Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Penerapan teknologi pemilu elektronik (e-Pemilu) tentu membutuhkan anggaran yang sangat besar. Kepala Program e-Pemilu BPPT Andrari Grahitandaru menjelaskan bahwa peralihan anggaran dari pemilu manual ke elektronik tidak dapat dibandingkan secara apple to apple.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Nah ini yang sangat penting, konsep perubahan anggaran penerapan e-Pemilu ini harus dibarengi perubahan kebijakan nasional dulu. Belajar dari 26 negara yang sudah menerapkan sistem pemilu elektronik, umumnya mereka melakukan tender pembelian perangkat, dan bisa-bisa teknologinya berubah dari pemilu ke pemilu, bahkan kembali ke manual," ujar Andrari kepada Tempo melalui pesan singkat, Ahad, 22 Oktober 2018.
Andrari memberikan contoh negara dengan penerapan pemilu eletronik yaitu India, yang menurutnya bisa menjadi contoh terbaik dalam penerapannya. Dia menjelaskan bahwa pemilu elektronik tersebut membutuhkan investasi perangkat dan yang paling optimal adalah India.
"Saya melihat KPU India didukung oleh satu industri nasional mereka yaitu Electronic Corporation India Limited (PT ECIL) yang tugasnya adalah mendistribusikan perangkat, menarik kembali, memelihara dan menyimpan perangkat serta mengembangkannya secara berkelanjutan," kata Andrari.
Karena itu, Andrari melanjutkan, kegiatan yang dilakukan BPPT sejak 2015 adalah alih teknologi ke PT INTI sebagai BUMN di bidang pengembangan telekomunikasi, elektronika dan konten. Dan, kata dia, PT INTI diharapkan memahami dan dapat mendukung penyelenggaraan kepemiluan secara elektronik.
Hal yang lain adalah perlu dilakukan perubahan kebijakan jika pemerintah akan menerapkan e-Pemilu. Dan, Andrari berujar, BPPT sudah beberapa kali menyampaikan hal tersebut di berbagai kesempatan dalam pertemuan tingkat pimpinan di pemerintah.
"Dengan demikian dapat meningkatkan kapasitas industri nasional sendiri, apalagi e-Pemilu yang dirancang oleh BPPT sangat unik dan berbeda dengan pemili elektronik yang ada di luar negeri. Mulai dari bentuk, tata letak perangkat, dan standar operasionalnya," ujarnya. Menurut dia, e-Voting yang dirancang tidak terhubung ke jaringan apapun sehingga meminimalisir serangan hacker.
Indonesia sudah menerapkan KTP elektronik dengan NIK tunggal, sehingga dapat dijadikan sebagai alat untuk verifikasi pemilih di TPS. "Tidak mungkin pemilih datang ke TPS hanya membawa surat pemberitahuan/undangan saja tanpa ada diverifikasi. Tidak cukup hanya mengandalkan KPPS yang pasti sudah mengenal setiap pemilih yang hadir," lanjut dia.
Simak artikel menarik lainnya soal konsep pemilu elektronik hanya di kanal Tekno Tempo.co.