Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono menilai perlu ada evaluasi soal revitalisasi Halte Transjakarta Bundaran Hotel Indonesia (HI), Jakarta Pusat. Menurut dia, evaluasi adalah konsekuensi yang harus ditanggung mengingat pembangunan halte tidak melalui proses Tim Sidang Pemugaran (TSP) dan Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) DKI.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Barang siapa yang melanggar ketentuan, hukumnya wajib menerima konsekuensi itu," kata dia di Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Senin, 3 Oktober 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, pembangunan Halte Bundaran HI disebut melanggar prosedur dan etik soal cagar budaya. Sebab, kawasan Bundaran HI adalah Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB).
Kepala Dinas Kebudayaan DKI Iwan Wardhana mengakui tidak menerbitkan rekomendasi apapun untuk PT Transportasi Jakarta (Transjakarta). Tidak ada proses sidang di TSP dan TACB. Alasannya karena PT Transjakarta tak pernah memohonkan rekomendasi tersebut.
Gembong menganggap proses administrasi di TSP dan TACB seharusnya tidak dilewatkan. PT Transjakarta harus mengikuti ketentuan yang ada.
"Kalau tim pemugaran merekomendasikan itu harus dibongkar, ya harus dibongkar," ujar anggota Komisi A Bidang Pemerintahan DPRD DKI ini.
Revitalisasi Halte Transjakarta Tuai Polemik
Revitalisasi halte Transjakarta di Bundaran HI menuai polemik. Bangunan halte yang berukuran besar dan bertingkat dua itu dinilai mengganggu pemandangan terhadap Patung Selamat Datang yang berstatus objek diduga cagar budaya (ODCB).
Desakan agar Pemprov DKI menghentikan revitalisasi Halte Transjakarta Bundaran HI bermunculan, salah satunya dari sejarawan JJ Rizal. "Mohon pak gubernur @aniesbaswedan setop pembangunan halte @PT_Transjakarta yang arogan di kawasan cagar budaya penanda sejarah perubahan kota kolonial jadi kota nasional warisan Sukarno," kata dia dikutip dari cuitan Twitter @JJRizal, Kamis, 29 September 2022.
JJ Rizal telah mengizinkan Tempo untuk mengutip cuitan tersebut. Dia menjelaskan Patung Selamat Datang adalah warisan Presiden pertama RI, Soekarno dan Gubernur Jakarta periode 1964-1965, Hendrik Hermanus Joel Ngantung alias Henk Ngantung.
Kendaraan melintas di dekat proyek Revitalisasi Halte Transjakarta Bundaran HI, di Jakarta, Jumat, 23 September 2022. PT Transportasi Jakarta (TransJakarta) melakukan revitalisasi 46 halte bus, diantaranya; 4 halte ikonik, 4 halte terintegrasi antar moda angkutan dan peremajaan 38 halte biasa yang ditargetkan rampung akhir tahun 2022. TEMPO/M Taufan Rengganis
Beda Sikap Pemprov DKI pada Patung Selamat Datang Dulu dan Sekarang
Pembangunan Halte Transjakarta yang menghalangi pandangan warga terhadap Patung Selamat Datang di Bundaran HI seperti kebalikan dari sikap Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada 2018.
Saat meninjau proyek pengerjaan trotoar Sudirman-Thamrin untuk kesiapan Asian Games 2018, Anies Baswedan memutuskan untuk merobohkan jembatan penyeberangan orang (JPO) di depan Hotel Pullman, Jakarta Pusat.
Alasan orang nomor satu di DKI itu merubuhkan JPO tersebut, karena dia ingin mengulang momentum Asian Games 1962, yakni saat Indonesia pertama kali menjadi tuan rumah. "Jadi tidak ada yang menghalangi Patung Selamat Datang. Persis saat dulu," ujar Anies di Bundaran HI, Jakarta Pusat, Ahad, 22 Juli 2018.
Anies mengatakan sejarah Patung Selamat Datang dulu dibuat untuk perhelatan Asian Games 1962. Saat itu, patung yang terletak di tengah air mancur tersebut menjadi simbol selamat datang untuk para tamu perhelatan olahraga terbesar se-Asia itu.
Transjakarta Dinilai Langgar Prosedur
Kecaman terhadap proyek ini datang juga dari Ketua Tim Sidang Pemugaran (TSP) DKI Jakarta Boy Bhirawa. Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Jakarta, kata dia, telah mengusulkan Patung Selamat Datang dan kawasan Bundaran HI sebagai ODCB pada 2019. Namun, hingga kini pemerintah DKI belum menetapkan objek-objek tersebut sebagai cagar budaya.
ODCB, menurut Boy, harus diperlakukan sebagai cagar budaya. Dia menganggap ODCB yang terhalangi secara visual, misalnya tertutup bangunan, merupakan bentuk penguasaan secara sepihak atau oleh kelompok tertentu.
Boy menjelaskan PT Transjakarta seharusnya meminta dengar pendapat publik atau public hearing melalui TSP dan TACB. "Ini sebenarnya menjadi masukkan oleh gubernur untuk membuat keputusan," ucap dia.
TSP dan TACB berada dalam naungan Dinas Kebudayaan DKI Jakarta. Jika ada permohonan dari PT Transjakarta, maka TSP dan TACB akan menggelar sidang yang membahas revitalisasi Halte Bundaran HI. Hasil sidang akan menjadi dasar pertimbangan Dinas Kebudayaan untuk menerbitkan rekomendasi pembangunan halte di kawasan ODCB.
Masalahnya PT Transjakarta langsung membangun Halte Bundaran HI tanpa meminta rekomendasi dari TSP ataupun TACB. Walhasil, BUMD DKI itu dinilai telah melanggar prosedur cagar budaya yang seharusnya dilalui sebelum proyek revitalisasi Halte Transjakarta dimulai.