Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Begini Cara Ormas Dapat Rp 225 Juta per Bulan di Pasar Induk Kramat Jati

Ormas bisa meraup Rp 225 juta per bulan dari upaya melindungi PKL liar di sekitar Pasar Induk Kramat Jati.

15 Mei 2025 | 17.15 WIB

Pedagang buah impor tengah menata dan mengecek buah yang akan dijual di Pasar Induk Kramatjati, Jakarta, Selasa 20 Juni 2023. Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Moh. Edy Mahmud mengatakan, pada Mei lalu sejumlah jenis buah mengalami peningkatan secara bulanan, nilai impor buah-buahan RI mencapai 118,1 juta dollar AS atau setara Rp 1,76 triliun pada Mei 2023. Tempo/Tony Hartawan
Perbesar
Pedagang buah impor tengah menata dan mengecek buah yang akan dijual di Pasar Induk Kramatjati, Jakarta, Selasa 20 Juni 2023. Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Moh. Edy Mahmud mengatakan, pada Mei lalu sejumlah jenis buah mengalami peningkatan secara bulanan, nilai impor buah-buahan RI mencapai 118,1 juta dollar AS atau setara Rp 1,76 triliun pada Mei 2023. Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Pedagang kaki lima (PKL) di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur, mengungkap adanya praktik premanisme berkedok organisasi kemasyarakatan (ormas) yang sudah berlangsung selama beberapa dekade. Sejumlah anggota ormas itu diduga memalak pedagang agar mau menyetorkan uang dengan dalih biaya sewa lapak dan jaminan tidak ditertibkan oleh aparat berwenang. “Setiap bulan itu harus membayar Rp 1 juta, tapi nanti setiap hari harus bayar juga uang harian Rp 20 ribu. Kalau tidak setor yang enggak bakal boleh jualan di sini,” kata salah satu PKL di Pasar Induk Kramat Jati, Karsidi, pada Rabu, 14 Mei 2025, seperti dikutip dari Antara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Karsidi mengatakan bahwa terdapat sekitar 150 PKL yang menggelar lapak di lingkungan Pasar Induk Kramat Jati. Jumlah uang yang dibayarkan kepada ormas setiap bulan bisa menyentuh angka Rp 1,6 per pedagang. “Kalau ditotal dalam satu bulan berarti Rp 225 juta,” ucap Karsidi. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dia menduga bahwa setoran uang itu hanya masuk ke kantong pribadi ormas, tidak ada yang menjadi sumber pemasukan negara. "Padahal ini lahan kan milik pemerintah daerah (pemda)," ujar Karsidi.

Walaupun mengeluh, dia tetap menyetorkan uang kepada anggota ormas agar bisa membuka lapak di badan jalan dan tidak ada yang berani melarang. “Karena kalau ada yang melarang, dari ormasnya pasti langsung turun tangan,” kata Karsidi. 

Dia menuturkan bahwa beberapa hari lalu, kepala keamanan Pasar Induk Kramat Jati hampir dipukuli oleh anggota ormas ketika berusaha melakukan penertiban. Pria yang diduga menerima intimidasi tersebut adalah purnawirawan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). 

Sementara itu, para pedagang resmi di dalam los Pasar Induk Kramat Jati yang membayar uang retribusi kepada Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pasar Jaya merasa keberatan dengan kehadiran PKL. Salah satu pedagang resmi bernama Riki mengatakan keberadaan PKL itu sudah memenuhi pintu masuk sejak puluhan tahun lalu dan jumlahnya mencapai ratusan. 

Menurut Riki, para PKL itu bebas menjajakan dagangannya dan tidak bisa ditertibkan karena adanya dugaan perlindungan dari ormas. Mereka bisa berjualan karena membayar hingga jutaan rupiah dan sudah beroperasi selama puluhan tahun, sehingga sulit untuk dibasmi. “Makanya, kami berharap revitalisasi dan penataan segera dilanjutkan. Dan ketika sudah rapi, pasti akan lebih banyak lagi pembeli yang datang,” ucap Riki. 

Riki pun berharap agar pihak Polri dapat segera turun ke lapangan untuk menangkap oknum anggota ormas yang selama ini meresahkan para pedagang.

 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus