Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Google bekerja sama dengan Trust and Safety Research melakukan survei terhadap para orang tua di seluruh kawasan Asia-Pasifik. Hasilnya, tim menemukan bahwa orang tua dari anak yang bersekolah daring (dalam jaringan atau online) merasa lebih khawatir tentang keamanan daripada mereka yang anaknya bersekolah seperti biasa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Survei tersebut dilakukan di beberapa negara, seperti Australia, Hong Kong, India, Indonesia, Jepang, Malaysia, Filipina, Singapura, Taiwan, Thailand, dan Vietnam. Survei juga dilakukan di kawasan Amerika Latin (Argentina, Kolombia, Brasil, dan Meksiko).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam konferensi virtual Hari Internet Aman Sedunia, Online Safety Education Lead dari Google, Lucian Teo, menerangkan, keamanan digital keluarga menjadi kekhawatiran orang tua. “Dan hal ini semakin penting diperhatikan setelah sekolah online menjadi cara belajar-mengajar yang utama,” ujar dia, Selasa 9 Februari 2021.
Sebagai ayah dari tiga anak, Lucian menggunakan internet dengan cara bermacam-macam. Dia juga paham bahwa menanamkan kebiasaan yang aman tidaklah mudah. Lucian membagikan tips mengatasi kekhawatiran orang tua mengenai keamanan anak di dunia maya. Berikut detailnya:
1. Lindungi identitas digital mereka
Lucian menerangkan, privasi dan keamanan informasi anak-anak adalah kekhawatiran terbesar orang tua yang disurvei. “Mereka mengaku cemas dengan risiko penipuan atau peretasan terhadap akun anak,” kata dia.
Untuk melindungi informasi anak, kata Lucian, orang tua bisa mengajarkan cara untuk membuat sandi yang kuat dan tidak mudah ditebak. Hindari sandi sederhana yang menggunakan nama, tanggal lahir, atau bahkan karakter kartun favorit.
Lucian juga menyarankan agar selalu menggunakan platform yang sudah punya reputasi baik terkait keamanan pengguna. Misalnya, menggunakan layanan email seperti Gmail, pengguna otomatis mendapatkan filter pengaman yang dapat mendeteksi email phishing.
“Dan bisa mencegah 99,9 persen serangan phishing bahkan sebelum sampai ke kotak masuk Anda,” kata Lucian.
2. Ketahui dengan siapa mereka bicara
Isolasi sosial adalah konsekuensi yang sulit dari pandemi Covid-19. Anak-anak harus berbicara dengan teman mereka secara online, baik melalui chat teks maupun suara seperti saat bermain game.
Lucian menjelaskan, orang tua harus sadar bahwa saluran komunikasi ini juga bisa dimanfaatkan orang tak dikenal yang berniat buruk. Seperti di dunia nyata, orang tua harus tahu dengan siapa anaknya bicara di internet.
Lucian juga meminta agar para orang tua mengajak anaknya berbicara, mulai dari tentang game yang dimainkan atau video yang ditonton, serta orang yang dia temui di sana. “Saya selalu mengingatkan anak saya untuk langsung memberi tahu saya saat dia menemui situasi online yang membuat tidak nyaman,” ujar Lucian.
Berdasarkan data survei Google, lebih dari 70 persen orang tua di Asia-Pasifik tidak cukup yakin anaknya akan memberi tahu mereka jika menemui situasi online yang tidak aman. Bahkan, lebih dari sepertiga orang tua yang diwawancarai tidak pernah berbicara dengan anak tentang keamanan online.
“Harus bekerja keras untuk meyakinkan anak bahwa kita selalu ada untuk memandu dan melindungi mereka,” katanya menambahkan.
Kemudian, ketika menilai apakah sebuah game yang cocok untuk anak, penting juga untuk memeriksa tidak hanya kontennya, tapi juga apakah game itu memungkinkan komunikasi online dengan orang lain. Beberapa game multiplayer hanya menyediakan sedikit opsi interaksi sosial, seperti sekadar memberikan suka (like) dan bukan chat tertulis.
“Ini cukup banyak mengurangi risiko terjadinya interaksi sosial yang tidak diinginkan,” kata Lucia.
3. Tunjukkan konten sesuai dengan usianya
Menurut Lucian, ketakutan jika anak menemui konten yang tidak pantas sudah lama menjadi salah satu kekhawatiran terbesar orang tua, berdasarkan banyak survei. Ada fitur keamanan keluarga yang bisa dimanfaatkan orang tua untuk membantu melindungi anak dari konten yang mungkin tidak sesuai dengan usianya. Namun, survei menunjukkan bahwa jumlah orang tua yang menggunakan fitur tersebut masih kurang dari 40 persen.
Salah satu fiturnya seperti SafeSearch di Google. Jika diaktifkan, fitur ini dapat membantu memfilter konten eksplisit di hasil penelusuran Google untuk semua jenis penelusuran, termasuk gambar, video, dan situs. Fitur ini didesain untuk memblokir hasil penelusuran yang tidak pantas dari hasil penelusuran Google, misalnya pornografi.
Kemudian ada juga kelola perangkat anak dengan membuat akun Google untuknya dan menggunakan Family Link. Ini memungkinkan orang tua untuk menambahkan filter pada Google Search, memblokir situs, hanya memberikan akses kepada orang yang diizinkan, atau melacak lokasi anak apabila dia memiliki perangkat sendiri.
Selain Family Link di Google, Lucian juga mengungkap tersedia banyak kontrol orang tua di YouTube Kids. "Penggunanya dapat membatasi waktu penggunaan, hanya menampilkan video yang Anda setujui, atau memilih konten yang sesuai dengan usia anak," katanya.