Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tempo.Co, Jakarta - Peneiti dari Auriga Nusantara Iqbal Damanik menilai perkembangan energi terbarukan masih lambat. Hal itu, kata dia, karena minimnya insentif yang diberikan bagi industri itu.
"Energi terbarukan jadi dia dibiarkan tanpa hambatan, dan tidak dikasi insentif apa-apa," kata Iqbal di Bangli Kopi, Jakarta, Ahad, 22 Desember 2019.
Menurutnya dia, pemerintah masih lebih dominan memberikan insentif bagi industri energi batu bara, sepertinya Pembangkit Listrik Tenaga Uap dan pertambangan. "Jadi secara bisnis tidak akan menguntungkan, akan lebih menguntungkan orang berinvestasi di energi kotor," kata dia.
Karena itu, menurut Iqbal, jika tidak ada perubahan target bauran energi terbarukan (EBT) sebesar 23 persen pada 2025, sulit tercapai.
Menurutnya, penerapan energi terbarukan perlu terus ditingkatkan. Karena jika terus fokus pada penggunaan batu bara secara eksploitatif, maka Indonesia akan kehabisan sumber daya alam tak terbarukan itu pada 2026. "Kalau kondisi sekarang kita ekspor batu bara, 2026 kita akan impor batu bara. Empat tahun lebih cepat dr itu itungan PLN dan PWC. Kalau modelnya eksploitatif," ujarnya.
Sebelumnya, Sekretaris Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan ESDM, Halim Sari Wardana mengatakan ada potensi besar meningkatkan energi baru terbarukan untuk menekan impor minyak dan gas.
Selain itu, kata dia, Indonesia punya potensi panas bumi, solar, dan air dapat terus meningkat untuk menekan impor. Karena energi itu, mengurangi penggunaan bahan bakar diesel dan gas.
Saat ini kata dia, penerapan energi terbarukan masih di bawah 10 persen. Pada 2025 Kementerian ESDM, kata dia, menargetkan penerapan itu mencapai 25 persen.
"Itu kan target, kita berupaya semaksimal mungkin semua cara kita lakukan. Tadi B30 sampai B40, dan lain-lain bisa cepat, lebih cepat lebih baik. Lalu pemanfaatan panas bumi, menarik investasi panas bumi, kita menyajikan data-data lebih bagus agar investor tertarik, membangun," kata Halim.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini