Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
PENETAPAN Ganjar Pranowo sebagai calon presiden dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan pada 21 April lalu tak lepas dari pengaruh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Presiden Joko Widodo. Ganjar, kini Gubernur Jawa Tengah, mengakui dua tokoh itu berperan penting dalam pencalonannya.
Menurut Ganjar, Jokowi berpengaruh dengan memberikan dukungan yang mengatrol elektabilitasnya. Sedangkan Megawati berperan penting dalam menentukan keputusan partai yang akan mengusung calon presiden. “Saya beruntung memperoleh dukungan dari dua tokoh itu,” kata Ganjar, 54 tahun.
Setelah ditunjuk menjadi calon presiden, Ganjar masih menghadapi persoalan. Elektabilitasnya masih jeblok karena penolakannya terhadap tim nasional sepak bola Israel dalam Piala Dunia U-20 yang semula akan diadakan di Indonesia. Dia juga menyadari sebagian pemilih PDIP belum sepenuhnya bisa menerima pencalonannya karena mereka mendukung putri Megawati Soekarnoputri, Puan Maharani.
Ganjar menerima wartawan Tempo, Raymundus Rikang dan Jamal A. Nashr, di Puri Gedeh, rumah dinas gubernur di Semarang, Rabu, 31 Mei lalu. Selama satu setengah jam, ia menjawab berbagai pertanyaan dari situasi di lingkup internal PDIP hingga penilaiannya terhadap pemerintahan Jokowi. Suara Ganjar sesekali meninggi ketika ditanyai tentang gagasannya sebagai calon presiden pada Pemilu 2024.
Dia juga bercerita bahwa penunjukannya sebagai calon presiden telah mengubah kesehariannya. Setidaknya soal telepon seluler. Ganjar menyebutkan bahwa ia menerima hampir 7.000 pesan setelah pengumuman di Istana Batutulis, Bogor, Jawa Barat. “Handphone saya sampai hang, lalu ganti baru dan semua pesan terhapus,” ujarnya, lalu terbahak.
Baca: Bagaimana Megawati Diam-diam Memilih Ganjar Sebagai Calon Presiden?
Presiden Joko Widodo mengakui cawe-cawe dalam pemilihan presiden. Anda menerjemahkan itu sebagai bantuan untuk pemenangan Anda?
Untuk bangsa dan untuk kesinambungan.
Anda selama ini dianggap salah satu calon yang mendapat endorsement Jokowi.
Pak Jokowi mendorong banyak tokoh. Ada Mbak Puan Maharani, Pak Airlangga Hartarto, Pak Erick Thohir, saya, dan Pak Prabowo Subianto. Cawe-cawe itu hak politik beliau. Masak, enggak boleh, sih? Yang tidak boleh itu merekayasa pemilihan umum. Cawe-cawe itu dalam arti ikut melobi karena terbukti beliau hadir saat pengumuman calon presiden PDI Perjuangan di Batutulis, Bogor.
Pencalonan Anda tak lepas dari dukungan Megawati Soekarnoputri dan Presiden Jokowi. Apa pendapat Anda?
Pak Jokowi memberikan endorsement pertama sebelum partai memutuskan. Pak Jokowi mengatakan kriteria pemimpin berambut putih dan wajah berkerut, itu pasti saya. Relawan kemudian bergerak. Saya memperoleh elektabilitas tinggi, dan itu menjadi salah satu pertimbangan partai. Ibu Mega lantas memutuskan dan partai berkonsolidasi. Saya beruntung memperoleh dukungan dari dua tokoh yang berpengalaman sebagai presiden.
Seberapa penting dukungan mereka terhadap pencalonan Anda?
Faktor Pak Jokowi sangat penting ketika berbicara soal efek elektoral sebelum pengumuman partai. Kami pergi bersama sehingga membentuk citra sebagai orang dekat beliau. Dalam survei, pendukung Pak Jokowi sebagian besar ke saya. Sedangkan Ibu Mega waktu itu masih menunggu konsolidasi di lingkup internal PDIP dan menimbang berbagai perhitungan. Dukungan Pak Jokowi itu terjadi sebelum pengumuman dalam bentuk relawan dan sokongan Ibu Mega merupakan dukungan partai politik. Sebab, cuma partai yang bisa mengusung calon presiden dan tak bisa perseorangan.
Anda lebih loyal kepada siapa?
Ini seperti keping mata uang yang tak dapat dipisahkan. Saya loyal kepada Ibu Mega dan Pak Jokowi. Saya loyal kepada Presiden Jokowi sebagai gubernur. Namun saya adalah kader PDIP yang setia kepada Ibu Mega. Di satu sisi, saya merupakan bagian dari pemerintahan dan sisi yang lain adalah kader partai.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo