Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Audit BPK Temukan Indofarma Terjerat Pinjol, Berapa Potensi Kerugian yang Timbul?

Salah satu hasil audit BPK menyebutkan bahwa PT Indofarma Tbk. terjerat pinjaman online atau pinjol. Seperti apa temuan lengkapnya?

7 Juni 2024 | 12.48 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Salah satu hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebutkan bahwa PT Indofarma (Persero) Tbk. terjerat pinjaman online atau pinjol. Hal ini tertuang dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2023 yang disampaikan BPK ke DPR pada Kamis, 6 Juni 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada Bab III IHPS berisi hasil pemeriksaan BUMN dan badan lainnya itu, disebutkan PT Indofarma Tbk dan PT IGM (anak perusahaan PT Indofarma Tbk) melakukan aktivitas yang berindikasi fraud (kerugian).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Aktivitas itu di antaranya adalah transaksi jual beli fiktif pada Business Unit Fast Moving Consumer Goods (FMCG), penempatan dana deposito atas nama pribadi pada Koperasi Simpan Pinjam Nusantara (Kopnus), penggadaian deposito pada Bank Oke untuk kepentingan pihak lain, melakukan pinjaman online atau pinjol (fintech) serta menampung dana restitusi pajak pada rekening bank yang tidak dilaporkan di laporan keuangan dan digunakan untuk kepentingan di luar perusahaan.

Selain itu, ada aktivitas mengeluarkan dana tanpa underlying transaction, menggunakan kartu kredit perusahaan untuk kepentingan pribadi, melakukan pembayaran kartu kredit atau operasional pribadi, melakukan windows dressing laporan keuangan perusahaan, serta membayar asuransi purnajabatan dengan jumlah melebihi ketentuan.

"Permasalahan tersebut mengakibatkan indikasi kerugian sebesar Rp 278,42 miliar dan potensi kerugian sebesar Rp 18,26 miliar atas beban pajak dari penjualan fiktif FMCG," tulis BPK dalam hasil auditnya di IHPS tersebut.

Atas permasalahan itu, BPK merekomendasikan kepada Direksi Indofarma antara lain agar melaporkan ke pemegang saham perihal transaksi jual beli fiktif, penempatan dan pegadaian deposito, pinjaman online, penggunaan dana restitusi pajak untuk kepentingan di luar perusahaan dan pengeluaran dana tanpa underlying transaction.

Selain itu, Direksi Indofarma direkomendasikan untuk melaporkan ke pemegang saham soal pengeluaran kartu kredit perusahaan untuk kepentingan pribadi, pembayaran kartu kredit/operasional pribadi, windows dressing laporan keuangan perusahaan, serta pembayaran asuransi purnajabatan dengan jumlah yang melebihi ketentuan yang berindikasi kerugian sebesar Rp 278,42 miliar dan berpotensi kerugian sebesar Rp 18,26 miliar.

BPK juga merekomendasikan Direksi Indofarma agar berkoordinasi dengan pemegang saham dan Kementerian BUMN untuk melaporkan permasalahan perseroan dan anak perusahaannya  kepada aparat penegak hukum. "Dan menginstruksikan Direksi IGM untuk berkoordinasi dengan kantor pajak agar perusahaan tidak dikenakan beban pajak penjualan senilai Rp 18,26 miliar atas transaksi penjualan fiktif Business Unit FMCG," tulis BPK.

Dalam auditnya itu juga, BPK menemukan permasalah karena Indofarma dan IGM melakukan aktivitas pengadaan alat kesehatan tanpa studi kelayakan dan melakukan penjualan tanpa analisis kemampuan keuangan customer antara lain pengadaan serta penjualan teleCTG, masker, PCR, rapid test (panbio), dan isolation transportation. 

Hal-hal tersebut, yang menurut BPK, mengakibatkan indikasi kerugian sebesar Rp 16,35 miliar serta potensi kerugian sebesar Rp 146,57 miliar yang terdiri dari piutang macet sebesar Rp 122,93 miliar dan persediaan yang tidak dapat terjual sebesar Rp 23,64 miliar.

Atas permasalahan itu, BPK merekomendasikan kepada Direksi Indofarma untuk melaporkan ke pemegang saham atas pengadaan dan penjualan alat kesehatan teleCTG, masker, PCR, rapid test (panbio), dan isolation transportation yang mengakibatkan indikasi kerugian Rp 16,35 miliar dan potensi kerugian Rp 146,57 miliar.

BPK juga merekomendasikan Indofarma berkoordinasi dengan pemegang saham dan Kementerian BUMN untuk melaporkan permasalahan perseroan dan anak usahanya kepada aparat penegak hukum. "Dan mengupayakan penagihan piutang macet senilai Rp 122,93 miliar," tulis BPK.

Selanjutnya: Ketua BPK Isma Yatun sebelumnya membeberkan ...

Ketua BPK Isma Yatun sebelumnya membeberkan hasil temuan audit berupa Indofarma dan IGM mengadakan alat kesehatan tanpa studi kelayakan. Temuan itu juga mengungkapkan perusahaan farmasi menjual produk tanpa analisis kemampuan keuangan pelanggan.

Akibat pengadaan alat tanpa studi kelayakan dan penjualan tanpa analisis kemampuan keuangan pelanggan itu, timbul potensi kerugian sebesar Rp146,57 miliar.

“(Potensi kerugian) terdiri dari piutang macet sebesar Rp122,93 miliar dan persediaan yang tidak dapat terjual sebesar Rp23,64 miliar,” ujar Isma Yatun dalam Rapat Paripurna DPR ke-19 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2023–2024 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa, 4 Juni 2024.

BPK sebelumnya telah melaporkan dugaan penyimpangan itu kepada Jaksa Agung di Kejaksaan Agung (Kejagung) pada Senin, 20 Mei 2024. Dalam laporan itu, BPK menyebut penyimpangan dalam pengelolaan keuangan PT Indofarma Tbk dan anak perusahaan yang mengakibatkan indikasi kerugian negara sebesar Rp 371,83 miliar.

Wakil Ketua BPK Hendra Susanto mengatakan pemeriksaan BPK merupakan inisiatif yang berasal dari pengembangan hasil pemeriksaan Kepatuhan atas Pengelolaan Pendapatan, Beban, dan Kegiatan Investasi Tahun 2020 hingga Semester I Tahun 2023 pada PT Indofarma Tbk, Anak Perusahaan, dan Instansi Terkait.

“BPK menyimpulkan adanya penyimpangan yang berindikasi tindak pidana yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait dalam pengelolaan keuangan PT Indofarma Tbk,” katanya melalui keterangan tertulis, dikutip pada Selasa, 21 Mei 2024.

Selain penyerahan hasil pemeriksaan investigatif di atas, BPK juga telah menyerahkan kepada Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta pada Ahad, 5 Mei 2024 berupa Laporan Hasil Penghitungan Kerugian Keuangan Negara (LHPKKN) atas Pemberian Fasilitas Kredit Modal Kerja PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk kepada PT Linkadata Citra Mandiri Tahun 2016 hingga 2019.

Berdasarkan hasil penghitungan kerugian negara itu, BPK menyimpulkan adanya penyimpangan-penyimpangan berindikasi tindak pidana yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait dalam perkara dimaksud yang mengakibatkan kerugian negara pada PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk sebesar Rp 120,14 miliar.

Sekretaris Perusahaan Indofarma, Warjoko Sumedi, dalam penjelasannya ke otoritas Bursa Efek Indonesia (BEI), menyebutkan BPK telah menyerahkan laporan hasil pemeriksaan (LHP) investigatif kepatuhan atas pengelolaan pendapatan, beban dan kegiatan investasi tahun 2020 sampai dengan semester 1 tahun 2023 pada Indofarma dan anak usahanya ke Jaksa Agung. 

"Kami sampaikan tidak ada informasi atau kejadian penting lainnya yang material dan dapat
mempengaruhi kelangsungan hidup perusahaan serta dapat mempengaruhi harga saham perusahaan," kata Warjoko seperti dikutip dari keterbukaan informasi per Senin, 3 Juni 2024. Hal ini merujuk permintaan penjelasan oleh BEI ke perusahaan berkode saham INAF tersebut melalui surat nomor S-04989/BEI.PP3/05-2024 tanggal 21 Mei 2024.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus