Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta – Menteri Keuangan periode 2013-2014, Chatib Basri, memperdiksi pola pemulihan ekonomi nasional tidak akan membentuk V shape, melainkan U shape. Dengan model demikian, pemulihan ekonomi Indonesia diperkirakan memakan waktu cukup panjang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Periode ini agak panjang, jadi pandemi mesti di-address. Dalam kondisi ini, bisnis apa saja yang jalan, ya mau enggak mau harus online,” tutur Chatib Basri dalam diskusi virtual Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Kamis, 3 September 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Chatib Basri mengatakan, selama pandemi masih berlangsung, industri tidak bisa beroperasi 100 persen. Bahkan, mesin perekonomian hanya bisa berjalan sekitar 50 persen. Akibatnya, banyak sektor tidak bisa mencapai break even point atau titik impasnya.
Untuk mempertahankan bisnis, industri akan mencari pendanaan. Salah satu caranya lewat fintech peer to peer lending. “Saya melihat bahwa pendanaan digital dengan fintech bisa jadi solusi apalagi ketika tahap recovery panjang,” ujarnya.
Di samping itu, Chatib Basri menilai, pemulihan ekonomi juga akan dipengaruhoi oleh jangka waktu imunisasi vaksin Covid-19. Ia menghitung, seumpama pemerintah akan memberikan vaksin corona kepada 25 juta orang yang termasuk golongan mayarakat komorbid atau sepuh dalam waktu 365 hari, dalam sehari, negara harus menyuntikkan 68 ribu vaksin ke penduduknya.
Karena itu, ia menyarankan jika imunisasi vaksin corona belum tuntas, pemerintah harus memastikan protokol kesehatan untuk semua kegiatan tetap dijalankan. Upaya ini untuk mencegah adanya penyebaran virus kembali.
Senada, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya juga memperkirakan bahwa pemulihan ekonomi hingga semester I 2021 belum akan berlangsung maksimum. Pasalnya penyebaran Covid-19 diperkirakan masih membayangi dunia pada paruh pertama tahun depan.
"Pada semester I tahun depan kita tidak bisa mengasumsikan pemulihan yang full power karena pasti Covid masih akan jadi salah satu faktor yang menahan pemulihan konsumsi, investasi, maupun pemulihan ekonomi global," ujar Sri Mulyani dalam rapat bersama Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat, Rabu, 2 September 2020.
Sri Mulyani mengatakan ketidakpastian akibat Covid-19 masih akan terjadi lantaran vaksinasi dari virus tersebut diperkirakan baru akan meluas pada semester II 2021. Sehingga perekonomian tahun depan akan sangat bergantung kepada pemulihan ekonomi pada paruh kedua. "Ini memberi pengaruh seberapa tinggi pemulihan 2021," ujarnya.
Pemerintah mengasumsikan pertumbuhan ekonomi pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara2021 pada kisaran 4,5-5,5 persen. Angka tersebut telah mempertimbangkan pemulihan ekonomi pada tahun ini yang sudah terjadi namun belum maksimum lantaran pagebluk yang belum berakhir.
"Jadi karena pengaruh Covid-19 belum sepenuhnya akan hilang di semester I tahun depan, kami prediksi pemulihan tidak akan strong full power. Semester 2 kami bisa mengharapkan kalau vaksinasi sudah bisa dilakukan dan bisa memberi confidence," tutur Sri Mulyani.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA | CAESAR AKBAR