Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Adopsi Kendaraan Listrik RI Kalah dari Thailand, Kadin: Insentif Percepat Pencapaian Target

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengungkapkan adopsi kendaraan listrik di Indonesia masih kalah dari negara tetangga, Malaysia dan Thailand.

14 April 2023 | 19.11 WIB

Ketua Umum Kadin Indonesia Arsjad Rasjid dalam konferensi pers di acara Asean-Business Advisory Council atau BAC 2023 di Shangri-La Hotel, Jakarta Pusat, pada Senin, 30 Januari 2023. TEMPO/ Moh Khory Alfarizi
Perbesar
Ketua Umum Kadin Indonesia Arsjad Rasjid dalam konferensi pers di acara Asean-Business Advisory Council atau BAC 2023 di Shangri-La Hotel, Jakarta Pusat, pada Senin, 30 Januari 2023. TEMPO/ Moh Khory Alfarizi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengungkapkan adopsi kendaraan listrik di Indonesia masih kalah dari negara tetangga, Malaysia dan Thailand. Ketua Umum Kadin Indonesia Arsjad Rasjid merujuk pada riset McKinsey pada 2021, tercatat Indonesia baru mampu melakukan adopsi kendaraan listrik sebesar 0,1 persen. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Sedangkan Thailand memperoleh adopsi kendaraan listrik sebesar 0,7 persen dan Malaysia sebesar 0,3 persen. Karena itu, dia berharap agar realisasi pemberian insentif untuk mobil dan bus listrik dapat segera terlaksana, setelah sebelumnya insentif motor listrik telah diberlakukan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Insentif ini akan mempercepat elektrifikasi dan pencapaian target transisi energi," kata Arsjad dalam keterangannya pada Jumat, 14 April 2023. 

Menurut Arsjad, keterlambatan adopsi dari kendaraan listrik di Indonesia disebabkan oleh harganya yang masih tinggi. Sehingga, masyarakat masih ragu untuk berpindah dari kendaraan non listrik menjadi kendaraan listrik. 

Sedangkan untuk Thailand dan Malaysia, tuturnya, terdapat berbagai insentif yang mampu mendorong masyarakatnya untuk berpindah mengadopsi kendaraan listrik. "Untuk itulah, dikeluarkan berbagai insentif yang mampu membantu masyarakat dan ekosistem industri kendaraan listrik di Indonesia berkembang lebih cepat," ujarnya. 

Arsjad menilai kebijakan program insentif kendaraan istrik adalah yang paling tepat. Musababnya dengan perubahan ini Indonesia akan sangat menarik berbagai produsen kendaraan listrik yang sebelumnya lebih tertarik di Thailand dan Malaysia. Menurutnya, langkah itu dapat menjadi game-changer Indonesia untuk industri kendaraan listrik.

Selanjutnya: pemerintah telah memberikan insentif kepada konsumen Rp 7 juta

Sebagai informasi, pemerintah telah memberikan insentif kepada konsumen berupa potongan harga sebesar Rp7 juta untuk pembelian motor listrik baru. Insentif diberikan melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan motor listrik konversi melalui Kementerian Perindustrian. Bantuan ini akan berlaku selama dua tahun, yaitu pada 2023 hingga 2024. Insentif tersebut hanya berlaku untuk 1 juta motor listrik baru dan konversi. 

Sementara bagi para pelaku industri kendaraan listrik, terdapat insentif fiskal yang diberikan. Di antaranya tax holiday hingga 20 tahun, super deduction hingga 300 persen untuk pengembangan dan penelitian, pembebasan PPN untuk barang tambang termasuk bijih nikel sebagai bahan baku pembuatan baterai. 

Selain itu, produsen mendapatkan pembebasan PPN atas impor dan perolehan barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik untuk industri kendaraan bermotor. Terdapat juga PPNBM untuk mobil listrik dalam negeri sebesar 0 persen dibandingkan kendaraan non listrik 15 persen. 

Pemerintah juga akan menghapus biaya masuk impor mobil atau Incompletely Knock Down (IKD) dan bea masuk Completely Knock Down (CKD) melalui kerjasama FPI dan CEPA termasuk Korea dan China. Terakhir, pajak daerah berupa pengurangan bea balik nama kendaraan bermotor (BBN) kendaraan bermotor dan pajak kendaraan bermotor (PKB) sebesar 90 persen. Artinya, secara akumulatif insentif-insentif tersebut akan mencapai 32 persen harga jual untuk mobil listrik dan 18 persen untuk harga jual motor listrik selama perkiraan masa hak pakainya. 

Adapun melalui pemerintah Indonesia menargetkan terjadinya adopsi kendaraan listrik hingga 2 juta unit pada tahun 2025. Target itu disebutkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2019 tentang Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan.  

Melalui Perpres ini juga pemerintah juga mendorong agar pemberian insentif bisa menyentuh seluruh lapisan masyarakat untuk bisa membeli kendaraan listrik berupa mobil maupun motor. 

Pilihan Editor: Bos Kadin Desak Amerika Serikat Bersikap Adil kepada Indonesia Soal Subsidi Nikel Kendaraan Listrik

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini

Riani Sanusi Putri

Lulusan Antropologi Sosial Universitas Indonesia. Menekuni isu-isu pangan, industri, lingkungan, dan energi di desk ekonomi bisnis Tempo. Menjadi fellow Pulitzer Center Reinforest Journalism Fund Southeast Asia sejak 2023.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus