Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Digital

Hacker dengan Dolar Halal

Peretas komputer bisa menjadi profesi halal. Banyak yang tak menguasai dasar-dasarnya.

23 Juni 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI ”rumah sendiri” pun, para hacker enggan menunjukkan jati diri. Tak ada tangan teracung ketika Jim Geovedi mengajukan pertanyaan kepada mereka: siapa merasa menjadi peretas komputer?

Padahal, di depan konsultan sistem keamanan jaringan komputer itu, berserakan peretas komputer papan atas Indonesia. Mereka—ada yang tampak ceking seperti terkena malaise, tambun karena kebanyakan junk food, berotot kecil akibat kurang gerak badan, berkulit pias karena jarang ketemu matahari, atau berkacamata tebal—cuma saling menatap, menunduk, atau berpura-pura tidak mendengar pertanyaan itu. ”Saya hanya ingin tahu bagaima­na sebenarnya latar belakang hacker di Indonesia,” ujar Jim setelah sia-sia menunggu.

Veteran hacker dan pendiri perusahaan jasa sistem keamanan Bellua Asia Pacific itu melontarkan pertanyaan tersebut dalam pertemuan peretas komputer se-Indonesia, Hacker’s Day, di Balai Sidang Jakarta, dua pekan lalu. Inilah hajatan pertama para peretas komputer berskala nasional.

Penggagas acara ”Hari Para Pere­tas”, Anselmus Ricky, mengatakan hajat­an ini dimaksudkan untuk membujuk pe­retas Indonesia agar mulai bermain di ”tempat terang”. Anselmus—di Internet bernama Th0r—mengatakan saat ini masih banyak hacker melakukan tindakan kriminal, padahal sudah masa­nya kegiatan ini diakhiri. ”Saat ini profesi hacker sudah bisa menjadi ladang uang yang halal,” ujarnya.

Inilah sebabnya perusahaan yang berurusan dengan jaringan komputer­ atau memiliki bisnis di Internet makin memerlukan kemampuan para peretas­ ulung. Soalnya, belakangan ini serang­an terhadap sistem jaringan kompu­ter makin menjadi-jadi, padahal bisnis di Internet harus aman. Tak boleh ada data yang bisa dicuri, tak boleh ada uang untuk dikutil.

Mengacu pada report Symantec, sebuah perusahaan keamanan komputer terkemuka di dunia, pada kuartal terakhir 2007 saja terjadi 85 ribu kali penyerobotan jaringan komputer di seluruh dunia. Angkanya meningkat sekitar 167 persen dibanding kuartal pertama tahun yang sama. Itu belum termasuk serangan virus. Dipublikasikan pada April lalu, laporan itu menulis kini per hari muncul 62 virus dan berbagai turunannya.

Nah, para peretas bisa menjual kemampuan menerobos jaringan kompu­ter kepada sebuah perusahaan untuk mengamankan jaringan milik perusa­haan itu. Caranya? Mereka berpura-pu­ra menjadi penjahat yang berniat mene­robos jaringan tersebut, sehingga bisa mengetahui kelemahan pada sistem keamanan jaringan itu. ”Lalu kelemahan itu dilaporkan kepada perusahaan untuk diperbaiki,” ujar Anselmus.

Dengan cara ini, seorang hacker bisa tetap meneruskan hobinya untuk mene­robos jaringan komputer. Tapi kali ini tanpa kekhawatiran dikejar-kejar pe­ne­gak hukum. ”Intinya menjebol situs juga, tapi dengan izin pemiliknya,” ujar Anselmus.

Tak hanya aman dari borgol polisi, dolar yang bisa dipanen hanya dengan ”bersenang-senang” itu lumayan besar. ”Ini mata pencarian yang dapat diandalkan,” ujar Jim.

Bayaran untuk mengaudit kelemahan sistem keamanan itu minimal US$ 500 atau sekitar Rp 4,6 juta. Makin besar tingkat kesulitannya, kian mahal ongkosnya. Anselmus mengaku bersama timnya di hacker.web.id pernah menjadi penasihat sistem keamanan untuk Yahoo7 (Australia), Telkom, register.net.id, dan beberapa situs lain.

