Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) merilis capaian ekspor Indonesia pada Januari 2023. Deputi Bidang Statistik Produksi BPS, M. Habibullah menyampaikan nilai ekspor Januari 2023 mencapai US$ 22,31 miliar atau turun 6,36 persen dibanding Desember 2022 yang mencapai 23,83 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Tapi total ekspor pada Januari 2023 dibanding Januari 2022 meningkat 16,37 persen dari US$ 19,7 miliar menjadi US$ 22,31 miliar,” kata Habibullah dalam acara Rilis BPS yang disiarkan langsung melalui akun Youtube BPS, Rabu, 15 Februari 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Habibullah memaparkan, penurunan ekspor bulan kemarin melanjutkan penurunan yang terjadi pada Desember 2022. Sebelumnya, ekspor pada Desember juga tercatat menurun 1,10 persen terhadap November 2022.
“Penurunan ekspor pada 5 bulan terakhir terjadi dari sisi nilai maupun volume,” ungkap Habibullah.
BPS mencatat kenaikan ekspor Migas sebesar 0,98 persen. Capaian tersebut, secara nilai meningkat dari US$ 1,47 miliar menjadi US$ 1,49 miliar. Namun, komoditas non Migas secara bulanan menurun 6,84 persen dari US$ 22,36 miliar menjadi US$ 20,83 miliar.
Habibullah menjelaskan, perkembangan ekspor Indonesia secara bulanan dalam tiga tahun terakhir memiliki pola yang sama. Selalu mengalami perlambatan.
Untuk capaian Januari 2023, Habibullah mengatakan ada sejumlah faktor penyebab yang berpengaruh. Pertama, perkembangan harga komoditas unggulan di tingkat global hingga akhir Januari 2023. Misalnya, harga batu bara, nikel, dan gas alam. “Tapi secara tahunan harga batu bara dan nikel lebih tinggi dibanding periode yang sama pada tahun lalu,” kata dia.
Selain itu, ada komoditas yang harganya menurun dibanding tahun 2022, yakni minyak kelapa sawit, bijih besi, minyak mentah, dan gas alam. Faktor penyebab lainnya, adalah nilai tukar rupiah terhadap dolar yang relatif kuat pada Januari 2023 dibanding Desember 2022. Tercatat pada Januari kemarin, rupiah ditutup di level Rp 14.4992 per dolar AS.
Capaian ekspor Indonesia Januari kemarin juga tidak terlepas dari proyeksi pertumbuhan ekonomi negara mitra dagang. Sebab, hal tersebut berpengaruh terhadap permintaan komoditas unggulan Indonesia. Habibullah menyebut proyeksi pertumbuhan Amerika Serikat, Korea Selatan, dan India, akan lebih rendah dibanding tahun lalu.
Sementara itu, Tiongkok sudah membuka kran impor batu bara Australia. India juga memacu produksi batu bara dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan domestik. “Ini akan berpotensi mengurangi pangsa batu bara Indonesia,” ucap Habibullah.
Faktor lainnya adalah kebijakan pemerintah menaikkan pungutan ekspor crude palm oil untuk 16 hingga Januari 2023 sebear 7,17 persen. Hal ini sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53 Tahun 2023.
Pilihan Editor: Bahas Ekonomi Baru RI, Wamenkeu: Intinya Bukan Larangan Ekspor, Tapi Mendorong Hilirisasi