Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Arsip

Jerit Sopir Taksi saat PPKM Level 3: Dimakan Emak Mati, Gak Dimakan Bapak Mati

Para sopir taksi merasa kebijakan PPKM yang membatasi aktivitas masyarakat mengurangi pendapatan mereka

9 Februari 2022 | 01.50 WIB

Seorang sopir taksi menunggu penumpang di kawasan Karet Kuningan, Jakarta, Jumat, 25 September 2020. ANTARA/Aprillio Akbar
Perbesar
Seorang sopir taksi menunggu penumpang di kawasan Karet Kuningan, Jakarta, Jumat, 25 September 2020. ANTARA/Aprillio Akbar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah pusat menaikkan status pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM di DKI Jakarta menjadi Level 3. Sejumlah sopir taksi konvensional dan online menilai peningkatan status PPKM ini bakal berdampak pada perekonomian mereka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Warsun Hidayat, seorang sopir taksi yang beroperasi di kawasan Sudirman, mengatakan kebijakan PPKM tidak menguntungkan bagi profesinya. Aktivitas masyarakat yang dibatasi pasti berdampak pada berkurangnya orang-orang yang menggunakan jasanya.

 

“Kalau aktivitas kurang berarti otomatis sewa kurang, jadi PPKM ini saya kurang setuju,” katanya saat ditemui Tempo, Selasa, 8 Februari 2022.

 

Sebagai warga pendatang dari Banjarnegara, Jawa Tengah, Warsun merasa dampak dari PPKM Level 3 terasa lebih berat baginya. Pasalnya ia dan keluarga masih tinggal di rumah kontrakan di Jakarta. “Kalau gak ada pendapatan sama sekali, mau bayar (pakai) apa kontrakan itu,” ucap dia.

 

Keresahan yang sama dialami pula oleh Yanto, sopir taksi yang beroperasi di kawasan Gatot Subroto. Dia menilai orang yang menjalani profesi sepertinya berada di tengah ketidakpastian di masa pandemi ini. “Yang kaya makin kaya, yang menderita (makin) menderita. Ini supir dilema, enggak jalan salah, jalan juga salah,” ujarnya.

 

Kebijakan PPKM di masa pandemi ini, menurut Yanto, ibarat memakan buah Simalakama bagi mereka yang bekerja di jalanan. “Dimakan emak mati, enggak dimakan bapak juga mati,” tuturnya.

 

Sementara itu, seorang pengemudi taksi online, Memed, merasa lebih siap dalam menghadapi pemberlakuan PPKM Level 3 di DKI Jakarta dan sekitarnya kali ini. Ia merasa sudah memiliki pengalaman saat kebijakan yang sama diberlakukan tahun lalu. Namun dia tetap berharap pemerintah tidak berlarut-larut menetapkan PPKM.

 

Pemuda berusia 24 tahun asal Pasar Minggu itu membenarkan jika pendapatannya turun selama pandemi dan pemberlakuan PPKM. Dia menyebut kebijakan ini bakal lebih berpengaruh pada orang berkeluarga, mengingat status dia masih lajang. “Harapannya, ya, pengen cepat selesai aja, sih, biar balik normal kayak dulu,” katanya.

 

Pemerintah menetapkan daerah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi menjadi PPKM Level 3. Selain Jabodetabek, pemerintah juga menaikkan pembatasan di Bali, Yogyakarta, dan Bandung Raya ke level 3.

 

"Jabodetabek, DIY, Bali, Bandung Raya akan ke level 3," kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dalam jumpa pers pada Senin, 7 Februari 2022

 

Luhut mengatakan kenaikan level PPKM ini bukan karena tingginya kasus Covid-19 atau rendahnya tracing. Namun, lebih pada karena meningkatnya rawat inap di rumah sakit.

 

Daniel Ahmad Fajri

Bergabung dengan Tempo pada 2021. Kini reporter di kanal Nasional untuk meliput politik dan kebijakan pemerintah. Bertugas di Istana Kepresidenan pada 2023-2024. Meminati isu hubungan internasional, gaya hidup, dan musik. Anggota Aliansi Jurnalis Independen.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus