Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto membeberkan sederet dampak dari potensi Amerika Serikat gagal bayar utang. Negeri Paman Sam itu memiliki utang yang nilainya sudah melebihi ambang batas US$ 31,4 triliun, yakni mencapai US$ 31,45 triliun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Menurut Eko, saat ini belum ada kesepakatan antara parlemen dan pemerintahan Amerika untuk mengatasi potensi gagal bayar utang tersebut. “Yang satu minta plafonnya dinaikan tanpa mengurangi berbagai macam pengetatan anggaran, tapi yang satunya mungkin bisa dinaikan tapi kemudian minta cukup besar pemotongan anggaran untuk efisiensi,” ujar Eko dalam acara virtual Market Review IDX Channel pada Selasa, 2 Mei 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Lalu, bagaimana penjelasan lengkap Eko mengenai potensi gagal bayar utang Amerika? Berikut lengkapnya.
1. AS belum pernah gagal bayar utang
Eko menjelaskan hal itu sebetulnya sudah beberapa kali terjadi, di mana fenomena terkait dengan batas utang Amerika ini yang kemudian memicu risiko gagal bayar. Walaupun dalam praktiknya, kata dia, belum pernah Amerika sampai gagal bayar.
“Karena walaupun mungkin terjadi berbagai macam pro dan kontra, toh di ujung akhirnya biasanya secara politik ya kenaikan plafon itu disepakati, batasannya dinaikkan,” kata Eko.
Dia mencontohkan fenomena yang sama juga pernah terjadi beberapa tahun lalu saat pandemi Covid-19. Penyebab utang terus membengkak adalah karena memang penanganan Covid-19 membutuhkan biaya yang banyak. Kemudian melonjakkan utang.
“Sebetulnya juga sudah ada plafon yang naik pada 2021 tapi ternyata terlewati juga di 2023 ini,” ucap dia.
2. AS bisa resesi
Eko menuturkan, jika tidak terjadi kesepakatan antara parlemen dan pemerintah yang dipimpin Presiden Joe Biden itu, maka seperti yang disampaikan oleh Menteri Keuangan Amerika Janet Yellen akan berdampak serius bagi aktivitas ekonomi negaranya. “Dan ujungnya bisa resesi,” kata Eko.
Kemudian, karena Amerika itu merupakan salah satu mitra dagang terbesar bagi Indonesia, tentu ekonomi Indonesia akan ikut kena imbasnya. “Sebetulnya inti relasinya itu ada disitu, kenapa ini menjadi konsen,” ucap dia.
Selanjutnya: 3. AS bisa mengimbangi utang....
3. AS bisa mengimbangi utang
Untuk melihat kesehatan suatu negara terhadap utangnya, kata Eko, memang harus melihat ukuran ekonominya. Amerika, dia mengatakan, merupakan negara maju, yang tentu berbeda dengan negara berkembang.
“Biasanya begitu. Secara PDB (Produk Domestik Bruto) Amerika sudah di atas 100 persen, kurang lebih 121 persen. Jadi sudah tinggi. Kita juga tahu ekonomi Amerika itu juga besar, saya rasa salah satu yang terbesar di dunia,” tutur dia.
Menurut Eko, secara umum kondisinya masih bisa mengimbangi atas utang tersebut. Namun, karena angkanya sudah melampaui threshold atau ambang batas yang ditetapkan oleh Pemerintah Amerika sehingga yang harus dilakukan adalah upaya menaikan plafonnya.
“Ya kalau menaikkan kembali tentu saja secara politik itu mungkin, tapi mungkin juga akan menimbulkan persepsi di dalam konteks globalnya. Artinya, terhadap surat utang Amerika sendiri, karena kita tahu bahwa rating-nya kemudian turun juga,” ucap Eko.
4. Rating surat utang AS bisa turun
Eko juga mengungkap dampak jika skenario Amerika Serikat gagal bayar utang terhadap surat utang di negara tersebut. “Misalkan itu terjadi, maka berarti rating-nya akan semakin turun surat utang Amerika ini dan peminatnya semakin sedikit,” ujar dia.
Sehingga, Eko melanjutkan, Amerika akan mencari negara yang bisa menawarkan return yang lebih baik dengan rating yang juga baik. Harapannya, bisa masuk ke negara berkembang seperti Indonesia. Obligasi di Indonesia misalnya untuk tenor 10 tahun bunganya sekitar 6,5 persen.
“Harapannya begitu walaupun sepertinya sih secara politik tidak akan sampai gagal bayar ya,” kata Eko. Dia menduga Amerika tidak akan gagal bayar, karena peluangnya kecil. “Karena bagaimanapun Amerika itu ketika banyak tekanan dia bersatu. Jadi mungkin akan memilih untuk kompromi kemudian tidak terjadi gagal bayar, dan itu tidak pernah terjadi dalam sejarah Amerika sampai gagal bayar.”
Selanjutnya: 5. Dampak gagal bayar utang AS terhadap RI....
5. Dampak gagal bayar utang AS terhadap RI
Jika dikaitkan dengan ekonomi, Amerika merupakan salah satu pilar utama dari surplus neraca perdagangan Indonesia. Jadi, jika sampai Amerika gagal bayar atau government shuttdown karena harus mengurangi belanja-belanja, maka akan berdampak kepada ekonomi Amerika sendiri. Ujung-ujingnya nanti secara tidak langsung akan juga menghantam Indonesia.
“Ekspor kita bisa saja turun karena situasi yang terjadi di Amerika,” ujar Eko.
Bahkan, tanda-tandanya sudah terlihat. Menurut Eko, dalam sembilan bulan terakhir atau tiga kuartal berturut-turut, pertumbuhan ekonomi Amerika sudah turun. Di mana yang tadinya bisa di atas 3 persen, kemudian kuartal empat 2022 menjadi 2,6 persen, bahkan di kuartal pertama 2023 hanya tumbuh 1,1 persen.
Eko menilai hal itu menandakan adanya perlambatan. Kemudian juga terefleksikan di dalam neraca dagang Indonesia yang sedikit demi sedikit terkikis surplusnya. “Ini kalau sampai ada risiko gagal bayar tentu lebih luas lagi dampaknya,” kata dia.
Namun, Indonesia tidak memegang obligasi Amerika menurut Eko, sehingga jika Amerika mengalami gagal bayar utang, dampaknya secara langsung terhadap anggaran pendapatan dn belanja negara atau APBN tidak terlalu besar.
“Mungkin situasi di sektor keuangannya yang akan gonjang-ganjing. Biasanya akan mempengaruhi kurs, kemudian jika berkelanjutan bisa sampai ke sektor riil. Tapi biasanya dinamikanya di sektor keuangan dulu,” ucap Eko.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini