Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Bandung - Institut Teknologi Bandung (ITB) mengeluarkan peringkat kota cerdas di Indonesia 2019. Kota besar yang tergolong menuju cerdas, yaitu Semarang, Surabaya, Batam, Bandung, dan Tangerang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Jakarta tidak termasuk karena provinsi, kota-kotanya pun administratif,” kata Ketua Pusat Inovasi Kota dan Komunitas Cerdas ITB Suhono Supangkat, Rabu 20 November 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Sementara kelompok kota sedang meliputi Yogyakarta, Samarinda, Jambi, Banjarbaru, dan Pontianak. Pada kelompok kota kecil mencakup Magelang, Padangpanjang, Bontang, Pariaman, dan Pare-pare.
Riset dimulai sejak April 2019 dan tidak semua kota berpartisipasi. Menurut Suhono kegiatan itu digelar rutin dua tahunan sejak 2015 lalu 2017.
Dari hasil penilaian itu, selama enam tahun terakhir belum ada kota di Indonesia yang tergolong cerdas. Berdasarkan rangkuman penelitian, secara umum kota terbaik di Indonesia baru memasuki tahap integrasi sistem menuju solusi cerdas yang terintegrasi penuh.
Keberlanjutan dari suatu inisiatif baik dinilai masih menjadi tantangan yang belum berhasil diwujudkan di berbagai kota. Banyak inisiatif yang tidak berhasil dijaga keberlanjutannya. “Penggantian kepala daerah juga ikut berpengaruh,” ujar Suhono.
Banyak kota yang juga dinilai masih terjebak pada inisiatif canggih berbasis teknologi informasi dan komunikasi sebagai solusi permasalahan kota. Namun, kata Suhono, mereka mengabaikan sarana mendasar seperti zebra cross yang sudah hampir tidak terlihat dan masih kurangnya tempat pemberhentian angkutan kota atau bis yang terpelihara dan tepat lokasinya.
Selain itu banyak solusi cerdas kota yang tidak dirancang dengan memperhatikan aspek-aspek pendukungnya secara utuh sehingga belum memberikan manfaat yang efektif. Contohnya kota yang sudah memiliki Command Center namun belum dapat memberikan perubahan nyata bagi masyarakat. “Dengan ratusan atau ribuan CCTV belum didukung oleh mekanisme tindakan (action) dari berbagai hal yang terjadi dan teramati,” ujarnya.
Kota-kota di Indonesia masih harus berjuang keras menuju Kota Cerdas yang sesungguhnya dengan menjalankan berbagai solusi cerdas yang berkelanjutan. Penerapannya, kata Suhono, harus tanpa mengabaikan aspek-aspek pendukungnya, infrastruktur dasar yang memadai, serta upaya keras melakukan penegakan hukum dan revolusi mental warga kotanya menuju perilaku yang lebih baik.
Riset dan pemeringkatan Kota Cerdas bertujuan mengukur kinerja pengelolaan kota. Selain itu memberikan gambaran yang lengkap mengenai masalah dan potensi kota serta bagi pihak terkait dalam membangun layanan publik. Hasil riset juga digunakan sebagai proses evaluasi berkelanjutan penerapan Smart City di kota-kota Indonesia. “Kota Cerdas itu bukan hanya membuat aplikasi,” kata Suhono.
Konsep Smart City ujarnya bukan hanya sebuah kota yang dilengkapi teknologi dan aplikasi, melainkan upaya cerdas untuk membuat kualitas hidup warganya meningkat.
Selain itu ada delapan peringkat lain yang terkait dengan riset dan peringkat Kota Cerdas 2019. Kota besar yang masuk rating Ekonomi Cerdas adalah Surabaya, Semarang, Batam, Bogor, Bandung. Sementara untuk kota sedang, yaitu Surakarta, Jambi, Cimahi, Manado, Banjarbaru. Kota kecilnya yaitu Pariaman, Magelang, Bontang, Padangpanjang, dan Mojokerto.
Rating Sosial Cerdas kota besar, yakni Semarang, Bandung, Bogor, Surabaya, Tangerang Selatan. Adapun kota sedangnya Samarinda, Denpasar, Jambi, Banjarbaru, dan Surakarta. Kota kecilnya adalah Bontang, Pariaman, Magelang, Mojokerto, dan Padangpanjang.
Selain itu ada rating lingkungan, kesehatan, keamanan dan kebencanaan kota, pengembangan dan pengelolaan kota, kesiapan pemerintahan digital, dan kesiapan integrasi Kota Cerdas.
Peserta riset dan rating Kota Cerdas ITB 2019 berjumlah 13 kota berpenduduk lebih dari satu juta jiwa, kemudian 48 kota berpenduduk 200 ribu hingga satu juta jiwa, serta dan 32 kota berpenduduk kurang dari 200 ribu orang.
Prosesnya diawali oleh evaluasi mandiri oleh kota peserta secara online kemudian panitia melakukan penilaian tahap pertama. Setelah itu validasi dan survei lapangan ke-30 kota terpilih. Tim penilai kemudian melakukan pemetaan kota untuk penilaian tahap kedua hingga keluar hasil peringkatnya.
ANWAR SISWADI