Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Digital

BRIN Sebut Alasan KPU Tak Beralih ke E-Voting, Lebih Memilih Sirekap

BRIN menyatakan telah menciptakan Aplikasi Pemilu Elektronik (E-Voting), mengembangkan komunitasnya, dan mengkomunikasikannya dengan KPU sejak 2015.

19 Maret 2024 | 22.09 WIB

Warga mengamati foto calon kepala desa pada layar komputer saat Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) berbasis elektronik atau e-voting di Kantor Desa Bendosari, Sawit, Boyolali, Jawa Tengah, 29 Juni 2019. Boyolali menjadi salah satu daerah di Indonesia yang mengimplementasikan teknologi melalui sistem pemungutan suara secara elektronik atau e-voting. ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho
Perbesar
Warga mengamati foto calon kepala desa pada layar komputer saat Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) berbasis elektronik atau e-voting di Kantor Desa Bendosari, Sawit, Boyolali, Jawa Tengah, 29 Juni 2019. Boyolali menjadi salah satu daerah di Indonesia yang mengimplementasikan teknologi melalui sistem pemungutan suara secara elektronik atau e-voting. ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) telah mengembangkan sebuah Aplikasi Pemilu Elektronik (E-Voting) yang bertujuan untuk memudahkan proses pemungutan suara dalam Pemilihan Umum di Indonesia. Namun tetap saja KPU RI enggan beralih dan dalam Pemilu 2024 lebih memilih menggunakan aplikasi sistem informasi rekapitulasi (Sirekap).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Ketua tim Aplikasi E-Voting di BRIN, Andrari Grahitandaru, menjelaskan pengembangan E-Voting berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 147/PUU-VII/2009 yang memperkenankan pemberian suara secara elektronik. MK menyatakan pemungutan suara dengan metode e-voting dapat digunakan dan tidak melanggar konstitusi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Asalkan, kata MK, memenuhi sejumlah persyaratan kumulatif, yakni tidak melanggar asas Luber (langsung, umum, bebas, dan rahasia) serta jurdil (jujur dan adil).

Menurut Andrari, UU Pilkada sudah mengakomodir putusan MK tersebut, namun belum berlaku pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Andrari mengaku tidak terlalu mempersoalkannya. BRIN, kata dia, jalan terus dengan mencoba membuat ekosistem E-Voting. Dalam ekosistem itu seluruh penyelenggara pemilu seperti KPU, Bawaslu, dan DKPP sudah terlibat.

"Ketika itu belum terwujud dalam pelaksanaan pemilu dan pilkada, E-Voting dimanfaatkan dalam pemilihan kepala desa dulu," kata Andrari di Kantor BRIN di Jakarta, Selasa 19 Maret 2024.

Petugas menunjukan hasil penghitungan pada Pilkades berbasis elektronik atau e-voting di Kantor Desa Bendosari, Sawit, Boyolali, Jawa Tengah, 29 Juni 2019. Dengan adanya sistem e-voting tersebut diharapkan dapat mengurangi penggunaan kertas, mempercepat waktu hasil penghitungan serta akuntabel. ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho

Mantan Kepala Program Pemilu Elektronik di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), kiini Perekayasa Ahli Utama di Pusat Riset Sains Data dan Informasi BRIN, itu mengungkap telah membangun komunikasi dengan KPU sejak 2015 untuk penerapan E-Voting pasca-putusan MK. Namun, kata dia, KPU ketika itu lebih memilih fokus kepada digitalisasi hasil rekapitulasi, sebelum melangkah ke proses pemilihan secara elektronik.

"Jadi apa yang diimplementasikan KPU saat ini pada Sirekap," katanya menunjuk kepada aplikasi hitung suara yang belakangan diwarnai pro-kontra tersebut.

Andrari mengungkap pandangannya bahwa keengganan KPU menerapkan e-voting berkaitan dengan bisnis yang selama ini telah berjalan di lembaga tersebut. Menurut dia, pemilihan secara konvensional membutuhkan pengadaan kertas dalam jumlah besar serta pengadaan tinta pemilu.

Ketika semua beralih ke pemilihan elektronik, maka pengadaan tersebut tidak bakal ada lagi. "Itu membutuhkan reformasi birokrasi, reformasi kepemiluan di KPU, kenapa sampai sekarang belum bisa dengan e-voting dan lebih memilih Sirekap," kata Andrari.

Irsyan Hasyim

Menulis isu olahraga, lingkungan, perkotaan, dan hukum. Kini pengurus di Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, organisasi jurnalis Indonesia yang fokus memperjuangkan kebebasan pers.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus