Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Urusan maskapai penerbangan bukan barang baru bagi Dendy Kurniawan. Sebelum ditunjuk menjadi nakhoda baru PT Pelita Air Service pada April 2022, dia sudah sibuk mengembangkan pasar penerbangan berbiaya murah—atau low-cost carrier—bersama manajemen Grup AirAsia Indonesia. Denny langsung diberi pekerjaan yang berat saat baru saja hijrah ke entitas anak PT Pertamina (Persero) tersebut. Setelah sekian lama berfokus di segmen charter, kini Pelita Air tengah didorong oleh pemerintah untuk kembali bersaing di pasar penerbangan penumpang, persisnya di segmen layanan medium.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dimulai dari rute gemuk Jakarta-Bali, kini Dendy memimpin proses pengembangan jaringan rute dan pesawat Pelita Air. Setali tiga uang dengan maskapai lain, Pelita Air pun harus pasang kuda-kuda untuk menghadapi lonjakan harga avtur maupun gejolak di pasar akibat ancaman resesi 2023.
Berikut kutipan wawancara Dendy dengan awak media di Jakarta, pada Kamis lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bagaimana rencana pengembangan operasi Pelita Air?
Pengembangannya (berfokus ke) rute dan penambahan pesawat. Kami sekarang sudah mengoperasikan tiga pesawat. Rencananya ada tambahan lima lagi, sehingga ditargetkan delapan pesawat pada tahun ini. Kami sedang upayakan mendapat harga dan konfigurasi terbaik. Tidak mau buru-buru juga. Setelahnya, kami mendapat mandat dari pemegang saham untuk berekspansi, (untuk) rencana lima tahun. Setelah tahun ini, setiap tahun kami akan menambah 10 unit pesawat. Diharapkan bisa jadi backbone penerbangan domestik dan saling support, saling mengisi dengan maskapai lain.
Jenis pesawat apa saja yang bisa mendukung kinerja Pelita Air?
Kami hanya gunakan satu tipe, yaitu Airbus 320. Jadi, memang sengaja kami pilih satu tipe supaya operasi lebih efisien.
Dengan modal armada A320, bagaimana sasaran pengembangan rute Pelita Air?
Gampang ditebak kalau soal rute. Kami akan masuk ke kota-kota besar, dari Bali, Yogyakarta, kemudian ke Surabaya, Balikpapan, Pekanbaru, serta Medan. Nanti tinggal (menunggu) mana dulu yang dibuka. Soal penambahan rute tergantung pesawatnya dapat atau tidak dulu. Semoga tahun ini dapat lima unit. Fokus kami masih terbang di rute domestik sesuai dengan arahan Kementerian Badan Usaha Milik Negara, kecuali untuk layanan umrah.
Bagaimana potensi pasar penerbangan umrah itu?
Semua maskapai akan melihat ke sana. Dibukanya border internasional dengan potensi muslim terbesar di dunia ada di Indonesia. Ada antrean naik haji, market umrah juga potensial digarap. Berapa pun kapasitas yang tersedia untuk (pasar) umrah, pasti tetap kurang. Itu segmen yang akan kami garap tahun depan, tidak tahun ini. Tahun depan bisa lebih siap.
Seberapa banyak target penumpang yang dikejar manajemen?
Sebanyak mungkin. Tahun ini, sebagai maskapai baru, kami menargetkan tingkat keterisian atau loadfactor 65 persen. Tahun depan, harapannya bisa perlahan-lahan naik menjadi lebih dari 70 persen.
Sejauh mana pemulihan permintaan penerbangan?
Kami lihat harga tiket pesawat mahal karena ketidakseimbangan supply dan demand. Artinya, demand pulih lebih cepat dibandingkan dengan kapasitas. Jadi, ini kesempatan maskapai untuk mengembalikan kapasitasnya seperti dulu. Ada saja maskapai yang bisa mengatasi keuangannya saat ini, tapi selanjutnya ada antrean di lokasi perbaikan dan perawatan (maintenance, repair, overhaul/MRO) karena pesawat yang awalnya tidak beroperasi sekarang mau operasi harus dicek suku cadangnya, diganti juga. Yang pasti, kami berharap seterusnya (permintaan) penumpang bisa kembali seperti sebelum pandemi. Kalau berdasarkan data dari PT Angkasa Pura II (Persero), pemulihan atau recovery rate sudah 80 persen.
CEO Pelita Air, Dendy Kurniawan. Dokumentasi Pribadi.
Pelita Air kini melayani segmen medium. Apakah pasarnya menarik?
Sangat menarik. Soal banyaknya populasi di Indonesia, itu yang penting. Di negara kepulauan, transportasi udara adalah kebutuhan. Saya senang karena ada kompetisi sehat, biar nanti masyarakat yang memilih maskapai sesuai dengan preferensinya. Pilihan jadi lebih banyak bagi pelanggan. Tidak semuanya soal harga paling murah, tidak harus. Semua punya kue masing-masing. Kalau (anggapan) market share paling ramai adalah di segmen low-cost, itu tergantung pilihan masyarakatnya.
Ke mana arah belanja modal (capex) manajemen?
Untuk keperluan sewa dan sparepart, sih, tidak ada isu. Hal yang harus segera diantisipasi adalah kesiapan kru dan pilot. Kalau mau beroperasi, harus memperhatikan kelayakan kru. Harus ada, supaya siap.
Bagaimana soal pengeluaran yang besar untuk avtur?
Masalah avtur sudah ada sejak industri ini berdiri. Selalu jadi musuh utama, jadi bukan hal baru. Semua maskapai bisa mengantisipasi soal harga avtur, salah satunya dengan fuel surcharge (tuslah atau tarif tambahan pada tiket). Harus jeli melihat bagaimana demand yang ada. Permintaan tergantung rute dan jam. Ada juga rute tertentu yang tidak sensitif harga.
FRANSISCA CHRISTY ROSANA | YOHANES PASKALIS
Profil CEO PT Pelita Air Services
Nama: Dendy Kurniawan
Tempat, tanggal lahir: Semarang, 9 Februari 1973
Pendidikan:
- S-1 Teknik Industri Institut Teknologi Bandung (1996)
- Master of Arts, International and Development Economics, Yale University (2000)
Karier utama:
- Direktur Keuangan PT Geo Dipa Energi (Agustus 2009-Mei 2014)
- Chief Financial Officer PT Indonesia AirAsia Extra (Mei-Desember 2014)
- Chief Executive Officer PT Indonesia AirAsia Extra (Desember 2014-September 2016)
- Presiden Direktur PT AirAsia Indonesia TBK dan CEO Indonesia AirAsia (September 2016-Oktober 2019)
- Presiden Komisaris Indonesia AirAsia (Oktober 2019-April 2022)
- Presiden Direktur PT Pelita Air Service (April 2022-sekarang)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo