Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Brebes - Lahan pertanian di sebagian besar sentra produksi bawang merah sudah rusak. “Ada sekitar 50 persen sawah yang rusak akibat terpengaruh pestisida,” kata Kepala Kantor Lingkungan Hidup (KLH) Brebes, Edy Kusmartono, Rabu, 10 Agustus 2016.
KLH Brebes meneliti tujuh kecamatan sentra bawang merah dalam dua tahun terakhir, yakni Kecamatan Wanasari, Jatibarang, Tanjung, Larangan, Brebes, Bulakamba, dan Songgom. Hasilnya, rata-rata kualitas tanah di tujuh kecamatan itu rusak ringan hingga sedang, belum sampai rusak berat.
Beberapa indikatornya adalah derajat pelurusan air atau kemampuan menyerap air yang masih rendah, serta kadar keasaman (pH) tanah cukup rendah di bawah 7,0, yakni 4-5. “Itu masih ringan. Kalau di bawah 4, sudah parah,” kata Edy. Semuanya disebabkan oleh dosis pestisida yang digunakan petani terlalu tinggi.
Pada 2015, di Kecamatan Ketanggungan, kerusakan terjadi di lahan bawang merah seluas 48 persen dari total lahan. Sedangkan lahan yang tidak rusak sekitar 43 persen atau 6,668 hektare. Di Kecamatan Jatibarang, luas tanah yang rusak 2.985 hektare atau 80 persen dari total luas lahan. Adapun di Kecamatan Larangan luas tanah yang rusak mencapai 69 persen. “Meski belum kategori rusak berat, ini tidak bisa dibiarkan. Sebab, ini bisa mempengaruhi kualitas bawang merah,” ujar Edy.
Salah satu solusi yang ditawarkan adalah mengurangi penggunaan pestisida pada tanaman bawang. Selain itu, petani bisa menggunakan disertifikasi tanaman, yaitu mengatur pola tanam agar tidak melulu bawang merah. Menurut Edy, jika petani terus-menerus menanam bawang, akan terjadi kejenuhan pada tanah. “Masalah ini akan susah diatasi jika petani sudah tergantung pada bawang merah. Butuh waktu yang lama untuk bisa kembali normal,” katanya.
Ketua Asosiasi Bawang Merah Indonesia (ABMI) Juwari membenarkan banyak petani di Brebes yang menggunakan pembasmi hama yang melebihi dosis. Penggunaan pestisida yang berlebihan itu berdampak pada penggunaan pupuk. Jika dulu pupuk hanya digunakan tiga kali selama menanam, kini harus 4-5 kali. “Dulu untuk lahan seluas 1.000 meter persegi kami hanya butuh pupuk 25 kilogram, sekarang bisa 50 kilogram.”
Menurut Juwari, di Brebes hanya segelintir petani yang paham tentang penggunaan pestisida. Dulu, ada petani lulusan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT). Mereka tahu bagaimana penggunaan pestisida. Namun itu hanya lima persen dari jumlah total petani. Selebihnya adalah petani konvensional.
ABMI, kata dia, sudah berkali-kali mensosialisasikan bahaya penggunaan pestisida yang berlebihan kepada para petani. Tapi belum bisa maksimal. Para petani di Brebes, kata Juwari, membutuhkan pelatihan mengenai ekologi tanah. “Ini agar semua petani paham,” katanya.
MUHAMMAD IRSYAM FAIZ
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini