Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dalam era digital yang terus berkembang, teknologi artificial intelligence (teknologi AI) atau kecerdasan telah membawa dampak yang signifikan dalam berbagai aspek kehidupaN. Sektor ekonomi dan keuangan adalah salah satu bidang di mana AI telah menunjukkan potensinya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo membeberkan manfaat dan risiko teknologi AI buatan di Indonesia khususnya pada sektor perekonomian dan keuangan. Dia mencatat setidaknya ada tiga manfaat dan risiko teknologi tersebut.
3 manfaat teknologi AI dalam sektor perekonomian
Manfaat pertama adalah produktivitas. Dengan teknologi AI, faktor produksi yang ada termasuk investasi di berbagai sektor ekonomi, mulai dari manufaktur, keuangan, kesehatan, dan transportasi bisa dilipatgandakan nilai tambahnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Itu akan mendorong pertumbuhan ekonomi kita ke depan,” ujar dia dalam seminar virtual bertajuk 'Masa Depan Ekonomi Indonesia di Era Teknologi AI' yang digelar oleh Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Jakarta pada Senin, 7 Agustus 2023.
Selanjutnya, manfaat kedua, mempercepat reformasi dari berbagai proses bisnis hingga kerja organisasi. Termasuk didalamnya bagaimana orang berinteraksi dalam pengambilan keputusan sehingga betul-betul lebih mudah.
“Juga bagaimana perilaku ekonomi bisa juga mendorong berbagai kegiatan ekonomi,” tutur Perry.
Kemudian manfaat ketiga, penyediaan produk-produk dan jasa yang secara efisien. Menurut dia, penyediaannya bisa dilakukan secara cepat, bahkan bisa juga menjangkau yang selama ini tidak terjangkau.
“Di berbagai daerah bisa dijangkau dengan transformasi digital melalui AI, sungguh manfaat yang luar biasa bagi lanskap pertumbuhan ekonomi ke depan,” ucap Perry Warjiyo.
Teknologi AI akan mengubah dunia ekonomi Indonesia
Lebih jauh, Perry menjelaskan teknologi AI akan mengubah dunia ekonomi Indonesia. Dia menyitir data survei dari Price Waterhouse Cooper (PwC) yang menyebutkan bahwa implementasi AI digunakan dengan tujuan untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas pengambilan keputusan.
“Serta membantu perkembangan inovasi pada produk dan jasa,” ujar Perry.
Perry yang juga Ketua Umum Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) itu juga menyebutkan data McKinsey Global Institute yang memperkirakan perkembangan AI memiliki potensi menambahkan nilai ekonomi global sebesar US$ 2,6 triliun. Bahkan bisa mencapai US$ 4,4 triliun.
“Untuk berbagai aktivitas AI dan produk turunannya. Inilah potensinya. Bagaimana penggunaan AI nanti juga akan mengubah lanskap ekonomi Indonesia,” ucap Perry.
3 risiko teknologi AI di bidang keuangan
Meski teknologi AI memiliki manfaaat, tapi Perry juga menjelaskan penerapan teknologi digital termasuk AI juga memiliki beberapa risiko. Risiko pertama, kata Perry, teknologi AI itu memiliki sifat distraktif mengubah proses bisnis, serta pengembangan ekonomi dan keuangan bisa sangat berubah.
Contohnya di bidang keuangan, ke depan dengan teknologi digital termasuk AI masih juga tentu saja relevan. Karena penyediaan produk dan jasa layanan keuangan tidak lagi mengenal batas-batas bentuk institusi keuangan.
“Pelayanan dari pengumpulan dan penyaluran dana di pasar modal, di berbagai bank, non-bank, asuransi dana pensiun itu betul-betul tidak lagi mengenal batas bentuk dari kelembagaan,” ujar dia pada Senin, 7 Agustus. “Sehingga mengubah lanskap tidak hanya mengenai ekonomi tapi juga perputaran uang kita.”
Kedua, dia melanjutkan, risiko yang berkaitan dengan teknologi digital termasuk AI adalah cyber trade (perdagangan dunia maya) dan cyber crime (kejahatan dunia maya). Sekarang saja, Perry berujar, serangan tersebut sudah pernah terjadi di Indonesia khususnya di industri keuangan.
“Termasuk pinjaman online ilegal, crypto, maupun berbagai hal yang tentu mempunyai risiko, tidak hanya kepada sistem keuangan secara individu, tapi juga stabilitas sistem keuangan,” tutur Perry.
Selanjutnya ketiga, risiko terhadap perilaku manusia dan pola pikirnya. Menurut Perry, transformasi digital akan menurunkan kebutuhan dari tenaga kerja, sehingga bisa beresiko terhadap pengangguran, tapi juga hubungan antar manusia yang mungkin akan hidup didunia metaverse.
“Masalah perilaku menyangkut moral dan nilai berdasarkan Pancasila dan berbagai agama kita. Apakah islam, kristen, hindu, budha sangat juga memerlukan dan menggariskan pentingnya perilaku itu,” kata Perry.
MOH. KHORY ALFARIZI