Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mengilas balik kondisi Indonesia selama krisis 1998. Krisis tersebut membuat perekonomian negara terjungkal dengan inflasi yang melonjak 88 persen dan defisit ekonomi yang melebar sampai 13 persen.
Menurut dia, saat itu hampir semua pengusaha mencoba mempailitkan usahanya, bahkan melarikan diri dari kondisi perekonomian yang tidak sehat. Peran yang banyak muncul justru berasal dari pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), alih-alih taipan besar.
UMKM menjadi tulang punggung negara kala krisis perekonomian melanda. “Yang menjadi benteng pertahanan ekonomi adalah UMKM,” tutur Bahlil dalam acara Penandatanganan Komitmen Kerja Sama dalam Program Kolaborasi PMA dan PMDN dengan UMKM, Sabtu, 18 Desember 2021.
Setelah krisis terjadi, negara mengalami banyak perubahan, terutama untuk konsensus politik. Kala itu, Bahlil melanjutkan, terjadi pergantian kepemimpinan mulai bupati, wali kota, anggota DPR, hingga jajaran menteri. Namun ia melihat ada satu hal yang tidak berubah: konglomerat yang menguasai perekonomian.
“Yang tidak berganti-ganti dari ekonomi adalah konglomeratnya. Di Indonesia, konglomeratnya itu-itu saja, tidak berganti-ganti,” tutur Bahlil.
Melihat kondisi ini, Kementerian Investasi pun membuat program memeratakan akses pasar untuk pengusaha-pengusaha kecil agar naik kelas. Salah satu caranya melalui kolaborasi dengan pengusaha besar.
Dalam ketentuan berinvestasi, Kementerian Investasi membuat peraturan agar penanam modal berskala besar yang masuk ke Indonesia wajib bermitra dengan pengusaha nasional, khususnya UMKM. Pelibatan pelaku UMKM berlaku di daerah proyek.
“Kami ingin ada instrumen untuk membangun kolaborasi secara baik,” ujar Bahlil.
Kolaborasi antar-pengusaha digadang-gadang bisa membuka akses pelaku usaha kecil. Sistem kolaborasi, Bahlil menekankan, telah diterapkan di berbagai negara maju seperti Singapura hingga Cina. “Tidak ada negara yang maju tanpa kolaborasi,” ujar dia.
Selain memeratakan kesejahteraan, kolaborasi pengusaha multi-skala akan meningkatkan jumlah pebisnis nasional. Ia menyebut saat ini jumlah pengusaha nasional masih tergolong kecil, yaitu 3,4 persen.
Sedangkan di negara maju, persentase pengusaha nasional telah mencapai dobel digit. “Seperti Malaysia 6 persen, Singapura 12 persen. Jadi bagaimana mendorong kesempatan, kita buat izinnya dipermudah. Sekarang OSS (Online Single Submission) sudah ada, Undang-undang Cipta Kerja sudah ada. Kita kasih izin gratis,” ucap Bahlil Lahadalia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
FRANCISCA CHRISTY ROSANA
Baca juga: Ganjar Pranowo: Okupansi Pesawat yang Melalui Bandara Ngloram 90 Persen Terus
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.