Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KEBAKARAN di Medan dua pekan lalu bukan yang pertama terjadi di
Kampung Sukaramai II dalam 10 tahun terakhir. Tapi sebagaimana
dibenarkan Komandan Kepolisian Medan Kolonel Darwo Soegondo,
yang terjadi sekali ini bukan saja lebih besar dari yang terjadi
di kampung itu 1968 dan 1972 lalu. Tapi terbesar di Medan selama
ini termasuk yang terjadi di Pusat Pasar awal tahun lalu.
Setelah kompor di dapur Lim meledak Sabtu siang api menjalar
begitu cepat. Tak sampai 20 menit bukan saja rumahnya yang
berdinding papan dengan atap rumbia habis, bahkan banyak rumah
tetangga menyusul menjadi puing. Sampai Rabu pekan lalu angka
kerugian dalam rupiah masih dihitung-hitung. Namun mereka yang
kehilangan tempat tinggal dalam perhitungan polisi nyaris separo
dari 13 ribu penduduk kampung Sukaramal itu.
Kampung yang sebagian besar penduduknya keturunan Cina dan
selama ini dikenal dengan sebutan Loh A Yok itu memang padat.
Tak heran selain petugas mengaku mendapat kesulitan dalam usaha
memadamkan api, ada penduduk yang curiga"jangan-jangan kebakaran
ini seperti diharapkan . . ." Alasannya, sebagaimana dikatakan
penduduk tadi jauh sebelum kebakaran terjadi kampung ini
disebut-sebut sebagai bakal ditertibkan.
Membuktikan kecurigaan itu jelas sulit. Tapi perkara penertiban
kampung memang sudah disebut-sebut oleh Walikota Saleh Arifin.
Dalam hal ini Kampung Kotamatsum I, II dan III sudah ditunjuk
untuk dijadikan Proyek Percontohan Perbaikan Kampung pertama di
luar Pulau Jawa.
Puing-Puing
Untuk proyek tersebut Pemerintah Kotamadya Medan sudah minta
pihak Propinsi Sumatera Utara agar segera menyusun rencananya
sebelum APBD Kotamadya Medan 1979/1980 disyahkan. Pemerintah
Propinsi memang akan menjadi pelaksana dari proyek yang seperti
di banyak daerah lain mendapat bantuan kredit dari Bank Dunia
itu.
Sampai akhir Januari lalu, rencana yang dimaksud belum lagi
terbit. Namun bisa dipastikan, sesudah Kotamatsum tentunya
menyusul perbaikan di Sukaramai II. Sebab sebagaimana dikatakan
Kepala Ketertiban Kotamadya Medan J.L. Girsang SH "Sukaramai
termasuk daerah rawan seperti Kotamatsum, karena selama ini
sukar diatur."
"Keresahan penduduk tidak akan terjadi karena pemerintah tidak
akan main gusur begitu saja," ucap Walikota. Alhasil Pemerintah
Kotamadya Medan bangga akan dilaksanakannya proyek perbaikan
kampung di daerahnya. Sungguhpun begitu proyek tersebut
terlambat bukan saja karena belum dimulai tapi karena beberapa
kota "sekelas" dengan Medan sudah memulainya sejak beberapa
waktu. Jakarta sejak awal 1970-an menyusul Ujung Pandang dan
Surabaya sejak 4 tahun lalu.
Sementara di Medan proyek itu nanti akan disebut Proyek Amir
Hamzah, di Jakarta dan Surabaya masing-masing disebut Proyek
Husni Thamrin dan Wage Rudolf Supratman.
Kampung-kampung yang sudah dijamah Proyek Husni Thamrin di
Jakarta jelas lebih banyak dibanding kampung-kampung yang
dijamah Proyek Supratman di Surabaya. Sungguh pun begitu proyek
perbaikan kampung yang sudah dilaksanakan di kota kedua terbesar
sesudah Jakarta itu lumayan. Untuk 18 kampung menelan anggaran
Rp 2 milyar. Sedang untuk biaya 36 kampung berikutnya DPRD
setempat dalam sidang 12 Pebruari lalu sepakat menyetujui
pinjaman Rp 9 milyar lagi dari Bank Dunia.
Di Jakarta proyek Husni Thamrin cukup dirasakan manfaatnya oleh
warga kota. Sekalipun yang tergusur dari sana banyak juga
Gang-gang yang dulu sempit berlumpur kemudian menjadi agak lebar
dan beraspal -- atau berbeton. Di Surabaya setidaknya Walikota
Suparno dulu sebelum menyerahkan jabatannya kepada Muhaji,
penggantinya, akhir Januari lalu merasa menerima cukup sambutan
dari masyarakat. "Artinya masyarakat senang," katanya.
Di Medan penduduk Kampung Kotamatsum sejak lama merasa seperti
tinggal di rawa. Sebab parit yang tumpat dengan sampah tak
pernah absen membludak manakala hujan turun. Artinya rata-rata
penduduk di sana menyambut rencana penertiban kampung itu.
Entahlah penduduk Sukaramai nanti. Mereka kini masih murung
--lebih-lebih usaha penampungan sementara yang diusahakan
pemerintah kotamadya antara lain di balai desa rupanya kurang
memuaskan. Sehingga banyak di antaranya yang mencoba membuat
bangunan darurat di tengah puing-puing kebakaran itu sendiri
sehingga petugas-petugas Hansip perlu mencegah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo