Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Partai NasDem Malaysia, Tengku Adnan, langsung menyanggupi permintaan Jaksa Penuntut Umum untuk menjadi saksi dalam perkara dugaan pemalsuan data pemilih dalam Pemilu 2024 di Kuala Lumpur. Adnan mengaku ingin membongkar fakta atas pernyataan Panitia Pemilih Luar Negeri atau PPLN Kuala Lumpur, Malaysia, yang menyebut partai politik telah melobi PPLN soal pemilih dalam Pemilu di negeri Jiran itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Terbang dari Bandara Internasional Kuala Lumpur, Selangor, Malaysia, menuju Jakarta pada Rabu pagi, 13 Maret 2024, Adnan masih dongkol atas narasi yang menyebut partai politik melobi PPLN untuk menambah atau mengurangi jumlah pemilih. Menurut dia, pemerian itu juga masif mengalir di grup aplikasi perpesanan dan sosial media Facebook. Belakangan, beberapa media juga mengutip narasi yang juga dakwaan Jaksa Penuntut Umum itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Saya disalahkan, kelakuan Adnan ini. Kalau salah, tidak mungkin saya semangat dan hadir langsung,” kata Adnan ditemui di kawasan Jakarta Pusat, pada Senin, 18 Maret 2024.
Senyampang menguatnya narasi itu, Adnan menyebut PPLN juga menyudutkan cum seolah menuding dirinya menjadi aktor dalam lobi-lobi itu. Dua fenomena itu membuhul sekaligus mendorong Adnan agar suatu saat ada momentum yang tepat untuk mengapungkan cerita versi dirinya.
Meski demikian, Adnan yang juga bekas Ketua PPLN Kuala Lumpur periode 2014 itu tak mengindahkan tudingan itu. Dia ingin menyampaikan pembelaannya dalam forum yang resmi dan bukan sekadar cuap-cuap di media sosial atau tongkrongan kafe.
“Saya diam. Ada momentum ini (jadi saksi), biar menjadi pembelajaran semua pihak,” kata Adnan.
Sebelum itu, tujuh anggota non-aktif PPLN Kuala Lumpur didakwa memalsukan data dan daftar pemilih luar negeri pada Pemilu 2024 di Kuala Lumpur, Malaysia, atas lobi partai politik. Mereka adalah Ketua PPLN Kuala Lumpur Umar Faruk, Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Keuangan Tita Octavia Cahya Rahayu, Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Data dan Informasi Dicky Saputra, Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi SDM Aprijon, Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Sosialisasi Puji Sumarsono, Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu Khalil, dan dan bekas Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Logistik Masduki Khamdan Muhammad.
Tiba di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Adnan langsung memarani Pengadilan Negeri Jakarta Pusat di kawasan Kemayoran. Mestinya, Adnan akan memberi kesaksian pada hari itu juga, tapi rencana itu buyar karena jadwal pemeriksaan saksi mundur pada Jumat, 15 Maret 2024. Alasannya, ada terdakwa IV dan VII mengajukan eksepsi atau nota keberatan.
“Saya semangat, datang langsung,” kata Adnan.
Jaksa Penuntut Umum sebenarnya mengizinkan para saksi dari partai politik di Kuala Lumpur hadir secara daring atau online, tapi Adnan mengaku tidak lega bila tak menyampaikan secara langsung. Ketika itu, dari tiga saksi partai politik yang diminta kesaksian, hanya Adnan yang hadir secara luring, dua saksi dari partai politik lain hadir secara daring.
“Biar terbongkar semua,” kata Adnan.
Bantahan Adnan telah Lobi PPLN soal Kisruh Pemilu di Kuala Lumpur
Adnan membantah tuduhan dari Panitia Pemilihan Luar Negeri atau PPLN Kuala Lumpur bahwa partai politik melobi untuk menambahkan dan mengurangi jumlah pemilih pada Pemilu 2024 di negeri Jiran. Adnan menyebut justru PPLN yang melobi partai politik.
Rapat pleno dengan agenda penetapan daftar pemilih tetap di Aula Hasanuddin Kedutaan Besar Republik Indonesia Malaysia pada 21 Juni 2023 itu berlangsung tidak seperti biasanya. Dalam dua rapat pleno sebelumnya, rapat berlangsung hanya sekitar satu hingga dua jam. Namun, pada rapat pleno dengan agenda menetapkan daftar pemilih tetap atau DPT untuk Pemilu 2024 di Kuala Lumpur itu berlangsung hampir lima jam.
“Banyak perdebatan soal daftar pemilih,” kata Adnan saat ditemui di kawasan Jakarta Pusat, pada Senin, 18 Maret 2024. Kesaksian Adnan ini juga disampaikan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Jumat, 15 Maret kemarin, saat dirinya didapuk sebagai saksi.
Adnan bercerita, rapat yang dimulai dari pukul 20.00 hingga 01.00 dini hari itu terjadi dua kali pending atau break karena pembahasan tentang jumlah pemilih untuk metode Tempat Pemungutan Suara atau TPS, Kotak Suara Keliling atau KSK, dan TPS Pos, belum menemukan jalan terang. Partai politik disebut mempersoalkan metode KSK yang sedikit daripada TPS.
Sekitar pukul 24.00, Ketua PPLN yang juga pemimpin rapat Umar Faruk mengusulkan sidang dipending agar panitia bisa berunding secara internal. Ketika para panitia PPLN meninggalkan lokasi menuju ruang rapat, Sekretaris PPLN Kuala Lumpur Hendra Purnama Iskandar mendatangi Adnan, perwakilan Partai Perindo, dan Partai Golkar yang saat itu masih di aula.
Ketika mendatangi Adnan dan dua perwakilan partai politik lain, Hendra langsung mengusulkan untuk menggeser daftar pemilih dari TPS ke KSK sebanyak 10 ribu. Sebelum usulkan itu keluar, Hendra sempat mengeluh karena rapat pleno sudah hampir lima jam tapi belum ada kesepakatan.
“Supaya ini tidak terlalu panjang. Biasanya pleno hanya 2 jam,” kata Adnan menirukan pernyataan Hendra.
Namun, partai menolak usulan Hendra karena masih terlalu sedikit. Usulan partai politik adalah menggeser 30 hingga 100 ribu pemilih. Namun, akhirnya mereka menyepakati untuk menggeser daftar pemilih sebesar 50 ribu.
“Dia duluan yang mendatangi kami. Partai politik tidak pernah melobi,” kata Adnan. Akhirnya, jumlah pemilih di KSK dari 525 menjadi 67.945.
Adnan menyebut metode KSK harusnya mendapat porsi banyak karena lebih efektif untuk menjaring partisipasi masyarakat daripada TPS. Dia beralasan, kalau metode TPS, pemilih mesti ke tempat pemilihan yang sudah ditentukan oleh panitia, sedangkan metode KSK justru PPLN dan perangkat Pemilu mendatangi para pemilih ke lokasi mereka bekerja atau berkumpul. Toh, partai beralasan dalam Pemilu sebelumnya pemilih yang datang ke TPS maksimal hanya 50 ribu. Sedangkan, dalam rapat itu jumlah pemilij TPS masih sekitar 200 ribu lebih.
“Sayang surat suaranya, jadi bungkus nasi lemak. Partisipasi pemilih yang penting,” kata Adnan.
Keempat orang itu kemudian menyepakati untuk menambahkan komposisi pemilih di KSK sebanyak 50 ribu. Hendra lantas menuju ruangan rapat PPLN untuk menyusul para rekannya, tapi tidak sampai lima menit mereka sudah rampung dan menyepakati adanya penambahan 50 ribu pemilih ke metode KSK.
Secara keseluruhan, rapat pleno itu memutuskan TPS Luar Negeri berjumlah 222.936, KSK 67.945, Pos 156.367, dengan jumlah pemilih di Kuala Lumpur sebanyak 447.258 orang. Walhasil, PPLN mengirimkan berita acara rapat tersebut ke Komisi Pemilihan Umum dengan nomor 009/PP/05.1.BA/078/2023 tertanggal 21 Juni 2024.
Dalam rapat itu juga dihadiri sembilan perwakilan partai politik, seperti Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Gerindra, Partai Perindo, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Golkar, Partai Amanat Nasional, Partai Hanura, Partai NasDem, Partai Kebangkitan Bangsa. Selain partai politik, unsur KBRI juga turut menghadiri perundingan itu, di antaranya perwakilan BIN Luar Negeri Kuala Lumpur Brigjen Hermanto Kurnia Pria dan Atase KBRI Kuala Lumpur Abelian Yodha. Dari unsur Pantarlih ada Jamal. Dan tiga Panwaslu Kuala Lumpur, yaitu Rizky Al Farizie, Haidar Mohalisi, dan Arrazi.
Sementara itu, Hendra membantah dirinya melakukan lobi kepada perwakilan partai politik soal penambahan jumlah pemilih metode KSK pada penetapan DPT Kuala Lumpur. Hendra mengaku ia menemui Adnan dan dua partai lain untuk menjembatani komunikasi antara partai politik dan anggota PPLN Kuala Lumpur yang ketika itu mengalami kebuntuan.
“Pada saat itu kami berjalan menghampiri Pak Adnan dan Pak Tohong, untuk membangun komunikasi, menjembatani, tidak adanya komunikasi antara PPLN dan teman-teman dari parpol,” kata Hendra saat memberi keterangan lewat telekonferensi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Senin malam, 18 Maret 2024, seperti dikutip Antara.