Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ayah penyusup pesawat Garuda GA 177, Mario Steven Ambarita, Manahan Ambarita, mengungkapkan bahwa sikap anak sulungnya setelah nekat masuk rongga ban pesawat Garuda GA 177 tidak stabil. Mario masih berbicara ngawur dan mudah tersulut emosi bila diberi nasihat.
"Pikirannya itu belum stabil," kata Manahan saat dihubungi Tempo, Sabtu, 18 April 2015.
Manahan mengatakan Mario masih saja berambisi menjadi orang sukses di perantauan untuk membahagiakan keluarga. Terlebih, dia berangan-angan menjadi menteri dalam kabinet Joko Widodo.
Melihat sikap Mario yang tidak seperti biasanya, Manahan menduga perubahan sikap dan pikirannya itu merupakan dampak buruk dari getaran di dalam rongga ban pesawat. "Saya rasa ini efek dari getaran pesawat," dia menduga.
Manahan berharap kepada banyak orang, jika melihat Mario, agar segera memberi tahu keluarga atau melapor kepada polisi. Pihak keluarga telah melaporkan kejadian kaburnya Mario, yang saat ini berstatus tersangka, kepada Kepolisian Sektor Bagan Batu, Rokan Hilir. "Kami juga sudah melapor kejadian ini kepada pihak bandara (penyidik PPNS Kementerian Perhubungan)," ujarnya.
"Kami berharap, jika ada yang melihat Mario, segera hubungi kami. Janganlah memvonis atau menghakimi dia yang macam-macam," kata ayahnya.
Manahan mengaku sebelumnya keluarga sudah berencana membawa Mario ke psikiater di salah satu rumah sakit di Pekanbaru pada Selasa pekan depan. "Rencananya kami akan periksa kejiwaannya Selasa depan," ujarnya.
Seperti diketahui, kisah Mario Steven Ambarita, 21 tahun, menumpang pesawat Garuda Indonesia GA 177 dari Pekanbaru ke Jakarta pada Selasa, 7 April 2015, amat mengagetkan. Mario ditemukan petugas saat keluar dari dalam rongga pesawat Garuda Indonesia GA 177 yang berangkat dari Bandara Sultan Syarif Kasim II, Riau, ke Soekarno-Hatta, Jakarta, pada Selasa malam, 7 April 2015.
Petugas di apron Bandara Soetta pun kaget. Mario langsung dibawa ke klinik untuk diperiksa kesehatannya. Tubuhnya membiru karena dekompresi dan kekurangan oksigen, sementara telinga kirinya mengeluarkan darah.
Setelah pemeriksaan 24 jam, Penyidik Pegawai Negeri Sipil Kementerian Perhubungan menetapkan warga Jalan Kapuas Ujung, Bagan Batu, Rokan Hilir, itu sebagai tersangka. Ia terbukti melanggar undang-undang penerbangan.
Mario tidak ditahan meski ditetapkan sebagai tersangka. Sebab, tuntutan hukumnya hanya 1 tahun penjara. Penyidik akhirnya membebaskan Mario dan memulangkannya ke kampung halaman di Bagan Batu, Rokan Hilir, pada Selasa, 14 April 2015. "Tapi proses hukum akan terus berjalan dan terbuka," kata Ketua Tim Penyidik PPNS Kementerian Perhubungan Rudi Ricardo.
RIYAN NOFITRA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini