.
“Tapi itu kan UU-nya mengharuskan, kalau mau itu ya ada pengecualian tapi saya periksa tidak ada pengecualian. Pengecualian misalnya demi kepentingan apa boleh menggunakan bahasa asing, tidak ada pengecualian soal itu,” katanya.
Syarif mendorong agar Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk mematuhi UU soal penamaan JIS. Karena, dia berujar, kewajiban kepala daerah adalah menjalankan peraturan yang ada.
“Apa itu? Ya UU 39 tahun 2019 yang menyebut kewajiban untuk memberikan nama gedung apapun dalam Bahasa Indonesia,” tutur dia.