Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Magelang - Karim, 33 tahun, menceritakan pekerjaannya sebagai Kepala Desa Tuksongo, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, yang memberdayakan masyarakat setempatnya untuk mengembangkan perekonomian. Dia menjadikan rumahnya sebagai toko yang mengumpulkan bahan-bahan olahan hasil pertanian dan perkebunan dari masyarakat di desanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Ini tempat dari pribadi saya. Di sini saya dituakan sebagai kades (kepala desa). Semua biar berjalanlah, desa ya dipikirkan, bati (keuntungan) ya di sini juga saya pikirkan. Berkesinambungan,” ujar dia saat ditemui di rumahnya, pada Rabu, 30 Agustus 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Di rumahnya, Karim memiliki toko usaha mikro kecil menengah (UMKM) bernama Pati Aren Borobudur yang menerima hasil olahan dari masyarakat untuk selanjutnya dijual kembali kepada wisatawan yang datang. Dia juga menjelaskan ada beberapa produk yang bisa dihasilkan masyarakat di desanya.
Salah satunya pohon aren di mana Desa Tuksono merupakan satu-satunya desa yang mengolah pohon aren secara turun temurun. Desa tersebut terletak kurang lebih satu kilometer dari Candi Borobudur, atau di sebelah selatannya.
Bahkan usaha milik Karim fokus pada olahan pohon aren yang merupakan warisan dari orang terdahulunya. Pohon aren yang dikelola ada dua macam yang bisa dikelola, seperti pohon yang masih produktif bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku gula aren.
Selain itu ada juga pohon aren yang sudah tak lagi produktif ditebang dan dimanfaatkan batangnya untuk diambil sarinya untuk dijadikan tepung aren. “Bahan baku mi lethek, ongol-ongol, cendol seperti itu,” kata dia.
Selain pohon aren, warga setempat juga saat musim kemarau menanam tembakau, bahan baku rokok. Toko milik Karim juga menerima daun tembakal yang dibelinya dari masyarakat. Di mana nantinya akan diolah dengan dicacah dan dikeringkan lalu dijual ke pabrik rokok.
Menurut Karim, semua produk yang dijual di tokonya itu langsung dibeli dari masyarakat setempat. Beberapa yang dijual adalah mi lethek, gula aren, dan beberapa produk kesenian seperti blangkon hingga busana adat surjan. “Di sini hanya lapakan,” ucap Karim.
Namun, Karim enggan menjelaskan omset dari penjualan di tokonya. Dia hanya mengatakan sejauh ini desanya cukup ramai didatangi wisawatan. “Alhamdulillah, pelan-pelan,” tutur dia.
Selanjutnya: Pengembangan paket wisata
Pengembangan paket wisata
Selain produk makanan, desanya juga menghadirkan paket wisata tersendiri yang juga melibatkan masyarakat setempat. Di beberapa desa sekitar Candi Borobudur termasuk Desa Tuksongo, memiliki daya tarik tersendiri. Seperti situs peninggalan zaman dulu bernama Situs Dipan, lebah madu, tempat pengolahan sampah (TPA), Galeri Mbah Mojo, ukir bambu, dan aren.
Di desa Karim, ada Lapangan Randualas yang dimanfaatkan sebagai tempat berfoto bersama wisatawan yang datang.“Bilamana foto di sini keluarnya bisa bayar seikhlasnya untuk pengembangan wisata,” kata Karim.
Selain itu, dia juga memanfaatkan masyarakat yang memiliki mobil klasik Volkswagen untuk disewakan wisatawan dan digunakan berkeliling Desa Tuksongo. Berdasarkan pantauan Tempo, mobil klasik itu memang terlihat hilir mudik di kawasan tersebut. Menariknya mobil tersebut dicat berwarna-warni.
Program paket wisata tersebut sudah berjalan, hanya saja belum terlalu ramai. Karena, kata dia, hal itu juga berjalan dengan peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) masyarakat setempat. Ke depan, Karim akan menyelesaikan pebangunan Balai Ekonomi Desa atau Balkondes yang baru.
Saat ini, dia berujar, Balkondes baru ada satu yakni hasil kerja sama desanya dengan PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. Balkondes tersebut menawarkan berbagai falisitas seperti tempat menginap (home stay), dan lainnya. Karena terkadang tidak menampung wisatawan, sehingga Karim berencana mendirikan yang baru. “Sering crowded,” ujar Karim.