Dani Firman Syah, pendiri perusaha­an riset jaringan komputer­ Xnuxer.­or.­id, menyodorkan informasi soal tarif­ yang tidak jauh berbeda. Untuk proyek audit pribadi, biayanya Rp 10-30 juta. Untuk audit tim, Rp 30-100 juta. Audit bisa berlangsung hanya seminggu, bisa juga sampai tiga bulan. ”Saya bisa sampai tidak tidur dua hari,” ujarnya.

Sesungguhnya hacker sudah lama ”beralih” menjadi profesi yang halal.­ Dani, yang terkenal setelah menjebol situs Komisi Pemilihan Umum pada 2004, sudah mengaudit sistem jaringan Kementerian Perdagangan Brunei pada 2001.

Moderator mailing list komunitas hacker Jasakom ini mengatakan ke­mam­puan meretas komputer masih terbilang langka, sehingga pasarnya amat terbuka. ”Jadi saya menyarankan hacker lebih mengarahkan kemampuannya menjadi sebuah profesi,” kata Dani.

Ada beragam profesi tersedia untuk para peretas. Mereka bisa bekerja di bawah perusahaan dengan menjadi ahli pemrograman, administrator jaringan, operator, security officer, auditor, atau konsultan teknologi informasi.

Jika ini kurang menarik, pilihlah ­men­jadi hacker mandiri. Misalnya men­jadi peneliti kelemahan peranti lunak atau sistem operasi, pembuat virus, atau tukang menjebol jaringan. Dengan menjadi hacker mandiri, pemasukan bisa dua kali lipat ketimbang bekerja di bawah perusahaan. ”Ada lagi yang tak kalah menarik: membuka perusahaan jasa keamanan sendiri,” kata Jim.

Jangan khawatir tak bakal mendapat klien. Perusahaan yang membutuhkan jasa ini tak susah dicari. Untuk menjadi peretas bayaran, seorang hacker hanya perlu mempublikasikan portofolionya di Internet dan menunggu klien datang ”melamar”. Karena Internet tak me­ngenal batas wilayah, klien bisa datang dari seberang benua.

Yang unik dari profesi ini, ijazah bukan syarat wajib. Di antara peretas yang hadir pada Hacker’s Day, misalnya, ada yang cuma lulusan sekolah menengah atas tapi terlibat dalam proyek dengan nilai total lebih dari semiliar rupiah.

Bahkan profesi peretas tak mengenal batasan usia. Anggota hacker.web.id, Calvin Limuel, saat ini masih berusia 14 tahun. Baru kelas dua sekolah menengah­ pertama, Calvin—dikenal de­ngan nama r3k0rd—mulai tertarik ngoprek komputer pada usia sembilan tahun. Toh, ia masih menganggap keahliannya hanya penyalur rasa iseng. ”Mungkin akhirnya ini bisa menjadi pekerjaan,” ujarnya.

Kemampuan meretas jaringan komputer bisa dimiliki siapa pun. Soalnya, setiap orang bisa dengan mudah menemukan pedomannya di Internet. Dani adalah salah satu contoh peretas otodidak yang memperoleh keahlian melalui proses coba-coba. ”Perlu waktu panjang untuk menjadi ahli,” ujarnya.

Begitulah, sungguhpun tuntunan me­retas komputer berserakan di Internet, perlu usaha ekstrakeras menjadi peretas ahli. Michael Sunggiardi, Direktur PT Marvel Network Sistem, Jakarta, mengatakan saat ini kebanyakan hacker kurang memahami dasar-dasar pemrograman komputer. ”Jadi, kalau dibelokin sedikit saja, sudah tidak mengerti,” ujarnya.

Tenang saja. Kini ada banyak kursus meningkatkan kemampuan meretas jaringan komputer. Beberapa perusahaan konsultan keamanan jaringan di Indonesia bahkan sudah menawarkan pelatihan sekaligus ujian untuk menjadi hacker profesional. Seperti PT Unipro atau SIDOLAtecs. Nah, setelah merasa menjadi peretas ulung, silakan jajal keahlian dengan mendapatkan sertifikat untuk peretas profesional. Di antaranya Certified Ethical Hacker, Computer Hacking Forensic Investigator, atau Certified Information Systems Security Professional.

Yandi M.R., YS

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus