Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Proyek Amir Hamzah, Setelah...

Kebakaran terjadi di kampung kotamatsum I, II & III kampung tersebut ditunjuk untuk dijadikan proyek percontohan perbaikan kampung pertama di luar P. Jawa. Proyek itu disebut proyek Amir Hamzah. (kt)

24 Februari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEBAKARAN di Medan dua pekan lalu bukan yang pertama terjadi di Kampung Sukaramai II dalam 10 tahun terakhir. Tapi sebagaimana dibenarkan Komandan Kepolisian Medan Kolonel Darwo Soegondo, yang terjadi sekali ini bukan saja lebih besar dari yang terjadi di kampung itu 1968 dan 1972 lalu. Tapi terbesar di Medan selama ini termasuk yang terjadi di Pusat Pasar awal tahun lalu. Setelah kompor di dapur Lim meledak Sabtu siang api menjalar begitu cepat. Tak sampai 20 menit bukan saja rumahnya yang berdinding papan dengan atap rumbia habis, bahkan banyak rumah tetangga menyusul menjadi puing. Sampai Rabu pekan lalu angka kerugian dalam rupiah masih dihitung-hitung. Namun mereka yang kehilangan tempat tinggal dalam perhitungan polisi nyaris separo dari 13 ribu penduduk kampung Sukaramal itu. Kampung yang sebagian besar penduduknya keturunan Cina dan selama ini dikenal dengan sebutan Loh A Yok itu memang padat. Tak heran selain petugas mengaku mendapat kesulitan dalam usaha memadamkan api, ada penduduk yang curiga"jangan-jangan kebakaran ini seperti diharapkan . . ." Alasannya, sebagaimana dikatakan penduduk tadi jauh sebelum kebakaran terjadi kampung ini disebut-sebut sebagai bakal ditertibkan. Membuktikan kecurigaan itu jelas sulit. Tapi perkara penertiban kampung memang sudah disebut-sebut oleh Walikota Saleh Arifin. Dalam hal ini Kampung Kotamatsum I, II dan III sudah ditunjuk untuk dijadikan Proyek Percontohan Perbaikan Kampung pertama di luar Pulau Jawa. Puing-Puing Untuk proyek tersebut Pemerintah Kotamadya Medan sudah minta pihak Propinsi Sumatera Utara agar segera menyusun rencananya sebelum APBD Kotamadya Medan 1979/1980 disyahkan. Pemerintah Propinsi memang akan menjadi pelaksana dari proyek yang seperti di banyak daerah lain mendapat bantuan kredit dari Bank Dunia itu. Sampai akhir Januari lalu, rencana yang dimaksud belum lagi terbit. Namun bisa dipastikan, sesudah Kotamatsum tentunya menyusul perbaikan di Sukaramai II. Sebab sebagaimana dikatakan Kepala Ketertiban Kotamadya Medan J.L. Girsang SH "Sukaramai termasuk daerah rawan seperti Kotamatsum, karena selama ini sukar diatur." "Keresahan penduduk tidak akan terjadi karena pemerintah tidak akan main gusur begitu saja," ucap Walikota. Alhasil Pemerintah Kotamadya Medan bangga akan dilaksanakannya proyek perbaikan kampung di daerahnya. Sungguhpun begitu proyek tersebut terlambat bukan saja karena belum dimulai tapi karena beberapa kota "sekelas" dengan Medan sudah memulainya sejak beberapa waktu. Jakarta sejak awal 1970-an menyusul Ujung Pandang dan Surabaya sejak 4 tahun lalu. Sementara di Medan proyek itu nanti akan disebut Proyek Amir Hamzah, di Jakarta dan Surabaya masing-masing disebut Proyek Husni Thamrin dan Wage Rudolf Supratman. Kampung-kampung yang sudah dijamah Proyek Husni Thamrin di Jakarta jelas lebih banyak dibanding kampung-kampung yang dijamah Proyek Supratman di Surabaya. Sungguh pun begitu proyek perbaikan kampung yang sudah dilaksanakan di kota kedua terbesar sesudah Jakarta itu lumayan. Untuk 18 kampung menelan anggaran Rp 2 milyar. Sedang untuk biaya 36 kampung berikutnya DPRD setempat dalam sidang 12 Pebruari lalu sepakat menyetujui pinjaman Rp 9 milyar lagi dari Bank Dunia. Di Jakarta proyek Husni Thamrin cukup dirasakan manfaatnya oleh warga kota. Sekalipun yang tergusur dari sana banyak juga Gang-gang yang dulu sempit berlumpur kemudian menjadi agak lebar dan beraspal -- atau berbeton. Di Surabaya setidaknya Walikota Suparno dulu sebelum menyerahkan jabatannya kepada Muhaji, penggantinya, akhir Januari lalu merasa menerima cukup sambutan dari masyarakat. "Artinya masyarakat senang," katanya. Di Medan penduduk Kampung Kotamatsum sejak lama merasa seperti tinggal di rawa. Sebab parit yang tumpat dengan sampah tak pernah absen membludak manakala hujan turun. Artinya rata-rata penduduk di sana menyambut rencana penertiban kampung itu. Entahlah penduduk Sukaramai nanti. Mereka kini masih murung --lebih-lebih usaha penampungan sementara yang diusahakan pemerintah kotamadya antara lain di balai desa rupanya kurang memuaskan. Sehingga banyak di antaranya yang mencoba membuat bangunan darurat di tengah puing-puing kebakaran itu sendiri sehingga petugas-petugas Hansip perlu mencegah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus