Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah merelaksasi aturan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) mobil listrik. Dari yang semula 40 persen pada 2024, diundur ke 2026. "Kami lakukan (relaksasi) supaya menarik investor," ujar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita pada Kamis, 10 Agustus 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengritisi langkah tersebut. Fahmy menilai, relaksasi itu sangat menguntungkan investor. "Pemerintah terkesan bertekuk lutut pada setiap tuntutan investor kendaraan listrik," kata Fahmy melalui keterangan tertulis pda Selasa, 22 Agustus 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Menurut Fahmy, arah kebijakan relaksasi TKDN ini mengindikasikan bahwa pemerintah akan menjadikan Indonesia hanya sebagai pasar, bukan sebagai produsen kendaraan listrik.
Ia pun mengatakan kebijakan itu menunjukkan bahwa pemerintah hanya fokus pada produk akhir. "Pemerintah mengabaikan pengembangan eskosistem dari hulu hingga hilir," ujarnya.
Padahal, kata dia, pemerintah sudah memulai program hilirisasi melalui pelarangan ekspor bijih nikel dan smelterisasi untuk menghasilkan berbagai produk turunan. Termasuk bahan baku produksi baterai yang menjadi komponen utama kendaraan listrik.
Hal berbeda disampaikan Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo). Sekretaris Umum Gaikindo Kukuh Kumara setuju dengan kebijakan ini karena menurutnya pemenuhan TKDN bukan perkara mudah. Di sisi lain, Indonesia bersaing dengan negara lain dalam menarik investor mobil listrik.
"Jangan sampai TKDN menjadi penghalang. Karena yang penting investor bikin industrinya dulu di Indonesia," kata Kukuh kepada Tempo pada Jumat, 18 Agustus 2023.
Menurut Kukuh, sementara ini, masing-masing pabrikan mobil listrik diberi kelonggaran untuk menentukan komponen apa yang bisa dibuat di Indonesia. Kebebasan ini akan memberi kemudahan mereka dalam produksi.
"Toh apa yang bisa dibuat di Indonesia dan selama itu efisien, mereka pasti akan melakukannya di sini," ujar Kukuh. "Tapi kalau (komponen) itu belum ada dan itu menjadi kendala, mereka akhirnya tidak mau masuk Indonesia dan akan memilih negara lain."
Pasalnya, menurut Kukuh,saat ini Indonesia bersaing dengan negara tetangga untuk menggaet investor mobil listrik. Adapun yang perlu menjadi catatan, negara lain bisa jadi memberi kemudahan dan memfasilitasi kebutuhan investor. Dia pun mengatakan jika pemerintah berkukuh TKDN menjadi persyaratan investasi, Indonesia justru bisa kalah saing.
"(Presentase) TKDN bisa sambil jalan, ketika ekosistem kendaraan listrik sudah berjalan dengan baik," kata Kukuh.