Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ringkasan Berita
Bisnis angkutan lunglai terimbas pandemi Covid-19.
Simpang-siur kebijakan menambah persoalan.
Stimulus pelonggaran pembiayaan untuk pengemudi ojek online terhambat masalah data.
HAMPIR dua pekan ini ratusan bus antarkota antarprovinsi (AKAP) milik Perusahaan Otobus Lorena menganggur. Hanya 40 dari sekitar 400 unit bus milik PT Eka Sari Lorena Transport Tbk tersebut yang beroperasi setiap hari. Itu pun dengan tingkat keterisian penumpang tak lebih dari 60 persen.
Ratusan bus lain yang juga dikelola perseroan, seperti unit Transjabodetabek—layanan bus pengumpan Transjakarta—dan Jabodetabek Airport Connexion tujuan bandar udara, lebih dulu mandek. “Percuma jalan, enggak ada penumpang,” kata Managing Director PT Eka Sari Lorena Transport Tbk Dwi Ryanta Soerbakti, Kamis, 2 April lalu.
Bisnis transportasi lunglai sejak pemerintah menerapkan kebijakan bekerja dari rumah (work from home) mulai 16 Maret lalu untuk mencegah meluasnya penyebaran wabah virus corona. Simpang-siur kebijakan pembatasan operasi angkutan umum selama masa tanggap darurat corona pun sempat membuat industri kalang-kabut.
Semula, Dinas Perhubungan DKI Jakarta menerbitkan surat penghentian layanan semua bus AKAP, bus antar-jemput antarprovinsi yang trayek asal dan tujuannya DKI Jakarta, serta bus pariwisata yang berdomisili di Ibu Kota. Sedianya, pembatasan akses bus berlaku mulai Senin, 30 Maret lalu, pukul 18.00.
Diteken Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo, surat bernomor 1588/-1.819.611 itu juga menyiapkan sanksi bagi para pelanggar. Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) menindaklanjutinya dengan mengeluarkan surat edaran bernomor SE 5 BPTJ Tahun 2020 yang meminta pembatasan angkutan umum hingga jalan tol.
Pengusaha bus, yang mengetahui rencana tersebut beberapa hari sebelumnya, berancang-ancang. Organisasi Angkutan Darat (Organda) sempat menyebutkan bahwa sekitar 48 ribu bus akan dikandangkan mulai Senin sore itu.
Namun, belakangan, semuanya berubah setelah Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan membatalkannya. Pelaksana tugas (plt) Menteri Perhubungan itu—menggantikan sementara Budi Karya Sumadi, yang tengah dirawat karena terjangkit Covid-19—menunda rencana pembatasan operasi bus hingga ada kajian mengenai dampak ekonomi. “Sesuai dengan arahan Menko Maritim dan Investasi selaku plt Menhub, pelarangan operasi itu ditunda dulu, sambil menunggu kajian dampak ekonomi secara keseluruhan,” juru bicara Kementerian Perhubungan, Adita Irawati, menginformasikan.
Di tengah kondisi yang serba tak pasti, Organda kini kembali dipusingkan oleh rencana baru kenaikan harga tiket dan pembatasan jumlah penumpang bus untuk membatasi jumlah pemudik di tengah pandemi. Rancangan kebijakan ini disampaikan juru bicara Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Jodi Mahardi.
Menurut Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Organda Ateng Haryono, kas operator bus kini tengah berdarah-darah. Omzet angkutan penumpang turun lebih dari 75 persen. “Ini sudah dialami bahkan jauh saat corona mulai diumumkan, kemudian ada physical distancing,” tutur Ateng, Ahad, 5 April lalu. Akibat situasi ini, pengusaha bus kini khawatir tidak bisa membayar sejumlah kewajiban pajak, retribusi, juga kredit bank.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo