Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Arsip

Hari Kanker Sedunia, Menteri Kesehatan: Lakukan Deteksi Dini

Ia mengatakan akan sangat mahal dan rumit bila pasien terpaksa masuk rumah sakit dan melakukan pengobatan kanker.

4 Februari 2016 | 14.58 WIB

Menteri Kesehatan Prof. Dr. dr. Nila F. Moeloek berbicara pada Sidang World Health Assembly (WHA) ke-68 di Kantor PBB Jenewa, Swiss, 19 Mei 2015. Foto DokKementrian Luar Negeri
Perbesar
Menteri Kesehatan Prof. Dr. dr. Nila F. Moeloek berbicara pada Sidang World Health Assembly (WHA) ke-68 di Kantor PBB Jenewa, Swiss, 19 Mei 2015. Foto DokKementrian Luar Negeri

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kesehatan Nila Moeloek meminta masyarakat waspada terhadap penyakit kanker. Ia menghimbau agar masyarakat melakukan deteksi dini penyakit itu. "Usaha kita bersama itu lakukan deteksi dini," katanya pada peringatan hari Kanker Sedunia, 4 Februari 2015 di RS Dharmais, Jakarta.

Ia mengatakan akan sangat mahal dan rumit bila pasien terpaksa masuk rumah sakit dan melakukan pengobatan kanker. "Kanker itu akan menyebar, dengan deteksi dini, pengobatan bisa dilakukan secara lokal," katanya. Hal itu pula yang menjadi masalah utama masyarakat, termasuk masyarakan Indonesia. Menurutnya, karena lambat terdeteksi, sehingga kanker sudah menggerogoti pasien dan persentase kesembuhan menjadi semakin kecil.

Ketua Komite Penanggulangan Kanker Nasinal, Soehartati Gondhowiardjo mendukung pernyataan Nila. Ia mengatakan mendeteksi dini kanker bisa mencegah timbulnya kanker. Mendeteksi dini pun bisa meningkatkan persentase kesembuhan si pasien yang menderita kanker. "Semakin dini kanker ditemukan, semakin tinggi keberhasilan terapi," katanya. Keberhasilan pengobatannya bisa mencapai 98 persen.

Kanker adalah penyakit yang prosesnya lama terjadi. Ia mencontohkan kanker mulut rahim. Menurut Soehartati, proses mulut rahim normal menjadi kanker akan memakan waktu 3-17 tahun. Sehingga dengan deteksi dini, pengobatan bisa lebih cepat diberikan.

Simak: Kanker

Dokter Onkologi THT RSCM, Marlinda Adham, dalam presentasinya mengatakan deteksi dini perlu dilakukan. Ia mengatakan 1 dari 8 wanita di dunia tidak tahu terkena kanker. Padahal, ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk deteksi dini seperti pemeriksaan sendiri, pemeriksaan laboratorium, bisa pula pemeriksaan radiologi, serta pemeriksaan endoskopik. "Pemeriksaan itu bisa dilakukan secara berkala dengan frekuensi sesuai risiko yang dimiliki," katanya.

Selain deteksi dini, diharapkan masyarakat melakukan pola hidup sehat. Soehartati mengatakan data WHO, 43 persen dari masalah kanker dunia bia dipotong dengan pola hidup sehat. Pola hidup sehat bisa dilakukan dengan mengirangi faktor resikonya seperti tidak merokok atau terpapar asap rokok, tidak mengkonsumsi alkohol, memproteksi kulit dair paparan sinar ultraviolet, menghindari obesitas dengan siet seimbang dan aktivitas fisik dan pencegahan infeksi yang berhubungan dengan kanker.

Setelah mengetahui kondisi kanker yang diderita dengan deteksi dini, pasien diharapkan langsung mengikuti pengobatan resmi dokter. Soehartati mengatakan pihaknya pernah meneliti bahwa kanker semakin parah lantaran alih alih mengikuti proses penyembuhan resmi dokter, pasien mengikuti berbagai pengobatan alternatif.

Hal itu diduga lantaran pasien mendapatkan informasi yang kurang akurat tentang pengobatan kanker. "Sayangnya, selama mencari pengobatan alternatif, kanker itu terus menggerogoti pasien sehingga saat ke dokter, penyakitnya sudah parah," katanya. Ketika penyakit semakin parah, tentu persentase keberhasilan semakin menurun dan biaya pengobatan pun membengkak.

Soehartati, yang merupakan dokter radiotherapi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo itu mengatakan semua pengobatan alternatif, baik yang tradisional ataupun pengobatan lain, hanya bersifat suplemen. Pengobatan itu hanya berguna untuk menunda tumbuh sel kanker, tapi tidak mematikan sel kanker.

Ia pun mengingatkan bahwa pengobatan kanker memperlukan terapi multimodalitas. Pengobatan itu terdiri dari pembedahan, radioterapi dan kemoterapi. Pasien diharapkan mengikuti semua pengobatan itu. "Banyak pasien yang akhirnya hanya mengikuti salah satu pengobatan saja. Akhirnya, kanker itu tetap tumbuh dan menyebar," katanya.

Saat ini, 8,2 juta orang meninggal setiap tahun akibat kanker di seluruh dunia. Dua pertiga dari jumlah tersebut berasal dari negara berpenghasilan rendah dan menengah. 4 dari 8,2 juta itu meninggal pada usia 30-49 tahun.

Angka ini meningkat dari sebelumnya 7,6 juta pada 2008. Diperkirakan angka kematian akibat penyakit kanker akan terus meningkat menjadi 11,5 juta pada 2025 jika tidak dilakukan upaya pencegahan yang dan pengendalian yang efektif dan masif.

Data WHO menyebutkan kasus baru penyakit kanker meningkat dari 12,7 juta orang pada 2008 menjadi 14,1 juta orang pada 2012. Diperkirakan angka itu terus melonjak hingga 19,3 juta orang pada 2025.

Dalam rilisnya, Direktur Regional WHO untuk Asia Tenggara Poonam Khetrapal Singh mengatakan konsumsi tembakau adalah penyebab 22 persen kematian karena kanker di dunia, dan penyebab utama penyakit di Asia Tenggara. Konsumsi alkohol, pola makan buruk dan kurangnya aktivitas fisik adalah penyumbang lain dengan dampak pada keadaan sosial, ekonomi dan perkembangan seseorang.

Di kawasan Asia Tenggara, kecelakaan kerja dan paparan terhadap zat-zat di lingkungan terus menjadi sumber kanker dan kematian dini. Para pekerja terus terpapar matahari di ladang atau zat kimia di pabrik adalah penyebab kanker . Polusi udara juga meningkatkan risiko kanker.

Di kawasan ini, terdapat 14 kota dengan polusi tertinggi, sehingga pemerintah perlu menjadikan hal ini suatu kedaruratan. Tingginya infeksi kronik yang disebabkan Human papillomavirus (HPV), hepatitis B, hepatitis C dan Helicobacter pylori menjadi penanda makin pentingnya pencegahan kanker.

Di Indonesia, prevalensi penyakit kanker juga cukup tinggi. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar 2013, prevalensi kanker di Indonesia 1,4 per 1000 penduduk atau sebanyak 347 ribu orang. Kanker tertinggi di Indonesia pada wanita adalah kanker payudara dan kanker leher rahim, sedangkan untuk laki-laki adalah kanker paru dan kanker kolorektal.

Data sitem Informasi Rumah Sakit 2010, kasus rawat inap kanker payudara 12.014 kasus atau 28,7 persen, sedangkan kanker leher rahim sebanyak 5.349 kasus atau 12,8 persen.

Beban pembiayaan penyakit kanker pun menjadi permasalahan untuk pemerintah dan masyarakat. Laporan Jaminan Kesehatan masyarakat menunjukan pada 2012, pengobatan kanker menempati urutan kedua setelah hemodialisa yaitu sebesar Rp 144,7 miliar. Data Badan Penyelenggara Jaminan Sosial pada 2015 menyebutkan penderita kanker yang mendapatkan pengibatan sebanyak 937 ribu kasus. Pengobatan kanker itu pun sudah menelan sebanyak Rp 1,64 triliun versi BPJS.

MITRA TARIGAN

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jobpie Sugiharto

Jobpie Sugiharto

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus