Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Arsip

Polisi Korban Bom Sarinah: Saya Ditembak dari Jarak 2 Meter

Inspektur Dua Doddi Mariadi dan Inspektur Dua Suhadi dan John Hasen, korban bom Sarinah di Jalan Thamrin mengaku ditembak teroris dari jarak 2 meter.

27 Februari 2018 | 14.07 WIB

Jaksa Penuntut Umum menghadiri tiga orang korban bom Sarinah untuk menjadi saksi dengan terdakwa Oman Rochman alias Aman Abdurrahman di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 27 Februari 2018. Tempo/Imam Hamdi
Perbesar
Jaksa Penuntut Umum menghadiri tiga orang korban bom Sarinah untuk menjadi saksi dengan terdakwa Oman Rochman alias Aman Abdurrahman di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 27 Februari 2018. Tempo/Imam Hamdi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Oman Rochman alias Aman Abdurrahman, terduga otak teror bom Sarinah di Jalan MH. Thamrin, Jakarta Pusat, pada 14 Januari 2016, menjalani persidangan lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 27 Februari 2018. Sidang ketiga itu dipimpin Hakim Ketua Ahmat Zaini dan anggota Irwan, Ratmaho, Aris Bawono dan Sudjarwanto.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Jaksa penuntut umum (JPU), menghadirkan tiga orang saksi yang menjadi korban bom Sarinah, yakni Inspektur Dua Doddi Mariadi, Inspektur Dua Suhadi dan John Hasen. Doddi Mariadi dan Suhadi adalah anggota Polisi Lalu Lintas Polda Metro Jaya. Sedangkan John Husen karyawan yang berada di Cafe Starbuck Sarinah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Doddy mengatakan, saat kejadian dirinya sedang dalam tugas pengamanan hasil pilkada di Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan piket di Kepolisian Sektor Menteng. Pada hari kejadian, dirinya langsung ditugaskan komandannya ke Starbucks di kawasan Thamrin, karena di sana ada ledakan. "Saya pakai mobil langsung berbalik arah dan menuju Starbucks," kata Doddi dalam persidangan.

Saat mobil yang dikemudikan Doddi mendekati Starbucks, tiba-tiba pelaku teror is yang menggunakan rompi hitam dan menenteng pistol, mendekati dirinya. Saat itu, Doddi menghentikan kendaraannya, dan menutup secara manual jendela mobil yang dikendarainya.

Belum sempat jendela tertutup seluruhnya, pelaku langsung melepaskan tembakan ke arahnya, sehingga mengenai perutnya. "Beruntung sedikit tertahan kaca jendela," ujar Doddi. "Jarak antara saya dan pelaku sekitar 2 meter."

Awalnya, Doddi mengira bahwa pelaku adalah petugas polisi karena menggunakan rompi hitam. Namun, Doddi tersadar bahwa dia pelaku teror lewat senjata laras pendek yang digunakan. "Dia bukan pakai senjata organik yang biasa dipakai polisi. Di sana saya baru sadar kalau itu pelaku dan langsung mengarahkan tembakan ke arah saya," ucap Doddi.

Doddi mengatakan tidak dapat melakukan perlawanan, karena tidak membawa senjata. Akhirnya, dia langsung membawa mobil ke arah perempatan Kebon Sirih. Rekan Doddi yang melihatnya berlumuran darah, langsung melarikan dirinya ke rumah Sakit Budi Kemulyaan. "Lalu saya dirujuk ke RSPAD. Saya dirawat enam hari," ujar Doddy.

Menurut Doddi, perawatan pertama seluruhnya ditanggung pemerintah. Namun, setelah pemeriksaan rawat jalan, Doddi lebih banyak menggunakan uangnya sendiri. "Saya kumpulkan berkasnya (biaya berobat)," ujar Doddi.

Sedangkan Suhadi tertembak di bagian punggungnya. Saat itu, Suhadi sedang duduk-duduk bersama tukang ojek di dekat pos polisi di kawasan Thamrin. Karena mendapatkan informasi dari atasanya ada serangan bom di Starbucks, Suhadi diminta ke lokasi ledakan. "Saya langsung ke Starbucks," ujar Suhadi.

Sebelum sampai ke Starbucks, Suhadi terkena tembakan dari pelaku teroris. Seperti halnya Doddi, Suhadi juga tertembak dari jarak sekitar 2 meter, dari arah belakang. "Pelaku keluar dari kerumunan dan langsung menembak, dan mengenai bagian punggung saya," ujarnya. "Saya terasa punggung saya berdarah saat teman membantu saya naik motor."

Suhadi langsung dilarikan ke Rumah Sakit Abdi Waluyo, dan menjalani perawatan selama sepuluh hari di sana. "Di dekat pos polisi ada dua korban tewas. Dan pelaku juga tewas ditembak," kata Suhadi.

Dalam kasus bom Thamrin, Aman berperan sebagai pengendali di balik teror tersebut. Dia dituduh mendorong supaya dilakukan perbuatan amaliah. Tak hanya itu, Aman dianggap berperan dalam perekrutan pelaku aksi teror tersebut.

Aman dijerat dengan Pasal 14 jo Pasal 6 Perppu nomor 1 Tahun 2002 yang telah ditetapkan menjadi UU nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Bom Sarinah pada 14 Januari 2016 itu menelan korban 16 orang, termasuk yang meninggal di lokasi.Dari belasan korban itu, terdapat terduga teroris.

 

 

Imam Hamdi

Bergabung dengan Tempo sejak 2017, setelah dua tahun sebelumnya menjadi kontributor Tempo di Depok, Jawa Barat. Lulusan UPN Veteran Jakarta ini lama ditugaskan di Balai Kota DKI Jakarta dan mendalami isu-isu human interest.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus