Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan jajarannya mengaku lega setelah mengetahui Program Pengungkapan Sukarela (PPS), yang kerap disebut pengampunan pajak atau tax amnesty jilid II, pada akhirnya menghimpun pajak penghasilan (PPh) sebesar Rp 61,01 triliun. Program itu ditutup pada Kamis lalu.
"Kami sebenarnya tidak ada target, tapi Direktur Jenderal Pajak ketika ditanya pada awalnya menyampaikan Rp 30 triliun karena sampai Maret tidak naik-naik," ujar dia di kantor Direktorat Jenderal Pajak, kemarin.
Berdasarkan pada data Kementerian Keuangan, tren nilai harta bersih dan total PPh yang dihimpun dalam program itu memang cukup landai pada bulan-bulan pertama. Lonjakan jumlah peserta program yang dimulai pada 1 Januari 2022 tersebut baru terjadi di bulan terakhir, Juni 2022.
Pada Juni, kata Sri Mulyani, penerimaan PPh dari program ini menembus Rp 1 triliun per hari. "Bahkan ada yang sehari Rp 10 triliun," ujarnya. Karena itu, kata dia, Direktorat Jenderal Pajak baru meningkatkan targetnya di akhir pelaksanaan. "Ketika lewat Rp 30 triliun, target naik ke Rp 35 triliun, lalu Rp 45 triliun, dan Rp 50 triliun."
PPS berjalan selama enam bulan, lebih singkat daripada pengampunan pajak jilid pertama pada 2016-2017 yang berlangsung sembilan bulan. PPS dilaksanakan lantaran masih terdapat peserta pengampunan pajak yang belum mendeklarasikan seluruh aset pada program sebelumnya. Di samping itu, masih ada wajib pajak orang pribadi yang belum mengungkapkan seluruh penghasilannya dalam SPT tahunan 2016-2020.
Untuk itu, ada dua kebijakan dalam pelaksanaan PPS. Kebijakan pertama adalah peserta tax amnesty jilid pertama dapat mengungkapkan aset yang belum diungkapkan dalam program sebelumnya dengan membayar PPh final sebesar 11 persen untuk harta deklarasi luar negeri, 8 persen untuk harta luar negeri repatriasi dan harta dalam negeri, serta 6 persen untuk harta repatriasi dan harta dalam negeri yang diinvestasikan dalam surat berharga negara (SBN), penghiliran, dan energi terbarukan. Pengungkapan hanya dapat dilakukan untuk aset yang diperoleh pada 1 Januari 1985 hingga 31 Desember 2015.
Adapun kebijakan kedua adalah wajib pajak orang pribadi dapat mengungkapkan harta yang diperoleh pada periode 1 Januari 2016 hingga 31 Desember 2020 dan belum dilaporkan dalam SPT tahunan 2020 dengan membayar PPh final sebesar 18 persen harta deklarasi luar negeri, 14 persen harta luar negeri repatriasi dan harta dalam negeri, serta 12 persen harta luar negeri repatriasi dan harta dalam negeri yang diinvestasikan dalam SBN, penghiliran, dan energi terbarukan.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo