Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Agar Mereka Akrab dengan Museum

Sejumlah komunitas di daerah membuat program untuk mendekatkan museum kepada generasi muda.

10 September 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Memanfaatkan tur virtual untuk meningkatkan minat ke museum.

  • Komunitas Malam Museum mengadakan jelajah museum pada malam hari.

  • Anggota Komunitas Malam Museum dikenalkan dengan profesi di bidang permuseuman.

Rasa cinta terhadap museum dan ilmu pengetahuan menyatukan anak-anak muda di Kota Solo dalam wadah bernama Komunitas Edukasi Museum (Ke Museum). Melalui berbagai kegiatan, mereka mengajak masyarakat, khususnya generasi milenial, agar lebih mendekat, mengenal, dan mengerti Indonesia melalui museumnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Kami memiliki visi bahwa setiap lapisan masyarakat dapat mengenal jati diri bangsa Indonesia melalui museumnya," kata Ketua Ke Museum, Bukhori Masruri, saat diwawancarai Tempo pada Selasa, 5 September lalu. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seperti pepatah tak kenal maka tak sayang, ujar Bukhori, jika kita tidak mengenal seseorang atau sesuatu, kita tidak akan memiliki perhatian terhadap orang atau sesuatu itu. Bahkan tidak akan memiliki rasa sayang terhadapnya. Bukhori menambahkan, jika tak dekat, tak kenal, dan tak mengerti, rasa sayang itu akan terkikis oleh waktu dan urusan-urusan nirperlu.

"Jadi, kami melakukan misi untuk bahu-membahu secara bersama-sama mendekatkan museum dan ilmu pengetahuan kepada masyarakat luas," tutur Bukhori.

Workshop Exploring Digital Media oleh Komunitas Edukasi Museum di Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Jawa Tengah, 2020. Komunitas Edukasi Museum

Ke Museum resmi didirikan pada 12 Oktober 2019. Bukhori didapuk menjadi ketua. Sedangkan yang lain, yakni Soma Surya Persada, Prihyanto, dan Erisya Pebrianti, menjadi pengurus awal. "Kemudian ada juga Bapak Dadan Adi Kurniawan, dosen Pendidikan Sejarah UNS (Universitas Sebelas Maret Solo), selaku pembina kami," ucap Bukhori. 

Angkatan pertama yang bergabung dengan komunitas ini berjumlah 32 orang. Seiring dengan berjalannya waktu, hingga angkatan ketiga, jumlah anggota kini bertambah menjadi 57 orang. 

Bukhori menilai saat ini animo masyarakat, khususnya anak-anak muda, berkunjung ke museum kian meningkat. Dulu, ujar Bukhori, kegiatan yang dilakukan Ke Museum sepi peminat. Belakangan, terkadang para anggota harus antre dengan pengunjung lainnya yang sedang mencerna informasi tentang artefak yang dipamerkan. 

"Bahkan tidak jarang, dalam mengikuti agenda yang diadakan museum, beberapa anggota kami tidak lolos ikut karena kuotanya sudah penuh," kata dia. 

Bukhori menyebutkan minat berkunjung ke museum yang kian meningkat karena museum sudah banyak berbenah dengan mengadopsi teknologi digital mutakhir, seperti tur virtual, immersive imaging, dan pameran online. Museum kini menjadi destinasi wisata edukasi yang menyenangkan untuk dikunjungi. Apalagi media sosial museum juga semakin aktif dengan menyiarkan isi dan kegiatan yang lebih beragam.

Bukhori menambahkan, faktor lain yang turut mendorong semakin tingginya minat berkunjung ke museum adalah pandemi Covid-19. Banyak orang yang mulai menjadi pemengaruh (influencer) di topik kesejarahan, seperti ASISI Channel, Inspect History, dan Hipotesa. Juga ada komunitas seperti Ke Museum, antara lain Malam Museum, Soerakarta Walking Tour, dan Komunitas Historia Indonesia. 

"Saat itu juga audiens semakin marak karena ada pembatasan aktivitas di luar. Jadi, banyak di antaranya yang di rumah saja menyaksikan media kesejarahan yang beredar," kata Bukhori. 

Ketua Komunitas Edukasi Museum Bukhori Masruri. Dok. Pribadi

Ke Museum punya beberapa program untuk menarik minat anak-anak muda berkunjung ke museum. Pada awal komunitas itu didirikan, pihaknya menggunakan situs web Kemuseum.org—kini Kemuseum.or.id—untuk menyebarluaskan informasi permuseuman. Bukhori membuat direktori berisi deskripsi, galeri, dan pointing di Google Maps. Ia kemudian membentuk galeri foto dan informasi dari jurnal akademik yang sudah diarahkan untuk ramah dibaca.

Program lainnya, Bukhori melanjutkan, adalah Sebuku Bersama Sejarawan pada 2021. Kala itu peserta diajak menerbitkan karya tulis berupa esai yang akan dibukukan bersama ahli sejarah, seperti Peter Carey, Dadan Adi Kurniawan, dan Rendra Agusta, sebagai kolaborator. Kemudian ada sembilan penulis terpilih yang tulisannya diterbitkan bersama Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) berjudul Benantara: Bentang Alam dalam Gelombang Sejarah Nusantara.

Selain itu, ada agenda diskusi daring melalui Google Meet dan Zoom untuk mendampingi guru-guru yang berkenan mengajak siswa/siswinya berkunjung ke museum secara virtual saat kelas berlangsung. Pihaknya saat itu memanfaatkan tur virtual yang disediakan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi serta lembaga museum terkait. Namun, kini, komunitas telah memproduksi sendiri kunjungan virtual yang bisa diakses di alamat https://kemuseum.or.id/category/virtual-museum/.

Dari beberapa program yang diadakan Ke Museum, Bukhori mengatakan tercatat ada 1.000 lebih kunjungan ke situs web Ke Museum pada Agustus lalu. Rata-rata per bulan jumlah kunjungannya di angka 400. Buku Benantara juga laku terjual. "Dari 350 eksemplar yang kami mintai untuk self-selling, hanya tersisa 23 buku yang menjadi koleksi privat dan tidak akan kami jual, tapi untuk dibagikan secara terbatas," tuturnya. 

Bukhori menyebutkan, total, tahun ini sudah 17 kali pihaknya memandu secara virtual bekerja sama dengan lembaga pendidikan berbeda. Kebanyakan dari tingkat SMA sederajat. Rencananya, bulan ini komunitas akan mengenalkan tur virtual museum melalui agenda KeMuseum VirtuFest 2023. Acara ini berupa kunjungan ke 12 museum secara bertahap dan peluncuran 40 tur virtual pada Hari Museum Nasional, 12 Oktober mendatang. 

Di Yogyakarta juga ada kelompok yang aktif mendekatkan museum kepada generasi muda, yaitu Komunitas Malam Museum. Komunitas ini mulanya merupakan program kreativitas mahasiswa (PKM) yang didirikan lima mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 2012. Salah satu pendirinya adalah Erwin Djunaedi. Namanya Komunitas Malam Mahasiswa.

Terbentuknya komunitas ini terinspirasi oleh film Night at the Museum. Erwin menilai minat kunjungan museum di kalangan generasi muda cukup rendah dibanding ke tempat wisata lainnya, seperti mal, gunung, atau pantai. "Jadi, kami berpikir bahwa museum sebagai sarana edukasi dan rekreatif ini harus dikemas dengan baik supaya generasi muda mau berkunjung," kata Erwin.

Program-programnya saat itu masih seputar kunjungan ke museum yang dikemas dengan ragam aktivitas menarik, terutama untuk anak muda, agar mereka senang berkunjung ke tempat ini. 

Lantaran para pendirinya memiliki kesibukan masing-masing, tinggal Erwin  yang mengelola PKM tersebut. Belakangan, karena Komunitas Malam Mahasiswa dirasa sulit berkembang, pria berusia 31 tahun itu memutuskan membawa keluar PKM ini dari kampus dan melakukan rebranding. "Menjadi komunitas dengan nama Komunitas Malam Museum sejak 2014," katanya.

Setelah menjadi komunitas mandiri, Erwin melahirkan dua kegiatan besar, yaitu internal dan eksternal. Kegiatan internal dikhususkan bagi anggota sekaligus pengurus komunitas. Contoh programnya adalah mengenal profesi di bidang permuseuman, seperti edukator, konservator, dan register. Erwin juga kerap mengadakan lokakarya, termasuk membersihkan atau mengkonservasi koleksi museum. 

Adapun kegiatan eksternal bersifat umum atau terbuka untuk publik. Kegiatan ini, di antaranya, adalah jelajah museum malam hari, lewat konsep yang berbeda dengan kunjungan pada siang hari. Jelajah museum malam hari bersifat eksklusif. "Hanya peserta terdaftar yang bisa ikut mengunjungi museum pada malam hari," ujar Erwin.

Jelajah Malam Museum di Museum Sonobudoyo Yogyakarta. Dok. Komunitas Malam Museum

Dalam kegiatan itu, peserta akan didampingi edukator untuk mengelilingi area museum. Mereka juga bakal diajak masuk ke gudang penyimpanan koleksi atau laboratorium konservasi museum. Selanjutnya, peserta akan diberikan game menarik sebagai bahan evaluasi kunjungan ke museum. Game tersebut berisi petunjuk atau pertanyaan yang harus ditebak berdasarkan takarir di area museum. Seusai permainan, peserta melanjutkan kegiatan berupa diskusi ataupun menyaksikan pentas seni, menonton film, dan diakhiri dengan pembagian hadiah.

Program untuk peserta umum lainnya adalah Kids in Museum, yang ditujukan untuk anak-anak berusia 6-12 tahun. Mereka akan diajak berkunjung ke museum dengan cara yang menyenangkan. Erwin mengonsep kegiatan itu agar materi tentang permuseuman sesuai dengan usia mereka. Ada pula program Menclok di Museum, yaitu berkunjung ke museum sambil bermain, tapi pada siang hari. Program ini biasanya diikuti remaja dan orang dewasa.

Di luar program kunjungan, komunitas memiliki acara diskusi dan kampanye di media sosial. Kontennya berupa video tentang profil museum ataupun koleksi langka yang dipajang agar menarik minat masyarakat, khususnya generasi muda, untuk berkunjung. "Kami juga mengunggah foto ataupun infografis bernama Museografis, yang memuat profil dan koleksi yang dibahas."

FRISKI RIANA | SEPTHIA RYANTHIE (SOLO)

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Friski Riana

Friski Riana

Reporter Tempo.co

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus