Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Banyak orang yang sering terbangun di tengah malam dan kemudian sulit tidur lagi. Tentu saja itu bukan hal yang menyenangkan. Apalagi bila setelah itu sulit tidur kembali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sekarang, kita mengklaim kebiasaan itu sebagai insomnia. Tapi tidak di masa lalu. Hingga akhir abad ke-19 atau setelah Revolusi Industri, orang justru sengaja bangun di tengah malam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Banyak orang di Inggris pada masa itu mengaku ada manfaat kesehatan yang didapat di antara dua waktu tidur. Selama ratusan tahun, menurut sejarawan bidang tidur, orang-orang memanfaatkan jeda di antara dua waktu tidur untuk membersihkan rumah, mencuci pakaian, mengunjungi teman, atau bercinta dengan pasangan.
Menurut Profesor Roger Ekirch dari jurusan politeknik di Universitas Negeri Virginia di Amerika Serikat, tidur sepanjang malam justru disebutnya "penemuan modern". Di masa lalu, biasanya orang pergi tidur pukul 22.00 dan kemudian terbangun tak lama setelah tengah malam dan melakukan aktivitas selama sekitar satu jam.
"Seorang dokter di abad ke-16 menyatakan bercinta itu justru lebih baik setelah terbangun tengah malam, ketika orang-orang merasakan kenikmatan lebih dan melakukannya dengan lebih baik," kata Ekirch di Daily Mail.
Ilustrasi bercinta. shutterstock.com
Bercinta di antara dua waktu tidur itu dianggap sebagai penyebab banyaknya keluarga besar saat itu. Satu keluarga memiliki banyak anak. Apalagi rata-rata masyarakat saat itu adalah pekerja fisik yang justru merasa segar untuk bercinta setelah beristirahat dan tidur.
Artikel lain:
Awas, Tidur Tengah Malam Bikin Gemuk
Bila alasannya bukan kedinginan atau banyak kutu busuk di kasur, setiap orang tak keberatan terbangun di tengah malam dan tidak dianggap sebagai insomnia. Setelah Revolusi Industri, sistem kerja mulai menggunakan shift dan industri pun semakin banyak menggunakan mesin dibandingkan tenaga manusia. Akibatnya, tren terbangun di tengah malam pun beranjak menurun.
Kini, terbangun di tengah malam justru menjadi musuh bagi banyak orang dan sering menyebabkan pusing dan sembelit, serta kekhawatiran akan kurang tidur. Alhasil, menurut Ekirch, orang yang terbiasa terbangun di tengah malam menganggap diri mereka tidak normal. Ekirch pun menyarankan, daripada resah karena terbangun dan berpikir macam-macam, lebih baik manfaatkan waktu terbangun yang tidak lama itu seperti para nenek moyang.