Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

BPS: Nilai Tukar Petani Naik 0,82 Persen

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai tukar petani atau NTP pada November tahun ini naik. Ini sejumlah penyebabnya.

1 Desember 2023 | 14.20 WIB

Ilustrasi Petani. ANTARA FOTO/Arif Firmansyah
Perbesar
Ilustrasi Petani. ANTARA FOTO/Arif Firmansyah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai tukar petani atau disebut NTP pada November 2023 sebesar 116,73 atau naik 0,82 persen dibandingkan Oktober 2023. Nilai tukar petani adalah rasio antara indeks harga yang diterima petani dengan harga yang dibayar petani. Nilai tukar petani adalah salah satu indikator untuk menentukan tingkat kesejahteraan petani.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Moh. Edy Mahmud mengatakan indeks yang diterima petani naik sebesar 1,42 persen. Kenaikan itu lebih tinggi dibanding indeks yang dibayar petani yang hanya naik sebesar 0,59 persen.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Edy lantas menuturkan empat komoditas utama yang mempengaruhi kenaikan indeks yang diterima petani secara nasional. Keempatnya adalah cabai rawit, kelapa sawit, cabai merah, dan bawang merah. "Peningkatan nilai tukar petani tertinggi terjadi pada subsektor hortikultura," lanjut Edy dalam konferensi pers yang dipantau secara daring pada Jumat, 1 Desember 2023.

Dia menjelaskan, nilai tukar petani subsektor hortikultura pada November 2023 naik sebesar 8,64 persen. Kenaikan ini terjadi karena indeks yang diterima petani naik sebesar 9,17 persen lebih besar daripada indeks yang dibayar petani sebesar 0,49 persen. 

Sementara penurunan NTP terdalam terjadi pada subsektor perikanan tangkap, yakni turun 1,26 persen dibandingkan Oktober 2023. Edy menuturkan, penurunan ini karena indeks yang diterima nelayan turun sebesar 0,87 persen, sedangkan indeks yang dibayar mengalami kenaikan sebesar 0,40 persen. 

"Komoditas yang dominan mempengaruhi penurunan indeks yang diterima nelayan dan subsektor perikanan tangkap adalah ikan cakalang dan ikan tongkol," tutur Edy.



Amelia Rahima Sari

Alumnus Antropologi Universitas Airlangga ini mengawali karire jurnalistik di Tempo sejak 2021 lewat program magang plus selama setahun. Amel, begitu ia disapa, kembali ke Tempo pada 2023 sebagai reporter. Pernah meliput isu ekonomi bisnis, politik, dan kini tengah menjadi awak redaksi hukum kriminal. Ia menjadi juara 1 lomba menulis artikel antropologi Universitas Udayana pada 2020. Artikel yang menjuarai ajang tersebut lalu terbit di buku "Rekam Jejak Budaya Rempah di Nusantara".

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus