SETELAH Federal Motor sukses melempar Honda Win ke RRC, Harapan Group, yang merakit Yamaha, ikut menguntit di belakangnya. Pekan lalu, merk yang pernah diisukan hilang dari peredaran ini mulai mengekspor. Hanya bedanya, untuk sepeda motor jadi -- Yamaha Bebek Excellent -- baru ekspor percobaan sebanyak 48 unit. Sedangkan yang sudah pasti adalah ekspor komponen sepeda motor, dengan tujuan Jepang dan Muangthai. Dikatakan sudah pasti karena besar kemungkinan kedua negara pengimpor akan membeli secara teratur. Maklum, importirnya boleh dibilang masih "keluarga sendiri". Seperti Yamaha Motor Company, pemegang merk Yamaha KTS, perusahaan yang memproduksi peralatan perbengkelan dan Moriyama Kogyo, yang membuat komponen listrik sepeda motor. Ketiganya berlokasi di Jepang. Sedangkan di Muangthai, komponen-komponen itu dibeli oleh Siam Electrical Parts Co., yang juga merakit Yamaha. "Dalam menembus pasar-pasar itu, kami memang banyak dibantu oleh Yamaha Jepang," ujar Soetrisno, direktur Harapan Group (HG). Bukan sekadar pernyataan basa-basi, tampaknya. Maklum, saat ini baru HG-lah yang berhasil melakukan ekspor. Padahal, ada 159 produsen lain yang juga merakit komponen Yamaha, yang tersebar di banyak negara. Jadi, wajar kalau Trisno begitu gembira, kendati ekspor perdananya baru senilai 300 ribu dolar AS, ditambah nilai ekspor Yamaha jadi yang Rp 63 juta. Ia yakin, targetnya tahun ini, 530 ribu dolar, akan tercapai. Dan setelah itu, targetnya dinaikkan menjadi 200 ribu dolar per bulan. Buat Harapan Group, ini terbilang penghasilan yang lumayan. Maklum, di Indonesia Yamaha terhitung produsen yang baru bangkit. Sedangkan dua tahun sebelumnya banyak orang menduga, Yamaha sudah gulung tikar. "Masa itu merupakan yang tersulit buat kami," ujar Trisno. Untuk "membantu-bantu" cashfloq, terpaksa Yamaha "nyambi", membuat setrika listrik, rice cooker, dan meteran listrik. "Yah, daripada nganggur, kami menerima pesanan dari beberapa produsen alat-alat elektronik," ujarnya. Termasuk langkah efisiensi, memang. Apalagi menghadapi batas waktu: tahun 1990 -- yang ditetapkan pemerintah -- manakala semua perakitan harus menyetop komponen impor secara total. Menurut Trisno, investasi yang diperlukan untuk membuat mesin tidak kurang dari Rp 25 milyar. Katanya, soal investasi tidaklah terlalu memberatkan. Hanya saja, masih ada beberapa kendala yang perlu diselesaikan segera. Misalnya bahan baku yang masih bergantung pada impor, seperti plastik, baja, dan aluminium ingot. Selain itu, beberapa produk yang dibuat subkontraktor pun Yamaha memakai jasa 35 subkontraktor masih banyak yang tidak memenuhi standar kualitas yang ditentukan Yamaha Jepang. Sehingga, mau tidak mau diperlukan waktu untuk memberikan pengarahan mutu. Singkat kata, Yamaha sendiri sudah siap memasuki gerbang full manufacturing. Apalagi jalan ke Cina sudah terbentang lebar. B.K. dan Syafiq Basri
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini