Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua IM57+ Institute M. Praswad Nugraha mendesak KPK untuk mengusut tuntas kasus korupsi di Maluku Utara yang berhubungan dengan izin usaha pertambangan. Praswad meminta agar KPK tidak ragu-ragu memeriksa Direktur PT Smart Marsindo, Shanty Alda Nathalia sebagai saksi dalam kasus dugaan suap kepada Gubernur Maluku Utara nonaktif, Abdul Gani Kasuba alias AGK.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Praswad sepakat jika KPK menggunakan upaya paksa untuk menjemput Shanty karena mangkir dua kali dari panggilan KPK. “Dari segi hukum, KPK dibenarkan untuk menggunakan upaya paksa sesuai dengan Pasal 112 ayat (2) KUHAP,” kata Praswad melalui keterangan tertulis yang diterima Tempo pada Senin, 26 Februari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Upaya itu, kata Praswad, penting guna menunjukkan keseriusan KPK sebagai lembaga penegak hukum. “Lemahnya KPK dalam menangani saksi yang tidak secara serius menanggapi KPK akan menjadi ‘virus’ yang menular pada saksi pada kasus lain untuk ditiru,” ucap Praswad.
Praswad berharap KPK dapat menjaga independensinya dari segala bentuk upaya intervensi politik. Khususnya, saat melakukan tindakan terhadap para saksi yang terafilisiasi politik. Sebab ketidakhadiran saksi dapat menimbulkan kecurigaan.
Praswad menduga ada skenario lain yang sedang disusun oleh saksi saat mangkir dari panggilan KPK. Oleh karena itu, KPK perlu melakukan tindakan pencegahan guna mengantisipasi kemungkinan penyebab, yang mendasari ketidakpatuhan saksi. “Ini penting untuk tidak semakin menjerumuskan KPK dalam lubang ketidakpercayaan publik,” kata Praswad.
KPK telah menahan Abdul Gani Kasuba (AGK) melalui Operasi Tangkap Tangan atau OTT bersama 17 orang lain di Maluku Utara dan Jakarta Selatan pada Senin, 18 Desember 2023 lalu. Mulanya, KPK memperoleh informasi adanya penyerahan sejumlah uang melalui transfer rekening bank ke rekening penampung yang dipegang oleh Ramadhan Ibrahim (RI) ajudan AGK.
Setelah melakukan verifikasi dan mengumpulkan bahan keterangan maupun bukti, kasus naik ke tahap penyidikan. KPK menyita uang tunai sekitar Rp 725 juta dari dugaan penerimaan Rp 2,2 miliar.
Dengan begitu, KPK menetapkan AGK dan enam orang lainnya sebagai tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah Adnan Hasanudin (AH) selaku Kadis Perumahan dan Pemukiman, Daud Ismail (DI) Kadis PUPR, Ridwan Arsan (RA) selaku Kepala BPPBJ, Ramadhan Ibrahim (RI) selaku Ajudan, Stevi Thomas (ST) selaku Swasta, dan Kristian Wuisan (KW) selaku swasta.