Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Nusa Dua - Executive Director The Solvent Extractor's Association (SEA) of India, Mehta, mengatakan komoditas utama yang diimpor India adalah minyak kelapa sawit, di mana 60 persen mayoritas diperoleh dari Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Melalui data SEA/Oil World, pada Januari-September 2023, minyak kelapa sawit yang diimpor adalah sebanyak 3,83 juta ton. Di bawah Indonesia, diikuti Malaysia sebanyak 2,13 juta ton, Thailand 578 ribu ton, dan negara lainnya 279 ribu ton.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Konsumsi minyak kelapa sawit mencapai 25 juta ton atau 33 persen dari total konsumsi minyak nabati nasional India. Minyak kelapa sawit ini terkenal di sektor restoran dan katering,” ujar Mehta dalam acara IPOC 2023 di The Westin Resort, Nusa Dua, Bali, Jumat, 3 November 2023.
Menurut Mehta, minyak kelapa sawit penting bagi India untuk menjembatani gap antara permintaan dan suplai, baik dari impor maupun domestik. “Untuk menjamin Programme for Palm Oil, SEA of India sudah menandatangani nota kesepahaman dengan Indonesian Palm Oil Board dan Malaysian Palm Oil Board,” tuturnya.
Mehta menjelaskan, hingga Oktober 2023, volume impor mencapai 16,5 juta ton sejak tahun 2022. Angka ini meningkat jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu hanya 14 juta ton. Sejak November 2022 hingga Oktober 2023, impor minyak kelapa sawit India meningkat hingga 9,9 juta ton, dibandingkan dengan 7,91 juta ton pada tahun lalu.
“Hal ini didorong oleh harga minyak nabati yang menurun dan mendorong permintaan,” kata Mehta. Sementara produksi minyak nabati diproyeksikan akan meningkat dari 34 juta ton menjadi 45-48 juta ton. Konsumsi permintaan India terhadap minyak nabati akan berada di sekitar 30-32 juta ton.
Lebih lanjut, Mehta menbeberkan beberapa tantangan terhadap aspek keberlanjutan pada sektor minyak kelapa sawit di India, yakni beragam standar keberlanjutan, rendahnya kesadaran terhadap pentingnya keberlanjutan, hingga fluktuasi harga pasar.
“Saya menyarankan agar Indonesia dan Malaysia menurunkan pajak ekspor 2 persen atau US$ 20 atau US$ 30 per ton untuk proses produksi minyak kelapa sawit yang telah memenuhi ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil) atau MSPO (Malaysian Sustainable Palm Oil),” kata dia. Diharapkan, pembeli dan penjual minyak kelapa sawit akan berusaha untuk memenuhi persyaratan yang ada.