Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Asian Development Bank (ADB) menyatakan pertumbuhan ekonomi di sebagian besar kawasan Asia yang sedang berkembang masih kuat. Produk domestik bruto (PDB) Asia tahun ini diperkirakan mencapai 5,9 persen.
Ekonom Kepala ADB, Yasuyuki Sawada, mengatakan harapan pertumbuhan di kawasan Asia yang sedang berkembang kian membaik didukung kebangkitan perdagangan global. Dia mencatat terjadi lonjakan nilai ekspor dari kawasan ini sebesar 11 persen pada lima bulan pertama 2017 dibanding periode yang sama tahun lalu. Sedangkan nilai impor naik 17 persen.
"Kenaikan tersebut terjadi setelah nilai ekspor selama dua tahun sebelumnya terus menurun," kata Yasuyuki di The Plaza Office Tower, Jakarta, Selasa, 26 September 2017. Harga komoditas sempat merosot dan permintaan manufaktur lesu.
Selain didorong perdagangan global, pertumbuhan di Asia didorong kondisi Cina. Negara tersebut tercatat mengalami kenaikan riil ekspor manufaktur. Kebijakan fiskal yang ekspansif menjadi salah satu pemicu perbaikan ekonomi Cina.
ADB memperkirakan ekonomi Cina tumbuh 6,7 persen tahun ini. Namun tahun depan pertumbuhannya diprediksi melambat ke 6,4 persen karena adanya reformasi untuk memangkas kelebihan kapasitas industri dan mengurangi risiko keuangan.
Yasuyuki mengatakan risiko terhadap kawasan Asia kini mulai seimbang dengan kawasan Pasifik. Kebijakan fiskal yang longgar di Amerika Serikat dan penurunan harga minyak berpotensi mengangkat potensi kawasan Asia.
Namun sentimen negatif dari likuiditas global yang lebih ketat, gangguan ekonomi akibat peristiwa geopolitik, atau bencana akibat cuaca masih membayangi. Yasuyuki mengatakan tarif utang di kawasan Asia dan Pasifik yang tinggi juga kini menimbulkan risiko terhadap kestabilan keuangan meskipun kawasan Asia terhitung sudah lebih siap menghadapi risiko berakhirnya quantitative easing di Amerika.
Yasuyuki mengatakan para pengambil kebijakan di kawasan Asia perlu memperkuat posisi keuangannya dan memantau taraf utang serta harga aset. "Mengingat tingkat suku bunga jangka panjang perekonomian berbagai negara Asia terkait erat dengan tingkat suku bunga di Amerika Serikat," ujarnya.
VINDRY FLORENTIN
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini