Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Bangun PLTN untuk Suplai Listrik, Jokowi Disarankan Survei Ulang

Usul pendirian pembangkit listrik tenaga nuklir sempat digagas pemerintah 15 tahun silam dengan mengambil titik lokasi di kawasan Gunung Muria.

29 November 2019 | 07.03 WIB

mantan Menteri ESDM, sekaligus mantan Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro saat menjadi narasumber dalam Seminar Nasional Optimalisasi Pengelolaan Energi Untuk Menjamin Ketahanan Energi Nasional, Senin, 15 Juni 2015, di gedung Pasca Sarjana Universitas Diponegoro (Undip) Pleburan, Jawa Tengah.Komunika Online.
Perbesar
mantan Menteri ESDM, sekaligus mantan Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro saat menjadi narasumber dalam Seminar Nasional Optimalisasi Pengelolaan Energi Untuk Menjamin Ketahanan Energi Nasional, Senin, 15 Juni 2015, di gedung Pasca Sarjana Universitas Diponegoro (Undip) Pleburan, Jawa Tengah.Komunika Online.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Yogyakarta - Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Purnomo Yusgiantoro menyatakan Indonesia dituntut menghadirkan dan menggunakan energi baru dan terbarukan (EBT) untuk mengatasi kian menipisnya energi fosil berwujud minyak dan gas. Salah satunya untuk menyuplai listrik ke seluruh pelosok nusantara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

"Minyak dan gas akan habis dipakai, kalau ada penelitian seharusnya dilakukan untuk mengembangkan Migas Non Konvensional (MNK)," ujar Purnomo di sela menghadiri forum bertajuk Penguatan Ketahanan Energi untuk Mendukung Ketahanan Nasional di kampus UPN Veteran Yogyakarta, Kamis, 28 November 2019.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Terkait hal ini, kata Purnomo, EBT dengan bersumber dari nuklir jadi salah satu opsi yang bisa dipertimbangkan. Usulan pendirian pembangkit listrik tenaga nuklir atau PLTN sempat digagas sekitar 15 tahun silam pemerintah dengan mengambil titik lokasi di kawasan Gunung Muria.

Pertimbangan pemerintah saat itu karena melihat nuklir sebagai bahan pembangkit listrik yang bisa mengejar kebutuhan nasional. Namun saat itu masih mendapat penolakan masyarakat sehingga rencana itu mandeg.

Purnomo menuturkan, jika pemerintahan Joko Widodo atau Jokowi berniat mengembangkan nuklir sebagai sumber energi, setidaknya harus melihat prinsip kemandirian energi yang biasa disebut 4A1S.

Prinsip kemandirian energi 4A1S itu adalah Availability atau kemampuan memberikan jaminan ketersediaan energi, Accessibility yang bicara soal akses terhadap energi, dan Affordability yang memberikan harga energi yang terjangkau. Selain itu ada prinsip Acceptability soal penerimaan masyarakat pada jenis energi tertentu, dan Sustainability tentang penggunaan energi secara berkelanjutan.

“Masalah terbesar pengembangan nuklir itu letaknya di faktor acceptability atau penerimaan masyarakat ini seperti apa. Kalau acceptabilitynya diterima, baru bisa jalan,” ujar Purnomo.

Jika pemerintahan Jokowi hendak melanjutkan rencana pengembangan nuklir sebagai pembangkit listrik, Purnomo menyarankan untuk diadakan kajian dan survei ulang. Bagaimana penerimaan masyarakat untuk itu. "Saya nggak tahu posisi penerimaan masyarakat itu sekarang seperti apa pada nuklir,” kata Purnomo.

Mantan Menteri Pertahanan ini pun meminta pemerintah jika memang melakukan kajian atau survei ulang tak hanya berfokus pada satu titik di Gunung Muria. Tapi bisa dilakukan pada Kalimantan Barat serta Bangka Belitung yang dikabarkan bersedia menjadi daerah pertama yang memiliki PLTN di Indonesia. “Tak hanya survey, tapi pemerintah juga mengkaji kesiapan teknologi dan bahan bakunya."

Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Indonesia Rinaldy Dalimy dalam forum itu menuturkan meski rencana pengembangan nuklir sudah tertuang dalam Kebijakan Energi Nasional, namun PLTN akan tetap menjadi pertimbangan dan pilihan terakhir.

“Ada risiko dalam penerapan teknologi nuklir baik untuk persenjataan, pertanian, kesehatan maupun kelistrikan. Senjata berisiko ledakan, pertanian dan kesehatan berisiko pada limbah, energi listrik berisiko kecelakaan,” ujarnya.

Selain itu, keberadaan Indonesia yang berada di area ‘the ring of fire’ serta daerah rawan gempa menghadirkan ancaman bencana alam yang tidak bisa diprediksi dan membahayakan instalasi. Tidak hanya itu, penggunaan teknologi asing serta pembelian uranium akan meningkatkan subsidi listrik dan ketergantungan dengan negara lain. “Saya memastikan dalam 100 tahun ke depan, PLTN belum akan hadir di Indonesia,” ujarnya.

Ketimbang PLTN, Dalimy menyebutkan Indonesia bisa memanfaatkan beragam jenis energi terbarukan sebagai sumber pembangkit listrik. Mulai tenaga angin yang sudah dimanfaatkan di Sulawesi Selatan, kemudian ada tenaga ombak, hydrogen, tenaga air yang dielektrolisa, dan konversi energi termal lautan (OTEC) yang dimana Indonesia memiliki potensi besar ketiga di dunia. “Persoalan utamanya untuk mengelola energi itu dibutuhkan dana besar."

Pribadi Wicaksono (Kontributor)

Pribadi Wicaksono (Kontributor)

Koresponden Tempo di Yogyakarta.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus